Semua Bab Ditinggal Suami Dinikahi Bos: Bab 51 - Bab 60
143 Bab
52. Meramu Temu
Mobil Bos Teo melaju dengan kecepatan penuh. Hingga tak butuh waktu lama kami susah sampai di depan pintu gerbang rumah ibu mertua. Aku langsung membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Pintu gerbang yang menjulang tidak terkunci seperti biasa. Segera aku berlari untuk sampai lebih cepat. Tanpa peduli aku datang bersama atasan tertinggi di tempatku bekerja.Akila tengah duduk memeluk lutut di undakan menuju teras rumah. Gadis kecil itu tampak ketakutan dengan tangis yang berderai. Aku semakin berlari hingga bisa mendaratkan pelukan ke tubuh kecilnya."Akila, ini ibu, Nak. Kamu kenapa?" tanyaku segera. Kondisi Akila sangat memprihatinkan. Penampilannya berantakan."Nenek, Bu. Nenek pingsan," ucap Akila dengan tetap menangis. Tatapannya menyedihkan. Aku mengangguk paham. Kembali memeluknya agar lebih tenang. Sejenak kuusap punggungnya lalu melepas pelukan itu."Akila tunggu di sini sebentar. Ibu lihat nenek dulu, ya," ucapku seraya melongok ke arah dalam. Ada perih saat melihat ruanga
Baca selengkapnya
53. Membawa Akila
Ajiz beserta Tante Mutia datang setelah kami menunggu hampir satu jam. Aku yang memang belum bisa masuk ke ruang perawatan ibu mertua tidak bisa memberi kabar apa-apa untuk mereka."Makasih, Mbak. Makasih udah nolong Bude," ujarnya begitu sampai di depan kami."Ya, Jiz.""Makasih juga, Teo. Aku gak ngerti lagi kalau gak ada kalian tadi.""Its okay gak masalah, Jiz. Ibu kamu langsung ke ruang dokter?""Iya. Tadi langsung belok."Tante Mutia keluar dari ruangan itu setelah diajak berbincang sedikit dengan dokter. Beliau berjalan menghampiri kami."Makasih, Mir, udah bantuin neneknya Akila. Maafin Tante ya, ngrepotin kamu," ujarnya seraya mengulurkan tangan. Aku menerimanya."Gak apa-apa, Tante. Kebetulan tadi Amira lagi gak ada kerjaan jadi bisa langsung datang. Akila ngubungin Amira sambil nangis. Jadi, Akila pikir ada masalah di rumah.""Anak pintar," ujar Tante Mutia seraya mengusap rambutnya. "Nenek gimana, Bu?" tanya Akila melihatku. "Nenek sudah ditangani sama dokter, Akila. Seb
Baca selengkapnya
54. Terjebak
Suasana rumah Bos Teo cukup tenang. Tidak menunjukkan kalau di depan sana ada restoran yang selalu ramai dengan orang-orang. Mungkin tembok di rumah ini sangat tebal campuran semennya sampai benar-benar kedap suara. Aku memainkan ponsel berbodi pipih untuk mengusir kebosanan. Bos Teo dan Akila sudah seperti orang yang tidak tidur cukup lama. Bahkan ada yang mendengkur. Aku cukup geli menyaksikan itu.Kembali kufokuskan diri pada layar ponsel. Sebuah pemberitahuan masuk di sana. Senyumku pun merekah seketika.[Mas Arhab : Aku udah nyampe hotel. Kamu gimana?][Amira : Gimana apanya, Mas?]Pertanyaan dari Mas Arhab cukup ambigu. Aku sulit menjawabnya. Sejurus kemudian ponsel itu bergetar. Segera kugeser tombol terima panggilan agar getarnya tidak mengganggu Akila dan Bos Teo. Aku menutup layar itu dan berjalan pelan ke arah depan."Ya, Mas gimana?"Assalamualaikum, Amira.Aku lupa tidak mengucap salam. Mas Arhab mengingatkannya. Sedikit malu saat menyadari itu."Waalaikumsalam. Ya, gima
Baca selengkapnya
55. Kenapa Sih?!
"Ibu!" panggil Akila dari dalam.Aku pun menoleh. Mengabaikan Bos Teo yang sudah menutup rapat pintu utama dari luar."Ya, Nak, sebentar," sahutku seraya melangkah menghampirinya."Ibu dari mana?""Habis dari depan, Nak. Ayo kita keluar." Kami harus keluar dulu karena ini bukan tempat kosku. Tidak nyaman saat pemilik rumah sendiri justru pergi. Akila mengangguk. Berbeda saat dari dibuka dari luar. Pintu itu tidak membutuhkan pin untuk membukanya saat dari dalam. Dengan mudah kami bisa keluar dari rumah Bos Teo yang sepi.Kruyuk kruyuk ...."Kamu laper, Nak?" tanyaku saat kami sudah melewati lorong sempit penghubung rumah Bos Teo dengan restoran."Iya, Bu. Akila laper." Akila memamerkan gigi kelincinya. Ekspresi jujur khas anak-anak. Kuulas senyum lalu menggandengnya lebih erat. Kami pun berjalan cepat menuju area restoran. "Nasi putih sama bebek goreng, Mas. Air putih dua." Kusebutkan pesanan untuk kami berdua. Teringat sejak siang pun aku belum makan."Tadi juga pesen dua, Mbak Am
Baca selengkapnya
56. Surga yang Kurindukan
Mau tak mau aku menuruti permintaan Bos Teo untuk tinggal sebentar di rumahnya. Mengingat Akila yang harus membersihkan diri dan istirahat. Hingga pukul setengah tujuh Ajiz tak kunjung membalas pesanku. Begitu juga dengan Tante Mutia. Keduanya kompak membiarkan pesanku dalam mode centang dua saja."Akila pakai yang ini, ya. Kalau yang besar buat ibu kamu." Bos Teo menyerahkan dua gulungan handuk pada Akila. "Iya, Om. Kamar mandinya mana?""Di dalam kamar itu. Akila bisa masuk aja." Bos Teo menunjuk kamar yang berada di lantai satu tak jauh dari ruang televisi."Makasih, Om," ucap Akila seraya tersenyum. Bos Teo membalasnya.Cukup terhenyak aku melihatnya. Kedekatan mereka terlihat sekali. Seperti sudah lama saling menyapa satu sama lain. Kulihat wajah Bos Teo yang terus saja memerhatikan Akila."Dah sana. Anaknya udah mau mandi, tuh." Bos Teo mengedikan dagu. Ia sadar telah kuperhatikan. Buru-buru kualihkan pandangan dan tak menangggapi ucapan itu. "Ayo, Nak." Segera kuayunkan lang
Baca selengkapnya
57. Dua Minggu Lagi
Matahari merangkak naik. Setelah kunci pintu kamar berhasil terbuka aku bergegas ke sana. Akila kubiarkan menunggu di kamar sedangkan aku bersiap untuk melakukan pekerjaan di kantor. Hari kemarin aku tergolong izin karena tidak kembali selepas jam istirahat.Pakaian formal berupa kemeja panjang dan celana berbahan semi jins kukenakan. Kali ini kutinggalkan kacamata karena tidak perlu lagi menyamarkan tangis. "Sarapan dulu, ya, Akila. Habis itu Akila nemenin ibu kerja." Nasi goreng beserta teh hangat sengaja kupesankan dari restoran Bos Teo dan meminta untuk diantar langsung ke kamar. Akila mengangguk."Ibu enggak?" "Udah. Tadi ibu udah nyicipin waktu Akila masih mandi." "Baiklah." Doa sebelum makan Akila panjatkan lalu tanganku sigap menyendok menu itu. "Aaaaaa.""Yummi." Kami kompak tersenyum.Jarum jam sudah sampai di angka tujuh. Harusnya aku sudah membuka pintu kantor dan segera bekerja. Namun, aku meminta toleransi pada Bos Teo untuk sedikit terlambat. Aku tidak mau kehil
Baca selengkapnya
58. Karyawan
Informasi yang diberikan Bos Teo sangat valid. Tepat dua minggu berikutnya acara itu terjadi. Anehnya aku dan Arga tidak diizinkan Bos Teo bergabung dengan para karyawan."Pakai ini!" Dua buah paper bag Bos Teo serahkan pada Arga. Wajah kami tentu mempertanyakan itu apa."Pakaian kalian.""Maksud, Bos?""Ganti dengan itu. Yang satunya lagi buat Amira.""Kenapa harus ganti, Bos?" tanyaku merasa aneh. Baju yang kukenakan juga tidak jelek-jelek amat."Nurut saja. Untuk urusan makanan sudah ada yang handel. Kalian datang menemaniku sebagai tamu undangan."Bagaimana bisa? Kita lagi mau kerja lho, Bos. Kok gini sih?"Wah ini jas mahal, Bos." Arga sudah heboh membuka paper bag itu. Ia langsung mencobanya."Cepet gak pakai lama. Kamu juga, Amira!"Terpaksa aku menurut lagi melihat tatapannya yang cukup mengerikan. Kusempatkan untuk mengganti pakaian di toilet dan mematut diri pada cermin.Hmmmm ... Lumayan. Senyum ketegaran coba kuguratkan. Sapuan lipstik berwarna nude membuat kesan simpel
Baca selengkapnya
59. Tersesat
Acara makan malam yang berlangsung seketika membuatku kenyang tanpa perlu menyantap hidangan. Bagaimana tidak sedari tadi Mas Baja terus-terusan menatap sinis ke arahku dengan wajah tak sukanya. Sekadar memegang sendok dan garpu saja membuatku kesulitan. "Cuekin aja. Natap ke aku biar dia gak berani lirik kamu."Aku menoleh. Bos Teo yang dari tadi pun hanya diam rupanya memperhatikan."Nah, gitu lebih baik.""Dih, pede amat, Bos. Lagian mana bisa orang dia di depan gitu.""Ya, kamu gak usah liat depan, lah.""Terus lihat mana? Belakang?" ujarku kesal. Ingin melempar garpu kecil ini rasanya."Udah dibilang ke samping aja, kok. Kaya gini.""Ntar leher saya terkilir, Bos, kalau ke samping terus gini.""Hmmm. Banyak protes." Bos Teo pun berdiri. Menggeser piringnya, lalu mengangkat kursi dan meletakkannya tepat berhadapan denganku. Tubuhnya membelakangi pelaminan."Kalau gini gak kelihatan lagi, 'kan?" selorohnya dengan senyum yang dibuat sedemikian rupa hingga tak kuasa membuatku ikut t
Baca selengkapnya
60. Rumit
"Sejak kapan jadian sama Teo? Waktu masih di pabrik?" cibirnya yang terdengar jelas dengan tawa sumbang setelah intonasi tanda tanya.Jadian? What the meaning of Jadian? Ingin kuberteriak rasanya kalau ini hanya sandiwara. Tetapi jelas tidak mungkin."Oh, hanya pura-pura? Settingan?" kekeh Raline yang entah kenapa terdengar jelas kalau dia sedang mengejek. Beruntung aku sedang tidak melihat wajahnya."Teo itu adik angkatku. Hanya selisih satu tahun. Aku tahu betul gimana seleranya. Kamu? Jelas gak masuk sama sekali. Pasti ini hanya akal-akalan buat ngelabuhi Mama, Papa, 'kan?" Adik angkat. Tidak ada hubungan darah. Boleh memiliki rasa suka dan tidak masalah jika menjalin hubungan. Mungkin, Bos Teo memang menyukai Raline tapi terhalang dengan hubungan keluarga itu."Tidak perlu meladeni kemauannya, Amira. Tidak berpengaruh sama sekali dengan hubunganku dan Mas Baja. Terlalu buang-buang waktu untuk sekadar cemburu sama kalian."See? Membuat mereka cemburu? Nol besar itu. Tidak ada niat
Baca selengkapnya
61. Diorama Kehidupan
Pagi hari aku sudah siap dengan outfit semi formal. Hari ini adalah hari terakhirku bekerja. Aku berniat akan melakukan yang terbaik untuk hari ini. Esoknya baru aku akan pulang ke rumah ibu. Pintu utama kamar kos kubuka dengan hati riang gembira. Bersiap menyambut hari bahagia."Bwaaaaaa!" sebuah kejutan mengagetkanku."Astaghfirulloh, Bos. Ngapain?!" Bos Teo terbahak melihatku yang nyaris saja mati mendadak karena ulahnya."Hahahaha! Kena juga.""Mau bikin saya mati, Bos?" ucapku sembari mengurut dada."Lama amat kamu. Ini sudah jam tujuh lewat." Bos Teo dengan pakaian formal orang kantoran melihat jam di pergelangan tangan kanannya."Baru jam tujuh pas, Bos. Belum lebih walau satu detik. Saya gak akan telat buat masuk kantor.""Tetap saja lama. Saya nunggu dari jam enam tiga puluh.""Nunggu? Ngapain nunggu, Bos?" "Kamu gak jadi ambil berkas?" tanyanya dengan kening mengernyit. Seperti sengaja menampakan ekpresi bahwa berkas itu terkesan tidak penting."Maksud, Bos?""Berkas ijaza
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status