All Chapters of Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku: Chapter 71 - Chapter 80
115 Chapters
Part 70
Selepas Magrib, pria dengan garis wajah tegas itu membawaku pergi ke sebuah acara pesta pernikahan temannya. Aku menoleh tidak yakin ketika dia mengajakku turun dari kendaraan, dan menggandengku masuk ke dalam sebuah hotel.“Mas, kamu yakin mau ajak aku masuk? Nggak malu?” Menatap lamat-lamat wajah calon suami, merasa tidak percaya diri karena di dalam pasti akan ada orang-orang penting yang mengenal dia. Bagaimana nanti jika Virgo ditertawakan karena pergi ke pesta membawa wanita bertongkat seperti aku ini?“Malu? Kenapa harus malu, Sayang. Kamu cantik, jadi tidak perlu merasa malu.” Kedua alis pria di hadapanku bertaut hingga hampir menyatu satu sama lain.“Tapi aku cacat, Mas. Aku merasa tidak pantas. Takut kamu ditertawakan di dalam sana karena bawa perempuan seperti aku!”“Ya Tuhan, Nirmala Wulan sayang. Seperti apa pun kondisi dan keadaan kamu, tidak akan pernah mengurangi nilai aku terhadap kamu secuil pun. Kamu tetap c
Read more
Part 71
Aku tidak akan memaafkan segala kesalahan yang telah dia perbuat, dan akan menyeret dia ke meja hijau untuk mempertanggung jawabkan semua kejahatannya kepadaku."Sabar, Sayang. Jangan terbawa emosi," ucap Virgo seraya mengusap lembut punggung tanganku."Aku benar-benar tidak menyangka kalau ternyata pelakunya justru orang terdekatku, Mas. Ternyata aku begitu bodoh, karena telah menghidangkan Surga kepada orang yang telah menghancurkan masa depan serta impian aku!" lirihku sembari menggigit bibir bagian bawah, menekan dada kuat-kuat menggunakan tangan kiri, merasakan nyeri teramat dahsyat."Mas mengerti perasaan kamu saat ini. Kita akan buat dia membayar semua yang sudah dilakukan. Mas akan mengusut tuntas kasus ini dan akan selalu ada di sisi kamu, melindungi kamu dan Mas siap melakukan apa saja yang penting bisa membuat kamu bahagia. Kita beritahu om Wildan supaya kasus ini segera terselesaikan." Tangan pria dengan mata bulat serta iris berwarna cok
Read more
Part 72
Virgo terkekeh dan menarik gemas hidungku. “Pikiran kamu jangan ngeres terus apa, Nirmala Wulan?” Dia menyerahkan kemeja putihnya kepadaku, menyuruhku untuk memakainya dan dia mengambil tas yang ada di jok belakang lalu mengambil sebuah kaos berwarna hitam dan lekas dia kenakan. “Kamu itu aneh, Mas. Untuk apa pake acara buka baju di tempat sepi seperti ini dan menyuruhku untuk memakainya. Kalau ada orang liat dan dikira kita lagi macem-macem dan digerebek warga bagaimana?” protesku seraya memakai kemeja yang menguarkan aroma tubuh calon suami itu. “Jangan lupa dikancing sampai atas!” Aku mengernyitkan dahi menatap wajah tampan lawan bicaraku. Aneh sekali. “Buruan, Sayang. Biar kita kembali melanjutkan perjalanan!” “Jalan tinggal jalan aja, Mas. Memangnya apa hubungannya dengan kemeja ini?” “Nirmala Wulan, calon istriku. Pakaian yang kamu kenakan itu terlalu terbuka. Jangan sampai imanku goyah karen terus saja melihat apa yang tidak seharusnya belum boleh aku lihat.” Aku menole
Read more
Part 73
“Kamu kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu, Sa? Nggak usah mengada-ada, lah. Nanti Lala denger dan dia salah paham. Abang mencintai dia, Sa. Sungguh. Memang awalnya mendekati dia karena mirip dengan almarhumah istri Abang, tapi lama-lama Abang jatuh cinta beneran sama dia. Lala itu wanita yang mudah sekali dicintai. Dia juga membuat Abang selalu merasa nyaman berada di sisinya!” jawab Virgo membuat hati ini berbunga-bunga.“Pokoknya aku nggak mau kalau sampai Abang mempermainkan dia. Aku wanita, dia juga wanita. Aku bisa merasakan seperti apa sakitnya jika dipermainkan. Kalau Abang memang mencintai Kak Lala aku dukung seratus persen untuk bersama. Tapi kalau Abang mendekati dia hanya karena kemiripannya dengan almarhumah Kak Kinanti, lebih baik Abang akhiri semua ini dan tinggalkan Kak Lala. Dia baru saja dikhianati oleh mantan suaminya, jadi jangan sampai kembali jatuh dan terpuruk, karena yang aku lihat Kak Lala itu begitu mencintai Abang. Aku juga nggak suka kalau Abang
Read more
Part 74
“Telonnya di mana, Mas?” tanyaku seraya mencari-cari di atas meja.Sang pemilik rahang tegas terlihat membuka laci, mengambil bedak sekaligus minyak telon lalu menyerahkannya kepadaku.“Sayang!” Virgo mencoel lenganku. Aku menoleh dan dia mengedipkan mata seperti orang cacingan.“Apaan sih?” ketusku.“Pen godain aja. Kamu udah pantes punya anak. Nanti rencananya mau punya berapa?”“Aku nggak jadi nikah sama kamu!”“Kok gitu, Sayang?”Aku tetap serius mengolesi kulit putih Alexa menggunakan cairan beraroma sereh, memakaikan dia pakaian kemudian menyisir rambutnya.“Cantik, anaknya Bunda!” pujiku sembari mencium pipinya yang wangi.“Ayahnya enggak?” Pria berhidung mancung itu mencondongkan wajah, tersenyum nakal menggodaku yang masih sedikit kesal.“Kamu jangan rese deh, Mas!” Mendorong wajahnya menjauh, menggandeng Alexa keluar menuju meja makan.Alisa sudah menung
Read more
Part 75
"Mbak ada apa? Kok di rumah saya banyak banget polisi?" tanyaku kepada salah seorang tetangga yang lewat. "Itu, Mas. Katanya mau nyari Mas Arya!" jawabnya membuatku semakin yakin kalau polisi tersebut hendak menangkapku. Ya Tuhan .... Masa iya setelah ini harus mendekam di balik jeruji besi? Bersembunyi di balik tembok, aku sengaja tidak langsung ke rumah karena pasti mereka akan membawaku ke kantor dan menahanku. Tetapi jika kabur, bagaimana nasib ibu yang sedang sakit saat ini? Aku takut terjadi sesuatu terhadap dia, karena biar bagaimanapun, dialah orang yang selalu ada di sampingku, menemani dalam suka maupun duka. Tidak menjauhi seperti yang lainnya. Lamat-lamat terdengar suara sang muazin mengumandangkan azan magrib. Suasana rumah mulai terlihat sepi. Dua orang polisi yang datang juga terlihat sudah angkat kaki, dan aku segera masuk, melihat keadaan ibu ingin memastikan dia baik-baik saja. "Arya, tadi ada dua orang polisi nyariin kamu. K
Read more
Part 76
Mencengkeram pinggiran brankar, menahan sakit luar biasa seakan sedang dikuliti hingga membuat bibir ini bergetar hebat. Pandangan berkunang-kunang dan semuanya menjadi gelap.Dan ketika membuka mata, aku hanya terbaring sendiri di atas dipan kecil, menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat jam yang menggantung di tembok dan ternyata sudah pukul dua dini hari.Area pangkal pahaku terasa kebas, dan tidak terasa saat diraba. Buru-buru menyibak selimut yang menutupi badan, melihat ke bawah dan kembali menelan saliva ketika melihat daerah sana sudah di perban.Dengan pelan serta hati-hati kucari benda itu, bisa bernapas lega ketika mendapati dia masih ada di tempatnya.Aku pikir tanpa sepengetahuan dariku dokter memangkasnya. Ternyata tidak. Hanya saja tiba-tiba mati rasa, tapi mungkin hanya pengaruh anestesi yang belum sepenuhnya hilang.Kembali menutup tubuh dengan selimut, mata ini masih mengantuk dan malam juga sudah larut. Tidak mu
Read more
Part 77
Aku menghela napas dalam-dalam kemudian membuangnya secara perlahan. Sebenarnya sudah malas berurusan dengan keluarga mantan suami, terlebih lagi setelah pengkhianatan yang mereka lakukan. Rasanya hati ini masih terasa begitu perih jika mengingatnya. “Ya sudah, nanti aku coba hubungi keluarganya,” ucapku pelan, hampir tidak terdengar. Kami lalu mengakhiri panggilan telepon dengan salam, dan aku segera mengusap layar gawai, mencari kontak keluarga Mas Arya yang bisa dihubungi. Tidak ada. Aku sudah menghapus semuanya, termasuk nomor telepon mantan suamiku itu. [Aku nggak punya nomor keluarganya Mas Arya, Mas.] Segera kukirimkan pesan kepada Virgo, supaya dia tidak terlalu lama menunggu kabar dariku. Centang dua biru, dan aku lihat di pojok kiri layar, dia sedang mengetik pesan. [Kata dokter Arya harus segera melakukan operasi, La. Kamu bisa ke sini. Aku sendirian soalnya.] Balasnya kemudian. Aku menyentak napas kasar. Untuk apa dia masih pe
Read more
Part 78
“Maaf, Dokter. Apa harus saya yang menandatangani surat persetujuan ini? Kalau dia menjalani amputasi tanpa tandatangan dari saya apa bisa?” tanya Virgo kemudian.“Prosedur rumah sakit memang seperti itu, Pak. Bapak ini kan keluarganya?” Lawan bicara kami mengulas senyum simpul.“Maaf, Dokter. Tapi saya bukan keluarga pasien. Kebetulan tadi saya sedang berada di jalan, dan melihat kecelakaan lalu lintas di sana. Kalau tidak biar saya suruh anak buah saya menjemput ibunya pasien. Saya punya alamat rumahnya, karena kebetulan dia juga karyawan baru di perusahaan saya!”“Tidak apa-apa, Pak. Bapak bisa mewakili keluarganya. Mereka juga pasti mengerti!”“Coba saja kamu telepon Jojo, Mas. Dia pasti punya nomer keluarganya Mas Arya!” sambungku memberi gagasan.Virgo segera mengambil gawai dari saku celananya, menghubungi pria berambut kribo tersebut dan menyuruh dia mengabaikan keluarga mantan suami. Tidak kama kemudian ponsel dalam tasku terdengar berdering. Ada panggilan masuk dari nomer t
Read more
Part 79
Aku menghela napas sambil kembali duduk, bercengkerama sebentar dengan Irni lalu menyimak cerita Virgo ketika menemukan mantan suami dalam keadaan terkapar di tengah jalan tadi pagi.“Terima kasih, Pak. Karena sudah mau menolong kakak saya. Terima kasih juga ya La, karena kamu berkenan menemani Mas Arya di rumah sakit, padahal dia sudah menyakiti hati kamu!” Irni menatap wajahku dengan pindaian yang sulit sekali diartikan, lalu bergantian menatap wajah Virgo.“Ya sudah, Ir. Aku pulang dulu. Aku ke sini karena tadi ditelepon Pak Virgo dan mengira kalau aku keluarganya!” ucapku seraya berdiri, dan aku lihat lelaki bertuksedo hitam itu mengernyitkan dahi seraya menatapku dengan mimik aneh. Mungkin karena aku menyebut dirinya dengan embel-embel ‘pak’“Sekali lagi terima kasih karena kalian sudah membantu kami!”“Tidak perlu sungkan. Aku turut prihatin juga atas musibah yang menimpa Mas Arya. Semoga saja setelah dia sadar nanti, bisa menerima keadaan dia apa adanya, karena pasti dia akan t
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status