Semua Bab Genderang Perang Manusia Elektrokinesis: Bab 111 - Bab 120
170 Bab
111 - Ingin Memilikinya Lagi
Ketika Carlen dan Zohan mendatangi Gian di kamarnya, remaja itu sedang berbaring di kursi malas panjang yang dibeli beberapa minggu lalu.“Kalian berdua, lekas pijat kakiku.” Gian memberi perintah sambil dia memejamkan mata.Carlen dan Zohan kembali saling pandang. Apakah mereka tidak salah dengar? Mereka berdua diperintahkan untuk memijat adik mereka? Bukankah itu sesuatu yang keterlaluan bila adik menyuruh kakaknya melakukan itu?“Ayo! Tunggu apa lagi? Ingin kusetrum, heh? Ingin jadi daging gosong dan jelek, heh?” ancam Gian sembari membuka matanya.“I—iya, Gian!” Carlen dan Zohan melonjak dan bergegas datang ke kaki kanan dan kiri Gian untuk memulai memberikan pijatan di sana. Kedua pemuda bersimpuh di lantai untuk memudahkan aksinya.“Harus enak atau kalian tak akan kembali ke kamar!” Gian memejamkan mata lagi, menikmati pijatan Carlen dan Zohan.Kedua kakaknya tak bisa berkutik dan melakukan saja apa perintah sang adik yang kini menjadi penguasa di rumah. Mereka kalau jauh dari s
Baca selengkapnya
112 - Menjadi Penguntit
Sore itu, sepulang sekolah, Gian menggunakan mobilnya untuk mengintai Alicia. Dia ingin mengawasi kencan Alicia dengan pacar barunya.Gian sudah mendapatkan jadwal kerjanya dari Gunawan bahwa dia harus ke tempat bos baru nanti malam jam 9. Maka, kini dia memiliki banyak waktu.Mobil sudah dihentikan sedikit lebih jauh dari gerbang rumah Alicia. Dia rela ada di sana sejak jam 5 sore. Dia tak boleh kecolongan! Harus mengawasi secara ketat!Gian sudah bertekad untuk merebut kembali Alicia menjadi miliknya. Dia tak tahan jika mantannya itu dimiliki lelaki lain. Rasa cintanya masih berkobar pada sang cinta pertama.Meski dia memiliki banyak selir dan pelampiasan, tak ada yang bisa menandingi Alicia di lubuk hati terdalam.Saat ini, Gian sudah berdiam di dalam mobilnya—mobil yang dia dapatkan dari hasil memenangkan adu panco dengan Logan—sembari mengunyah camilan. Dia sudah mempersiapkan banyak camilan dan minuman instan dari minimarket sebelumnya.Ketika masih mengawasi gerbang rumah Alici
Baca selengkapnya
113 - Keahlian Merebut yang Harus Dikuasai
Terus menunggu di tempatnya, ternyata sosok yang dikhawatirkan Gian tidak juga muncul. Rupanya Alicia hanya makan malam dengan kedua orang tuanya saja.Betapa leganya perasaan Gian melihat itu. Bahkan ketika mobil keluarga Alicia melaju pulang, dia masih terus mengikutinya, hanya untuk benar-benar yakin bahwa setelahnya tidak akan ada pemuda Timur Tengah muncul nantinya.Setelah mobil keluarga Alicia masuk ke rumah mereka, Gian mendadak saja memiliki pemikiran, “Aku akan berjaga dulu sebentar di sini sampai jam kerjaku datang.”Maka, dia tetap bertahan di dekat rumah Alicia hingga jam menunjukkan pukul 9 malam dan waktu bagi dia memulai kerja.Gian lega dan yakin di jam seperti ini, tak mungkin orang tua Alicia membiarkan anak gadis mereka didatangi lelaki mana pun.Sesampainya di tempat Gunawan, lelaki yang menjadi bos baru Gian segera memberikan perintah kerja kepada semua anak buahnya termasuk Gian.Lantas, setelah itu, Gian memarkirkan mobilnya di tempat Gunawan dan pergi dengan r
Baca selengkapnya
114 - Hanya Sendirian Saja di Rumah
Pemuda yang berusia sekitar 25 tahun lebih itu menatap Gian yang hendak merebut keranjangnya. Melihat bahwa yang merebut ternyata memiliki penampilan seperti bocah remaja, orang itu mendelik kesal. “Kau ini! Sana pilih punyamu sendiri!”“Ingin melawanku?” Gian menggenggam pergelangan tangan pemuda itu, mengalirkan setruman di sana.“Arghh!” Pemuda itu mau tak mau melepaskan pegangannya di keranjang dan lekas diambil alih oleh Gian. Kemudian, dia menatap heran sekaligus takut usai mendapatkan setruman dari Gian.Gian tersenyum menyeringai, senang bahwa pekerjaannya berhasil dengan cepat. Lalu, dia bayar keranjang itu ke petani sebelum dia bawa itu ke mobil pengangkut milik Gunawan.Masing-masing dari anak buah Gunawan memang sudah dibekali uang yang cukup untuk membeli buah.Salah satu rekan Gian menoleh ke arahnya yang baru saja menaruh keranjang berisi buah naga. “Wah, cepat belajar juga kau, Bocah!” Dia menyeringai kagum ke Gian.Gian membalas dengan senyum kecil meski hatinya dipen
Baca selengkapnya
115 - Jangan, Gian! Aku Mohon Jangan!
Mengetahui bahwa Alicia saat ini hanya sendirian saja di rumahnya tanpa orang tua yang sedang pergi, mendadak saja akal sehat Gian menghilang secara cepat.Dia sudah mencoba bersabar dan terus membujuk Alicia untuk kembali menjadi kekasihnya, tapi Alicia menolak dan justru menerima cinta pemuda lain.Mana mungkin Gian tidak berang? Dia yang lebih kuat dan lebih hebat dari pemuda manapun, justru ditolak!Maka dari itu, mengabaikan pengusiran Alicia, dia justru makin melangkah maju dan mendorong pintu sehingga gadis itu terhuyung ke belakang.“Gian … lebih baik kamu pulang saja, yah! Mama dan papa sebentar lagi pulang. Aku mohon, Gian.” Nada suara Alicia bergetar melihat ada kilatan misterius di mata Gian yang sepertinya tidak menandakan sesuatu hal yang baik.“Kenapa buru-buru menyuruhku pulang? Ingin mengundang pacarmu itu? Kau begitu mencintai dia? Lebih memilih dia ketimbang aku, Cia?” Ada denyut sakit di hati Gian ketika mengucapkannya. Padahal ini ucapannya sendiri.“Gian, jangan
Baca selengkapnya
116 - Mereka Tak Sabar Menjadikanmu Menantu
Gian makin menggila dan ingin selekasnya memiliki Alicia, apapun caranya!Ketika dia sedang mencoba mengarahkan miliknya ke area terlarang Alicia, gadis itu menangis lirih.“Gian … hiks! Kamu kenapa sejahat ini padaku? Hiks!” Wajah Alicia sudah banjir akan lelehan air mata.“Kamu yang memaksa aku begini, Cia. Andai kamu menerima aku lagi dan tidak berpacaran dengannya. Kau dan dia juga pasti sudah sejauh ini, ya kan?” Gian meluapkan apa yang bercokol di kepalanya.“Hiks! Gian … mana mungkin aku semudah itu menyerahkan diriku pada lelaki? Hiks! Apakah aku di matamu begitu rendahan? Jangankan aku menyerahkan diri ke dia, berpacaran dengannya saja tidak, hiks! Mana mungkin aku semudah itu disentuh lawan jenis, Gian? Kamu tega, Gian … kamu keji … hiks!” Alicia menutupi wajah basahnya dengan kedua tangan, tangisnya makin memilukan. Dia mau tak mau harus bersiap akan sesuatu yang sangat buruk terjadi pada dirinya.Seketika, Gian mematung. Matanya membeku dengan mulut ternganga usai mendenga
Baca selengkapnya
117 - Merasa Kesal dan Muak
“Me—menantu?” Mata Gian membesar ketika mendengar ucapan Wina.Gadis itu mengangguk sembari mengulum senyumnya, lalu berkata, “Ya! Papa dan mama sudah tahu hubungan kita dan mereka merestuinya.”“Tapi, aku masih anak SMA, aku belum lulus, Win!” Gian mengatakan hal masuk akal. Bagaimana mungkin dia yang belum lulus SMA malah hendak dijadikan menantu?Wina tertawa ringan menampilkan deretan gigi rapi dan putih dia yang terawat. “Tentu saja kita tidak perlu menikah dalam waktu dekat. Kita bisa bertunangan dulu, Gian.”Meski dikatakan tidak perlu menikah dalam waktu dekat, tetap saja Gian terdiam merenungkan ucapan Wina.Memiliki pasangan secantik dan menawan seperti Wina, lelaki mana yang tidak ingin? Gian juga tak mungkin menolak keberuntungan itu. Cantik, molek seksi, cerdas, baik, sopan, juga dari keluarga kaya! Kurang sempurna apa Wina?Tapi … justru Gian yang merasa dirinyalah yang tidak sempurna untuk Wina.Meski dia kuat dan mengagumkan, namun dia tak akan bisa membahagiakan Wina.
Baca selengkapnya
118 - Perjalanan Mengawal Bos
Hal yang paling membuat Gian kesal dan muak selama bekerja pada Gunawan adalah … dia tidak diangkat menjadi ketua pekerja Gunawan. Dia masih saja ada di bawah Wiro. Masih berstatus anak buah.Ini kerap mengganggu pikirannya. Dia kuat dan pastinya jauh lebih hebat ketimbang Wiro, tapi kenapa Gunawan tidak juga melengserkan pria paruh baya itu dan memilih dirinya?Kurang apa Gian membuktikan pada Gunawan bahwa dia lebih layak menjadi ketua pekerja ketimbang Wiro?Inilah yang membuat Gian mulai goyah dan malas. Dia berpikir untuk berhenti saja dari Gunawan.“Memangnya kau yakin ada orang lain yang bisa menggajimu sebesar Gunawan?” tanya Elang ketika Gian mendiskusikan pemikirannya pada suatu sore sepulang sekolah.Gian terdiam memikirkan ucapan Elang. “Um, pastinya aku bisa mencari bos lain yang membutuhkan orang kuat dan hebat sepertiku, bukan?”“Kau yakin bisa cepat mendapatkannya?” Elang masih menggoda dengan ucapan yang membuat otak Gian merasa rumit.“Duh! Lalu bagaimana, Elang? Aku
Baca selengkapnya
119 - Ketahuan!
Cukup sekali tebak saja, sudah bisa diketahui bahwa rombongan yang mengepung mobil Gunawan adalah gerombolan bajing loncat yang meresahkan banyak pengendara di jalanan sepi antar kota dan provinsi pada malam hari seperti ini.Memahami situasi yang sudah seperti ini, maka Wiro memimpin bawahannya keluar dari mobil. Gian juga ikut turun dan bergegas melawan para bajing loncat tersebut.Dengan sekali pukul, Gian langsung merobohkan siapapun orang yang mencoba melawannya. Bahkan tentu ada yang kejang-kejang sampai mulutnya berbusa dan susah bangun kembali.Dari kaca mobilnya, Gunawan menyaksikan perkelahian anak buah dia melawan para bajing loncat tersebut. Perhatiannya tertuju pada aksi Gian yang sangat memukau. Kepala Gunawan manggut-manggut puas melihatnya.Hanya perlu waktu tak sampai setengah jam bagi Gian dan yang lainnya mengurus para bajing loncat dan sebagian besar semuanya dikalahkan oleh Gian.Tentu saja, Gian memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, menunjukkan kuali
Baca selengkapnya
120 - Menuntut Kenaikan Jabatan
Rasanya Gian nyaris tersedak salivanya sendiri ketika melihat siapa yang mendadak muncul dan berdiri di depannya.“W—Wina?” Gian tak siap dengan ini.“Syukurlah kamu masih ingat nama aku.” Wina tersenyum, kemudian dia melirik ke Sonia di samping Gian yang belum melepaskan belitan tangannya dari lengan si remaja pria.Tahu diri, Gian melepaskan tangan Sonia dari lengannya. “Win, ini ….”“Iya, tak apa, kok Gian.” Wina masih tersenyum dan kemudian berjalan keluar dari warung tenda.Mau tak mau, Gian mengejarnya, meninggalkan Sonia yang kesal.“Win! Wina!” Gian mengejar langkah Wina dan lekas menangkap tangan gadis itu.Wina tertahan langkahnya dan berbalik menghadap ke Gian. Wajahnya terlihat kecewa. “Kenapa malah mengejar aku? Kasihan pacar kamu tadi, Gian.” Dia masih memaksakan senyumnya meski terlihat masam dan sedih.“Aku … itu … dia ….” Gian harus berkata apa? Bahwa Sonia hanya satu dari keenam selir yang dia punyai? Lalu apa tanggapan Wina bila mendengar itu? Bukankah akan lebih ru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status