All Chapters of Malam Panas Dengan CEO: Chapter 121 - Chapter 130
200 Chapters
Menangkap Penjahat
Sejujurnya, Sean tidak yakin ibu tirinya benar-benar peduli dengan kesehatan ayahnya atau hanya pura-pura baik saja. Entahlah? Mungkin itu hanya pikiran buruknya saja karena belum bisa menerima wanita itu sebagai ibu tirinya.Namun, saat ia memikirkan bagaimana giatnya nyonya Felicia dan Niko saat membujuk ayahnya untuk meminta mengelola hotel yang sekarang dikelolanya, membuat tak menyukai mereka dan terus berpikir buruk tentang mereka. Ia sendiri pun tak tega melihat ayahnya yang begitu keras menyatukan dirinya dan keluarga istri baru ayahnya itu. Renungan Sean berakhir saat menyadari mobil yang dikemudikan pak Sadin memasuki halaman rumah ayahnya.Sepi dan hening suasana depan rumah ayahnya. Sean langsung bergegas turun saat pak Sadin menghentikan kendaraanya, tepat di hadapan teras rumah tuan Alan. Pintu rumah yang terbuka lebar membuat ia memilih langsung masuk tanpa permisi.“Hai brother! Kamu sudah datang?” sapa Niko menyadari kemunculannya.Sean tersenyum sinis. Ia tak menghir
Read more
Niko Ditangkap
Sean tersentak. Ucapan ayahnya benar-benar mengejutkannya. Bagaimana tidak, selama ini tuan Alan selalu menjadi penengah antara dirinya dan ibu tirinya.  Bukan hanya Sean yang tersentak, kedua polisi juga terkejut. Seorang suami yang menunjukkan jelas rasa tak pedulinya pada istri dan anak tirinya. Terutama nyonya Felicia dan Niko. “Kamu tega berkata seperti itu, Mas?” suara nyonya Felicia terdengar kecewa. “Kamu sendiri yang memintanya! Apa aku harus menahanmu dan memihakmu juga? Sudah jelas anakmu bersalah, tetapi kamu masih melindunginya,” beber tuan Alan tak lagi bisa menahan sabarnya. “Tapi kalau Niko tidak bersalah bagaimana? Apa kata orang kalau dia dipenjara,” rengek nyonya Felicia. “Nyonya, tolong kerja samanya! Biarkan kamu membawanya. Jika memang saudara Niko tidak bersalah, kamu pasti akan melepaskannya secara hormat,&rdq
Read more
Menangkap Niko
“Apa maksud, Ayah? Kenapa ada polisi?” cecar Niko panik, kemudian ia menoleh pada ibunya. “Ibu, apa yang terjadi?” tanyanya makin panik.   Nyonya Felicia makin panik saat melihat kedatangan polisi yang sudah mendekat. Ia lalu menatap suaminya yang terlihat menahan amarahnya. “Mas, kenapa harus ada polisi sih? Kita kan bisa bahas ini secara baik-baik!” tanyanya.   Tuan Alan tak menjawab pertanyaan istrinya. Ia lantas menoleh pada Sean yang masih memasang wajah puas. Tuan Alan sama sekali tak menyalahkan anak lelakinya yang memasang wajah bahagia di hadapan wajah panik istri dan anak tirinya.   “Maafkan ayah, Sean. Ayah tidak bisa mendidik saudaramu dengan baik,” ucap tuan Alan dengan tatapan penuh sesal.   Sean menoleh pada ayahnya. Namun, tuan Alan sudah lebih dulu bangkit dari duduknya untuk menemui dua polisi yang datang ke rumahnya. Lelaki muda itu pun tersenyum haru, ayahnya mau memihak padanya.
Read more
Niko Bersalah
Sean tersentak. Ucapan ayahnya benar-benar mengejutkannya. Bagaimana tidak, selama ini tuan Alan selalu menjadi penengah antara dirinya dan ibu tirinya.  Bukan hanya Sean yang tersentak, kedua polisi juga terkejut. Seorang suami yang menunjukkan jelas rasa tak pedulinya pada istri dan anak tirinya. Terutama nyonya Felicia dan Niko. “Kamu tega berkata seperti itu, Mas?” suara nyonya Felicia terdengar kecewa. “Kamu sendiri yang memintanya! Apa aku harus menahanmu dan memihakmu juga? Sudah jelas anakmu bersalah, tetapi kamu masih melindunginya,” beber tuan Alan tak lagi bisa menahan sabarnya. “Tapi kalau Niko tidak bersalah bagaimana? Apa kata orang kalau dia dipenjara,” rengek nyonya Felicia. “Nyonya, tolong kerja samanya! Biarkan kamu membawanya. Jika memang saudara Niko tidak bersalah, kamu pasti akan melepaskannya secara hormat,&rdq
Read more
Sambutan Zia
“Setelah kamu pulang siang tadi, ayah menemui dokter Ryan. Dia menceritakan kejadian yang menimpa nona Zia. Dokter Ryan juga menunjukan hasil laporannya dari botol obat yang kamu berikan padanya,” penjelasn tuan Alan menjeda. Ia lalu menoleh pada arah kamar Niko. “Dokter Ryan menemukan lambang produksi obatnya dan ayah mengenali lambang tersebut,” Mulut Sean menganga. Kedua bola matanya membulat sempurna. Namun, ia tak berani menyela penjelasan ayahnya. Tuan Alan menceritakan tentang rasa penasarannya pada kakak iparnya hingga meminta orang kepercayaannya memeriksanya. Sean benar-benar terkejut. Walaupun sejujurnya ia sudah menduga kalau pelakunya adalah Niko. “Lalu apa yang terjadi dengan Niko dan kakaknya nyonya Felicia?” tanya Sean penasaran. “Jika terbukti perusahaan itu memproduksi obat tersebut tanpa izin, pastinya akan terkena sanksi pencabutan izin pr
Read more
Aku Menginginkanmu, Paman
Hanya pelukan singkat saja. Sean lantas memandangi seluruh tubuh gadis kecilnya dengan tatapan heran. Benar, bukankah seharusnya tubuh Zia masih terhubung dengan selang infus. Ia memeriksa bagian wajah, lengan dan tubuh lainnya dengan tatapan cemas. “Dokter Ryan tidak datang?” tanyanya cemas. “Ah, dokter ganteng yang tadi siang,” jawab Zia seraya memasang wajah tertarik.  Tentu saja  ucapannya membuat Sean menatapnya curiga. Lelaki itu tengah mencemaskan dirinya. “Tadi sore datang, dan saat memeriksaku, katanya aku tidak memerlukan cairan infus lagi. Dokter Ryan memujiku katanya aku adala pasien pertamanya yang kesehatannya cepat pulih,” jawabnya dengan tatapan berbinar-binar. Zia sengaja memancing rasa cemburunya Sean. Benar saja, tubuh Sean terasa terbakar. Ia lalu menyilangkan kedua tangannya di dada dan memandangi kesal pada gadis kecilnya.&nb
Read more
Permulaan Panas
“Kamu akan menyesal berkata seperti itu, Gadis Kecil!” peringat Sean membalas tatapan Zia.   Bibir Zia langsung mengatup. Tatapan Sean dipenuhi curiga. Jari jemari Sean menyingkirkan helaian rambut yang menutupi gadis kecilnya.   “Kamu yakin dengan ucapanmu?” tanya Sean memastikannya, membuat detak jantung Zia makin berpacu cepat.   Zia hanya mengangguk. Ia tak tahu apa yang direncanakan lelaki di hadapannya, yang jelas Zia hanya meyakini satu hal. Dia tulus menyukai Sean. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan.   “Kalau begitu saya tidak akan melepaskanmu. Sekarang dan selamanya, kamu adalah milik saya!” ucap Sean dengan tatapan nakalnya.    Gadis itu mengangguk kembali. Ia benar-benar memasrahkan hidupnya pada lelaki di hadapannya. Sean menempelkan telunjuknya pada bibir lembutnya Zia lalu membelainya lembut, hingga membuat detak jantungnya berpacu makin cepat dan suhu tubu
Read more
Malam Yang Panas
“Gadis nakal!” seru Sean dengan tatapan penuh nafsu. Zia tersenyum tipis. Ia kira lelaki itu tak menyukai tindakannya. Sean memilih duduk dengan bertumpu pada kedua kakinya yang mengangkangi tubuh gadis kecilnya.  Lelaki itu melepaskan kemejanya dan melemparnya secara sembarang pula. Kini ia hanya bertelanjang dada dan memilih melanjutkan kembali lumatan pada bibir Zia. Tangan gadis kecilnya menjalar meraba setiap inci dada bidang Sean dengan lembut. Sementara tangan Sean menyelusup ke belakang punggung Zia mencari resleting mini dress yang menutupi tubuh gadis kecilnya. Zia membusungkan dadanya dan sedikit mengangkat dadanya, memberi ruang agar lelaki itu bisa menurunkan resletingnya. Tetap, tanpa melepaskan tautan lidah keduanya, kedua tangan Sean menurunkan kedua lengan mini dress Zia dan menghentikannya di dada gadis kecilnya lalu menyudahi ciumannya lagi. Sean
Read more
Malam Panas Dan Panjang
“Apa? Kamu menyerah?” tanya Zia makin kesal. “Tentu saja tidak!” sahut Sean cepat. Tangan Sean langsung bergerak meraih pinggang Zia dan membawanya naik lalu memutar posisi mereka kembali. Tenaga lelaki itu terlalu besar, Zia tak sempat melawan. Wajah gadis kecilnya kembali memerah menenggelamkan rasa kesalnya. “Kamu berani memanggil nama lengkap saya, Zia Mustika!” serang Sean dengan tatapan nakalnya. Zia menggigit bibir bawahnya dan menurunkan pandangannya. Detak jantungnya berpacu makin cepat. Ia tak berani berpikir lebih jauh, apalagi menatap kedua netra Sean. Tangan kekar Sean meraih rambut gadis kecilnya dan mengumpulkannya ke atas kepalanya, kemudian menariknya paksa hingga gadis itu tersentak dan mendongakkan kepalanya hingga mengerang kesakitan. Zia refleks menatap wajah Sean.  Lelaki itu tersenyum puas dan pe
Read more
Kecemasan Zia
Sean mengerutkan dahinya. Kemudian ia mencoba menahan diri untuk tak tertawa. Gadis kecilnya sepertinya memang sedang cemas. “Memangnya kalau kamu hamil kenapa?” tanya Sean seraya menyilangkan kedua tangannya di hadapan dada. Sayangnya wajah cemas Zia makin membuatnya terlihat menggemaskan. Kedua ujung bibir Sean mengkerut tak lagi bisa menahan dirinya untuk tak tertawa. Namun, Sean masih bisa menahan suaranya untuk tak mengeluarkan tawa. “Paman! Aku serius dengan pertanyaanku,” suara gadis kecilnya merajuk. Ya, Sean harus bisa menghilangkan rasa ingin tertawanya. Ia berdeham kecil untuk menyingkirkan perasaan tersebut. Gadis kecilnya benar-benar terlihat cemas dan mulai ketakutan.  Sean menurunkan tubuhnya sembari memutar kursi Zia menghadap dirinya. Ia lalu berjongkok di hadapan gadis kecilnya yang masih duduk di kursinya. Tangan Sean meraih kedua t
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
20
DMCA.com Protection Status