Semua Bab Malam Panas Dengan CEO: Bab 131 - Bab 140
200 Bab
Zia Salah Paham
Sean memutarkan kedua bola matanya. Gadis kecilnya kembali menundukkan wajahnya. Tak lama, tangannya merasakan satu tetes cairan bening yang berasal dari netra gadis kecilnya. “Paman pasti sudah tahu ‘kan pekerjaan ibuku? Aku bahagia sekali saat tuan Alan berkata menyukaiku dan ia tak peduli dari mana aku berasal, tapi bagaimana jika tuan Alan tahu kalau aku adalah anak dari seorang mucikari. Itu pasti akan menghancurkan nama baikmu dan juga nama baik keluargamu,” Zia berkata dengan terisak.  “Maafkan aku, Paman. Aku egois dan tak tahu diri. Seharusnya aku berpikir panjang sebelum berkata menginginkanmu,” sesal Zia seraya menarik tangannya dari genggaman tangan Sean. Sean tertegun. Zia terdiam dengan air matanya yang semakin deras. Lelaki itu lalu meraih kembali dagu gadis kecilnya, tetapi gadis itu mengeraskan wajahnya. “Tuan Alan tidak akan tahu siapa ibumu
Baca selengkapnya
Zia Percaya
Sean memutarkan kedua bola matanya. Gadis kecilnya kembali menundukkan wajahnya. Tak lama, tangannya merasakan satu tetes cairan bening yang berasal dari netra gadis kecilnya. “Paman pasti sudah tahu ‘kan pekerjaan ibuku? Aku bahagia sekali saat tuan Alan berkata menyukaiku dan ia tak peduli dari mana aku berasal, tapi bagaimana jika tuan Alan tahu kalau aku adalah anak dari seorang mucikari. Itu pasti akan menghancurkan nama baikmu dan juga nama baik keluargamu,” Zia berkata dengan terisak.  “Maafkan aku, Paman. Aku egois dan tak tahu diri. Seharusnya aku berpikir panjang sebelum berkata menginginkanmu,” sesal Zia seraya menarik tangannya dari genggaman tangan Sean. Sean tertegun. Zia terdiam dengan air matanya yang semakin deras. Lelaki itu lalu meraih kembali dagu gadis kecilnya, tetapi gadis itu mengeraskan wajahnya. “Tuan Alan tidak akan tahu siapa ibumu
Baca selengkapnya
Zia Harus Yakin
Sean diam. Ia tak berani menjawabnya. Ia takut gadis kecilnya makin marah dan tak mau lagi mendengar penjelasannya.“Paman, jawab! Berapa banyak uang yang kamu berikan?” desak Zia sedikit meninggikan suaranya.“100.” “100? 100 apa? 100 dollars atau 100 juta? Tidak mungkin 100 ribu ‘kan?” tebaknya.Lelaki itu menaikkan pandangannya. Ia harus jujur dan memperbaiki segalanya. “100 juta rupiah,”Sean memberanikan diri menatap wajah gadis kecilnya. Zia tampak syok dan tak percaya. Gadis itu mengacak rambutnya frustasi. Ia sendiri belum pernah melihat uang sebanyak itu.“Kenapa kamu memberikannya, Paman?” suara Zia melemah. “Ya Tuhan! 100 juta rupiah itu bukanlah uang yang sedikit, Paman,”“Saya tidak punya pilihan lain, Gadis Kecil. Saya tidak ingin melihat kamu hidup dalam ketakutan dan kekecewaan,“ jelas Sean sungguh-sungguh.Zia kembali mengacak rambutnya frustasi. “Seharusnya kamu memberitahku kalau ibuku buat gaduh di rumah sakit. Aku bisa menenangkan ibuku tanpa harus memberinya uan
Baca selengkapnya
Let's Eat
Sean membalas lumayan gadis kecilnya. Namun, baru saja lidah mereka bertaut keduanya langsung menghentikannya dan melepaskan ciuman mereka. Cacing di dalam perut Zia tak memberi restu. Keduanya tertawa kecil. “Aku makan dulu, Paman,” ucap Zia malu-malu. “Sepertinya begitu,” sahut Sean seraya memutar tubuh gadis kecilnya. “Kayaknya, mie instannya sudah mengembang. Mau saya buatkan yang baru?” tawarnya. “Nggak usah, Paman. Cacing dalam perutku udah nggak bisa nunggu,” jawab Zia masih sedikit malu-malu. Bagaimana bisa dirinya tidak malu. Cacing dalam perutnya mengganggu saat ia baru saja memulainya lagi. Entah mengapa ia menjadi lebih berani pada pamannya. Sean menemani gadis kecilnya melahap mie instan buatannya. Lelaki itu bahkan memangku dagunya menatap wajah Zia. Gadis itu yang baru saja memasukkan suapan pertamanya langsung tersip
Baca selengkapnya
Agnes Dan Ibunya Zia
“Kamu ibunya dari penulis Zia?” pertanyaan yang tertuju pada Resa hampir membuat wanita paruh baya itu tersentak.Resa menatap wanita muda yang berdiri di hadapannya dan memandangi wajah serta tubuhnya dengan tatapan mencibir. Tentu saja wanita paruh baya itu membalas tatapan wanita muda itu yang tak lain adalah Agnes. Tak berapa lama kedua bola mata Resa membulat sempurna, hingga ia harus menutupi mulutnya yang menganga saat menyadari sosok wanita muda di hadapannya.Benar. Setelah Agnes mendapatkan informasi tentang gadis yang disukai oleh Sean. Uang dan kekuasaan ayahnya membuatnya lebih mudah menemukan informasi tentang Zia.“Mbak ini Agnes Putri, model terkenal yang lagi kena skandal yah?” tebak Resa seraya menunjuk wajah wanita muda itu. Tak lama ia menatap Agnes dengan tatapan mencibir.“Lancang sekali mulutmu!” geram Agnes dengan tatapan tajam.Resa mendesis dan menatapnya nanar. “Mbak yang lancang! Apa tidak takut kalau ada wartawan yang memergoki kamu berada di rumah bordil.
Baca selengkapnya
Balasan Untuk Ibunya Zia
“Mbak Agnes, aku beneran nggak tahu!” kekeuh Resa seraya memasang wajah bersalah. Seluruh tubuh Agnes makin memanas. Tampaknya Resa memang sengaja merampoknya. Namun, ia adalah orang yang pantang menyerah. Wanita muda itu merogoh tas tangannya lagi. Sementara Resa melirik sedikit dan mengintip ke arah Agnes. Tumpukan yang dikeluarkan Agnes lebih besar dari yang sudah ada di atas pangkuannya. Sayangnya, Resa masih memasang wajah menyesal. Mungkin ia belum puas dengan uang yang diterimanya. “Kamu benar-benar mau merampokku?” sentak Agnes tak bisa menahan sabarnya. “Mau gimana lagi, Mbak. Kalau memang nggak kenal, bagaimana dong?” sesal Resa seraya memasang wajah memelas lagi. Agnes menghela napas panjang. Ia lalu menatap ke arah sekelilingnya. Tangannya merogoh tasnya lagi. Namun, kali ini tangannya bukan meraih gepokan uang kertas, tetapi pisau
Baca selengkapnya
Selamatkan Resa
“Halo! Bu Resa ....”  Wajah Sean panik. Ia jelas mendengar suara Resa dari balik telepon berteriak. Zia yang berada di sampingnya mengguncang lengannya dengan tatapan lebih panik. “Paman, ada apa?” tanya Zia dengan tatapan cemas. Sean tak menjawab. Ia menatap layar ponselnya dan detik waktunya masih berjalan, tetapi tidak ada suara Resa di balik telepon tersebut. Sunyi tak ada suara lagi, hingga membuat Sean kebingungan dan makin panik. “Tidak ada suara lagi. Aku mendengar tadi ibumu menjerit,” ucap Sean makin membuat Zia cemas. “Apa terjadi sesuatu pada ibuku?” tanya Zia. Kedua bola matanya berembun. “Coba telepon lagi, Paman!” pinta Zia panik. Zia masih mempertahankan kedua bola matanya untuk tak menambah gelembung embunnya. Sementara Sean mencoba menghubungi nomor Resa. Tak ada jawaban. Lelak
Baca selengkapnya
Kecelakaan Resa
Zia menurut dan mengikuti langkah Sean. Dalam keadaan gelapnya malam, mereka menembus jalanan malam yang sepi. Wajah Zia yang cemas dan ketakutan terus menatap jalanan di hadapannya. Sean bahkan seperti kehabisan kata-kata. Ia tak mampu bersuara hanya untuk sekedar berkata menenangkan gadis kecilnya. Lelaki itu memilih fokus pada laju mobilnya yang sudah di luar batas kecepatannya dalam mengemudi. Mungkin karena dini hari jalanan kota masih sepi, hingga ia berani ngebut. Tidak! Sean juga diliputi cemas dan takut. Seharusnya ia mendengarkan dulu laporan dari anak buahnya tentang kondisi Resa. Namun, rasa penasarannya sedikit berkurang saat ia sudah melihat lampu tanda rumah sakit yang ia tuju. Wajah Zia yang sedari tadi diliputi cemas dan ketakutan, berubah bingung saat Sean melambatkan kemudi mobilnya dan bergerak menuju parkiran rumah sakit.  “Kenapa kita ke rumah sakit, Paman?” tan
Baca selengkapnya
Bukan Salah Sean
Gadis itu hanya mengangguk dan memasuki ruangan tersebut. Sean langsung menutup pintunya setelah yakin Zia sudah masuk ke dalam. Kemudian ia langsung menatap kedua orang kepercayaannya dengan tatapan penuh tanya. “Sekitar jam satu dini hari, nona Agnes menemuinya dan membawanya keluar dari rumah bordil. Kami hampir kehilangan jejaknya karena nona Agnes membawanya berkeliling ke arah yang tak terduga. Lalu saat kamu berhasil menemukan jejaknya, bu Resa sudah diturunkan di trotoar, saat itu datanglah motor yang melaju kencang ke arahnya dan memukul bu Resa hingga pingsan. Tampaknya mereka sengaja mencelakai bu Resa,” jelas Nugi, lelaki yang menyambutnya tadi. “Sebenarnya, saya curiga kalau mereka hanya berniat mencelakainya saja, Tuan,” sambung lelaki berpakaian hitam sebelahnya. “Maksudmu apa, Aldi?” tanya Sean cemas. Lelaki yang bernama Aldi terdiam. Ia seperti ten
Baca selengkapnya
Zia dan Ibunya
Air mata Zia mengalir deras menyaksikan ibunya terbaring di ranjang rumah sakit. Gadis itu langsung meraih tangan ibunya seraya membawa bobot tubuhnya berlabuh pada kuris di samping ranjang tersebut. Perlahan air matanya berkurang, menyadari Resa baik-baik saja saat ia merasakan hangat tangan yang sedang ia genggam.Ya, dia memang membenci ibunya karena masih menjalani pekerjaanya menjadi wanita malam dan mucikari. Namun, sebesar apapun rasa bencinya, Resa tetaplah ibunya yang sudah membesarkannya dulu dengan penuh cinta. Zia yakin ibunya pasti bisa menyadari kalau perbuatannya salah dan mau ke jalan yang benar.Zia menghapus sisa air matanya saat menyadari kelopak mata wanita paruh baya itu bergerak terbuka. Mungkin suara isaknya mengganggu tidurnya, tetapi biarlah. Setidaknya dengan cara itu ia bisa memastikan kalau ibunya tak terluka parah.“Zia?” suara pertama yang terucap dari bibir Resa.“Iya, Bu. Aku Zia,” jawabnya lembut dan halus diakhiri senyumannya.Air mata haru Resa mener
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
20
DMCA.com Protection Status