All Chapters of Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap: Chapter 21 - Chapter 30
74 Chapters
Bab 21
“Zara? Kamu disini? Ngapain?” tanya Mama mertua keheranan, anak nya yang satu ini bisa-bisa nya berada di toko bunga.“Zara lagi nyusul Farah. Mama sama siapa?!” tanya Mba Zara pula dengan bingung.Suara Mba Zara berbincang dengan Mama nya masih bisa kudengar dari sini. “Oh begitu? Mba Zara kerja sama kamu sekarang?” kataku pada Farah.Farah hanya mengangguk sambil tersenyum meyeringai. “Oke, baiklah. Aku akan pulang. Kasihan Mama nya Bang Rafi kakinya sudah kena tanah bekas pot yang kau senggol tadi. Nanti deh, aku certain semua sama Bang Rafi kejadiannya,” lanjutku, lalu melangkah menuju Mama mertua.“Mama nya Rafi? I-itu Mama nya Rafi dan Zara?” suara Zara masih memintaku menjelaskan.Aku menoleh kebelakang, lalu melayangkan senyuman lebar pada Farah. Lalu mengangguk mengiyakan pertanyaannya.Farah terlihat bingung dengan wajah bersalahnya itu. Tentu saja, karean Farah telah mengulang kesalahan yang sama se
Read more
Bab 22
Uhuk! Uhuk!Batuk kali ini memang benar-benar alami, reflek keluar karena terkejut dengan bisikan pelan namun penuh penahanan volume suara yang berisi amarah Mba Zara. Ingin tertawa tapi takut dosa. “Kamu gak papa, Fiza?” tanya Diandra dengan suara lembut dan khas miliknya yang khatir dengan batuk ku tadi.Aku menggeleng, ingin rasanya tertawa keras tapi kutahan. Khawatir Mba Zara makin jadi saja tingkah nya yang konyol dan bo*oh itu, dan semakin ingin aku tertawa nanti nya.Aku juga baru sadar apa yang Kiya ucapkan tadi, Mba Zara sangat kacau penampilannya. Karena sibuk meladeninya ngomong, aku sampai lupa mau menanyakan soal penampilannya itu?Aku memberi kode menggunakan tangan agar Diandra dan Mas David segera masuk ke dalam saja. Biar Mba Zara menjadi urusan ku dan Bang Rafi.Dengan sedikit bingung, akhirnya Diandra dan Mas David mulai paham, lalu segera masuk ke dalam rumah.“Fiza!!! Kau sengaja meledek ku depan D
Read more
Bab 23
Waktu berganti bulan dan tahun. Mama mertua makin sehat, anak-anak makin besar, Putra sudah masuk usia sekolah dasar. Dan Bang Rafi juga masih di perusahaan Sisil. Sementara aku diminta seminggu sekali untuk hadir ke perusahaan, karena Sisil yang meminta. Hanya sekedar memastikan adanya item baru di perusahaan. Ia ingin aku yang mengendalikannya, karena masih belum punya karyawan yang ia percaya yang mampu untuk itu. Dan, Bang Rafi tak keberatan, apalagi hanya empat kali selama sebulan aku harus kesana. Pun dengan Mas Dika, ia sudah menikah dengan Mba Yulia anak pemilik kontrakan. Usaha nasi gorengnya makin pesat. Kami masih sering diundang mereka untuk datang ke outlet baru yang dibuka dekat kawasan mall terdekat.Mas David dan Diandra juga sama, mereka makin kompak bertiga dengan Kiya. Kiya tumbuh jadi anak yang periang, pintar dan penyayang. Tak jarang pula mereka mengajak kami semua termasuk keluarga baru Mas Dika untuk silaturahim kerumah
Read more
Bab 24
“Kau yakin info dari Tia benar? Ini perusahaan punya adiknya?” lanjut rekannya bertanya pelan sambil terus melangkah.Kembali ku imbangi langkah mereka agar lebih mengetahui informasi dari mereka yang mencurigakan. Segera ku kirim pesan pada Sisil.[Kau mengundang Farhan? Aku sudah di dalam, tapi lagi nguping seseorang hal yang penting][Kau di mana? Nanti kita ketemu. Ada orang-orang Farhan bersamamu?][Ya, dan aku membuntuti mereka dibelakang. Tunggu di ruanganku, aku segera naik.]“Yakin sekali. Perusahaan ini harus jadi milik Bos. Jadi, yakinkan pemiliknya agar menjual sahamnya segera! Bila perlu semuanya,” rekan satunya lagi masih dengan tenang berbicara tanpa menoleh kearah lawan bicaranya. Tenang sekali.Baiklah, mari kita lihat siapa yang kuat! Batinku.Mereka berdua menoleh ke arahku yang dengan sigap pula aku pura-pura tak melihat karena segera masuk lift kantor. Sementara mereka masih bisa ku lihat sedang
Read more
Bab 25
Tatapan itu masih sama seperti dulu. Tampak garis senyum terukir disana, walau aku tahu pasti itu bukanlah senyuman. Pembawaan wajah yang proporsional sehingga walau tidak sedang senyum pun, ia akan tetap terlihat seperti sedang tersenyum. Tak heran, dulu banyak wanita cantik yang mengejarnya. Ah, sudahlah … tak ingin mengingat masa-masa itu.Segera ku alihkan pandangannya dengan segera. Pun dengannya. Segera mengalihkan netra nya ke langit-langit ruangan ini tepat pada lampu kristal yang menggantung dihadapannya.Sisil memandang ku sesaat, lalu bergantian menatap lelaki tadi. Aku hanya menundukkan wajah ku, seolah tak terjadi apa-apa. Memainkan benda pipih canggih ini menjadi pilihan tepat untuk mengurangi detak jantung yang berpacu sangat cepat.“Selamat siang juga! Baik Pak, tak masalah. Karena kita juga baru memulainya tujuh menit lalu,” Sisil memulai mengurai waktu yang sempat terhenti tadi. Aku menarik napas dengan lega, semoga
Read more
Bab 26
Mata Bang Rafi membulat. “Dek!” “Apalagi sih, Bang?” kataku sambil manyun ke arahnya.“Gak usah cari tau ke si Zach urusan proyek. Bukan kah sudah dia katakan kemaren?” ujarnya sedikit takut.“Hahahaha! Abang, Abang! Lucu deh! Memangnya mencari tau soal proyek itu kudu bicara sama Zach? Ya gak dong? Lagian kenapa emangnya Abang ngelarang?” kataku sambil tertawa.“Ya gak sih Dek. Khawatir aja ntar kamu …” lanjutnya dengan kata-kata menggantung.“Entar Adek suka sama Zach, gitu?” selidikku sambil nyengir. Karena aku hafal betul sama suamiku ini, setelah adanya proyek bareng Zach kemarin dia terlihat cemburu berat. Namun tak mau mengakui. Padahal yang ketemuan dia, yang ngobrol dia, dan yang nanganin proyek itu juga dia! Makanya aku suka sekali meledek suamiku ini. Cemburunya, itu tanda dia sangat mencintai dan menyayangiku.“Iya sih, Abang takut kamu jadi suka sama Zach,” akunya dengan suara datar padaku sambi
Read more
Bab 27
“Pak Amin? Jadi dari tadi, kok bapak gak tegur saya, Pak? Bapak sehat?” tanya ku pada sesosok orang tua yang baik dihadapanku ini.Beliau adalah pelayan dirumah Zach. Makanya aku kurang yakin dengannya tadi. Pak Amin jarang diminta Zach untuk menyupiri dirinya. Tapi sepertinya tidak untuk kali ini.“Ya ampun … jadi benar ini Mba Fiza? Saya tadi sudah memperhatikan Mba, cuma rada ragu, si Mba Fiza temennya Mas Zaky atau bukan? Maafin Bapak ya, kurang ngeh,” balas Pak Amin dengan antusias.“Dan … Zach? Mengapa bisa kesini?” tanyaku pula pada sosok pemilik senyum indah itu.“A-aku, aku dari tadi di mobil kok Za. Cuma minta Pak Amin aja yang ke sini,” ujar Zach sedikit kagok melihatku lagi, pun dengan ku yang rasanya tak mungkin akan bertemu dia lagi.Aku menatap Pak Amin dan Zach bergantian. Mengapa bisa?“Gini loh Mba, tadi kan waktu kecelakaan di lampu merah tadi itu, yang nyuruh Pak Amin anter ke rumah sakit ya Mas Zaky
Read more
Bab 28
Sepanjang perjalanan, Bang Rafi selalu sewot. Ia tak habis pikir dengan kakaknya satu itu. Niat hendak bicara baik-baik agar masalah nya selesai dengan cara kekeluargaan, malah buat ulah dan terus saja menyalahkan aku sebagai istrinya.Tentu saja suamiku itu marah besar. Ditolong agar cepat kelar, malah seperti dendam kesumat padaku. Benar-benar bikin emosi Mba Tia ini.“Ya sudahlah Bang, kita sudah bicara baik-baik pada Mba Tia kan? Urusan mau terima atau tidak, ya terserah dia lah … yang penting sebagai keluarga, kita sudah berusaha niat membantu,” kataku sedikit memberinya semangat, walau tidak begitu ngaruh dengan suasana emosi di hati Bang Rafi.Aku dan Bang Rafi tak jadi menikmati jalan-jalan. Dan akhirnya hanya pergi ke sebuah restoran khas Sunda. Karena rasa lapar telah memanggil-manggil ingin segera diisi. Bang Rafi menghentikan mobil ini ke jalur paling kiri parkiran rumah makan. Aku sedikit terfokus pada sebuah mobil yang tak asin
Read more
Bab 29
Farhan terlihat begitu terkejut. Tak menyangka aku akan kesini. Belum lagi Mba Tia yang tak kalah sama terkejutnya melihat adiknya pun hadir disini bersamaku.“Ini nih Bu, yang bikin anak Ibu kecelakaan! Mobil saya gak ada salah nya loh? Gara-gara Ibu ini membeli tisu nya Nana jadi Nana buru-buru pergi karena panik!” Mba Tia mulai mempengaruhi suasana, dan aku yakin itu karena dia sudah gugup duluan.“Apakah jika Nana panik boleh Mba Tia tabrak dengan mobil itu?” jawabku tajam pada matanya yang gelagapan.“Dan anda, Pak Farhan? Belum cukup kah urusannya dari soal saham hingga urusan Mba Tia yang memang jelas kesalahannya? Anda pria macam apa yang melindungi manusia yang telah menabrak anak kecil tanpa mau tanggung jawab?” ujarku pula bergantian menatap Farhan yang wajahnya panik.“Saham perusahaan kemarin yang mendadak anjlok itu Dek?” tanya Bang Rafi seolah baru ngeh dengan ucapanku.Aku mengangguk pada Bang Rafi.“Iya. Dia kerj
Read more
Bab 30
“Maksudnya Pak Rafi apa ya, Mba Fiza? Saya gak enak jadinya, apa mungkin Pak Rafi pusing dengan kehadiran Pak Farhan dan Bu Tia tadi ya?” kata Bu Nia yang terlihat bingung dengan ucapan suamiku barusan. Bahkan Bu Nia jadi merasa bersalah karena kejadian ini. Padahal sesungguhnya bukan itu semua alasan kalimat Bang Rafi tadi. Ya Tuhan, mengapa suamiku seperti itu ya jika nama Zach disebutkan dalam pembicaraan? Bahkan tadi Bu Nia baru menyebutkan dua huruf saja dari nama Zach? “Gak kok Bu Nia, tenang saja. Hehe, maksud suami saya, supaya Bu Nia dan Nana tidak lagi didatangi Pak Farhan, terutama Bu Tia yang melulu ngomel-ngomel bahkan mengajak Ibu dan Nana bekerjasama dengan beliau. Jadi, tenang saja ya,” balasku pada Bu Nia sambil nyengir tak jelas.Karena aku bingung dengan sikap suami ku itu kalau sudah menyangkut Zach. Pasti akan seperti itu terus. Padahal, Bu Nia tak mengerti apa-apa soal Zach yang namanya hampir sempurna disebutkan Bu Nia tadi.
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status