Semua Bab Cinta Untuk Sang Pendosa : Bab 71 - Bab 80
101 Bab
BAB 70 Alasan Aku Mencintaimu
Gilang begitu serius memperbaiki keran air di belakang rumahnya. Kemeja putihnya mulai basah akibat percikan air yang mulai naik.“Airnya sudah deras, Gilang,” ucap Nicha masih terus memperhatikan selang berwarna biru itu.“Benarkah?” Gilang berbalik.“Iya, lihatlah.” Gilang refleks menghindar setelah Nicha menyodorkan selang air tersebut kearahnya. “Hei, jangan begitu.”Keduanya saling bertatapan, itu memunculkan ide gila pada wanita dengan rambut yang diikat ke belakang menyisakan poni tipis tersebut.Ia kembali mendekatkan selang tersebut membuat kemeja dan juga celana jeans hitam Gilang mulai basah. “Nicha, hentikan!”Nicha tertawa puas setelah mengerjai pria itu. “Awas kau ya!” Gilang berlari mengejar Nicha mencoba merebut selang tersebut dari tangannya. Dress putih selutut milik Nicha, ikut basah akibat Gilang yang akhirnya berhasil merampas selang itu.Perang air tak bisa dihelai lagi, keduanya saling bergantian menyerang membuat seluruh tubuh mereka ikut basah.“Gilang, buatla
Baca selengkapnya
BAB 71 Rumah Sakit
Gilang masih memperhatikan wanita yang sedang menangis itu. Entah apa yang harus ia lakukan, entah bagaimana ia harus menyikapi hal ini, dia tidak tahu.Suara tangisan itu masih terdengar, bahkan belum berhenti sedikit pun sejak Rangga memutuskan untuk pergi.“Nicha, kau ingin aku mengantarmu ke ibumu?”Nicha menggeleng.Gilang mengangguk. Ia paham, mungkin Nicha ingin sendiri, apalagi ia baru saja meminta cerai pada suaminya.Mungkin Nicha sedang patah hati, bagaimana pun juga, dia pernah bermimpi untuk hidup bahagia dengan pria itu. Gilang sungguh paham bahwa Nicha, ingin sendirian.Perlahan ia mundur dan mulai bersandar di pinggir pintu yang masih terbuka, Gilang hanya diam tapi suara Nicha membuatnya ikut sakit hati.Hanya mengetahui kalau wanita yang dicintainya menangis untuk pria lain saja, Gilang sudah kesal mengetahuinya. Apalagi jika wanita itu meninggalkannya.“Gilang, kau bisa mengantarkan aku pada ibuku?”Nicha sepertinya berubah pikiran. Keduanya saling menatap seolah be
Baca selengkapnya
BAB 72 Apakah Cemburu
“Hei, tunggu!”Nicha dan Gilang menoleh melihat siapa orang yang memanggil mereka di rumah sakit itu.Seorang wanita cantik dengan rambut panjang yang terurai indah berdiri tepat dibelakang mereka. Matanya berkaca-kaca saat melihat tangan Gilang sedang memegang erat tangan wanita lain.“Zia?”“Kakak dari mana? tumben ke rumah sakit, apa kakak dipanggil?”“Emm tidak.. kami baru saja menjenguk seseorang di rumah sakit ini.”Zia mengerutkan alisnya tak paham, dari kejauhan Gilang bisa melihat kakak Zia yaitu Izzam juga sedang memantau mereka dari kejauhan.“Zia, aku harus mengantar Nicha pulang, kalau begitu sampai jumpa ya,” pamit Gilang.Tanpa persetujuan Zia, Gilang menarik tangan Nicha untuk menjauh dari wanita tersebut. Zia mengepalkan tangannya erat, kenapa sulit sekali baginya. “Harusnya aku yang di sana, bukan dia…”Jika dipikir-pikir lagi, Nicha bukanlah wanita baru dihidup Gilang, justru Zia lah yang menjadi wanita baru itu.Jika saja waktu bisa di ubah, Zia ingin bertukar deng
Baca selengkapnya
BAB 73 Tak Ingin Menyerah
Photo-photo di kebun binatang yang dulunya mereka kunjungi kini mulai terbakar sedikit demi sedikit, bersamaan dengan air mata photo itu menjadi abu.“Sial, kau benar-benar sialan Gilang.”Satu photo yang masih berada ditangannya, photo yang diambil pertama kali saat itu. Sebuah photo setelah Gilang berhasil melewati sidang skripsinya.Dia masih tak sanggup untuk menyingkirkan photo tersebut.“Kenapa aku melakukan ini, bahkan setelah wanita itu menikah rasa cintanya masih sama, ku pikir dia akan menyerah.”“Sepertinya sudah tidak ada harapan bagiku ya.”Zia mematikan lilin tersebut membiarkannya tetap di atas meja kerjanya. Ia menatap kertas sketsa yang masih kosong, Zia baru sadar jika kesedihannya ini sudah berlarut-larut hingga menganggurkan kerjaannya lagi.Jika kakaknya tahu, dia akan kembali dimarahi seperti anak kecil.“Apa benar yang di bilang pria itu?” Sudah beberapa kali Zia bertemu dengan Rangga, Zia tentu tahu permasalahan yang terlibat dengan Gilang, tapi ia tidak bisa m
Baca selengkapnya
BAB 74 Duo Kocak
“Kau serius ingin pergi ke rumah orang tua Gilang?” Suara itu terdengar tidak meyakinkan.“Aku benar-benar serius!” tekan Zia.“Tapi aku benar-benar lupa, itu sudah 15 tahun lalu Zia!” Henry sungguh frustasi.“Aku tidak pernah suruh kak Henry untuk mengingatnya, aku punya rencana lain.” Henry yang tadi menyandarkan punggungnya di kursi langsung menegakkan punggungnya menghadap gadis itu.Henry menatap Zia dengan penasaran.“Rencana?”“Ya, kita buntuti saja dia, Saat dia pulang kerja.”“Kau gila! Maksudmu kita akan berada dibelakangnya, dan dia akhirnya menyadari kita lalu dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan jadilah kita mengejarnya makin kencang melewati seluruh mobil yang ada dijalanan seperti di film-film.”“Tidak seperti itu juga bodoh!” Zia ingin sekali mencubit perut Henry saking kesalnya, bagaimana bisa orang sejenius Gilang punya sahabat gila seperti Henry ini.“Lalu seperti apa?” tanya Henry.“Seperti biasa saja, kita ikuti dia tanpa ketahuan,” jawab Zia enteng.
Baca selengkapnya
BAB 75 Kau Tak Pantas Untuknya
“Ini adalah pilihan yang terbaik. Ya, memang seharusnya seperti ini.”Nicha merasakan punggungnya dibelai oleh seseorang, ia tersenyum. “Terima kasih ya,” ujarnya pada pria itu.“Setelah aku terlepas darinya. Aku berjanji akan bersamamu,” lanjut Nicha.Gilang menunduk, rasanya ini benar-benar aneh. “Aku tidak pernah memaksamu secepat itu, istirahatlah sejenak, lakukan apa yang kau senangi, jangan memikirkanku.”Nicha menghentikan langkahnya begitu pun dengan Gilang, kini mereka terpat berada di depan pengadilan agama. “Aku sudah terlalu lama istirahat Gilang, aku ingin melakukan sesuatu yang aku senangi bersamamu dan aku tidak bisa tidak memikirkanmu, kau hidupku sekarang,” jelasnya.Gilang melongo tak percaya, ia menggeleng. “Kau bercanda ya, jangan membuatku terbang tinggi. Aku takut jatuh, kau tahu.” Setelah mengatakan hal itu, Gilang kembali melangkahkan kakinya menjauhi Nicha.Nicha tersenyum dengan lebar setelah berhasil melihat raut wajah merah pria itu. “Hei, kalau kau jatuh,
Baca selengkapnya
BAB 76 Ucapan Gadis itu
“Aku tidak pantas untuknya.”Entah sudah berapa jam Nicha duduk di lantai dingin itu. Ia memeluk lututnya sendiri saat suara Zia terus saja terdengar, ia ingin menutup telinganya namun itu percuma saja.Ia terus terbayang ucapan terakhir Zia. Ibaratkan Gilang adalah malaikat maka Nicha adalah iblisnya.Nicha menyadari suara mobil yang mendekat ke rumah, ia segera bangkit lalu berlari menuju jendela. Benar saja, Gilang sudah pulang, lebih cepat dari jadwal biasa ia balik.Nicha memperbaiki rambutnya yang agak berantakan dan mengelap air mata di pipinya yang sudah agak mengering.Ia mencoba tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa tadi siang.Setelah dirasa siap, Nicha segera membuka pintunya, menyapa lelaki itu dengan senyuman terbaiknya.“Selamat datang,” sapa wanita itu.Gilang tersenyum lalu membelai rambut Nicha seperti yang sudah ia janjikan.“Ini untukmu.” Gilang memperlihatkan Nicha sekotak terang bulan manis toping coklat yang baru saja ia beli di jalan.“Dan ini untuk Shiru,” lan
Baca selengkapnya
BAB 77 Seorang Sahabat
Henry memarkirkan motornya di samping rumah kediaman orang tua Gilang, dengan wajah yang begitu serius, ia menghela napas panjang. “Aku harus mengatakan ini pada Gilang, sebelum semua terlambat.”Dengan mantap, ia segera berjalan menuju pintu rumah sahabatnya tersebut, sebelum mengetuk pintu Henry sempat mendengar tawa Gilang di dalam rumah itu.Entah apa yang pria itu lakukan di dalam, tapi Henry belum pernah mendengar tawa Gilang sekeras itu.Ada keraguan di dirinya, ia kembali berhenti sejenak. Tidak seharusnya ia mencampuri urusan sahabatnya namun sebagai sahabat yang baik, ia tetap harus mengingatkan sahabatnya. Karena sepertinya Gilang sudah melampaui batas.Dengan berat, Henry mengetuk pintunya beberapa kali, hingga akhirnya Gilang mengintip di jendela dan mereka saling bertatapan.Gilang segera membuka pintu. “Henry, kenapa kau bisa ada di sini?” tanyanya kaget.“Apa kita bisa bicara sebentar?” tanya Henry.“Tentu, masuklah.” Gilang mempersilahkan untuk masuk namun Henry menol
Baca selengkapnya
BAB 78 Dosa Yang Kita Lakukan
“Ma-maafkan aku.” Gilang sampai memukul kepalanya sendiri dengan tangannya, ia khilaf. Apa yang telah ia lakukan adalah kesalahan besar, bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal hina pada wanita tersebut.Nicha hanya bisa melihat Gilang yang aneh. “Aku tidak apa-apa,” katanya.Gilang yang tadinya membelakangi Nicha dan menghadap dinding, melihat wanita itu tak percaya. “Kau tak marah?”Nicha tersenyum sembari menunduk, ia menyembunyikan wajahnya yang sejujurnya tersipu itu.Gilang menghela napas. Ia membelai rambut Nicha. “Lain kali, jika aku akan melakukannya lagi, tolong ingatkan aku ya,” ujarnya lembut.Nicha mengangguk saja, ia kagum dengan Gilang, jika saja pria lain mungkin mereka tak akan meminta maaf atau pun menyesali perbuatannya. Tapi Gilang, dia begitu menyesal hanya karena ciuman itu.Padahal Nicha sama sekali tidak keberatan.Ah… karena pikirannya itu, ia merasa seperti seorang wanita murahan. Ya, wanita murahan yang sedikit lebih beruntung karena bersama sosok pria seper
Baca selengkapnya
BAB 79 Tak Berdaya
“Hai, tante apa kabar.” Gilang dengan ramahnya masuk ke warung kecil di desa tersebut.Wanita yang disebut tante oleh Gilang itu sigap berdiri, ia melongo setelah melihat anak kecil yang dulunya sering bermain di sekitar rumahnya datang padanya.Ia memperbaiki daster selututnya lalu berjalan mendekati Gilang. “Gilang?” tunjuknya memastikan kalau tebakannya benar.Gilang tersenyum dan mengangguk. “Iya, tante benar. Aku Gilang.”“Bagaimana kabar tante sekarang?” tanya Gilang lagi, ia juga melihat-lihat apa yang sedang di jula oleh wanita tua yang sudah ia anggap seperti keluarga itu.“Baik nak, ku dengar kau sudah jadi dokter ya sekarang, kau hebat nak.” Wanita tersebut melihat Gilang begitu bangga.Setelah lulus kuliah Gilang sudah tak pernah datang di desa ini, wajar jika wanita itu baru saja melihat Gilang lagi selama beberapa tahun.“Aku mau beli mie, telur dan juga –“ Gilang berjalan-jalan melihat isi warung ibu tersebut. “Dan juga, susu putih ini.”Dengan sigap wanita itu langsung
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status