Semua Bab Tukar Jiwa: Dendam Nyonya di Tubuh Kepala Pelayan: Bab 81 - Bab 90
165 Bab
Bab 81 Like Mother Like Daughter
Di dapur Shanaz masih memikirkan tentang keputusan Lita memecat Yuni. Kasihan, perasaan itu bergelayut di benaknya. Shanaz memikirkan berbagai masalah yang akan dihadapi oleh Yuni jika tidak lagi bekerja. Wanita itu akan semakin banyak kebutuhan setelah melahirkan nanti.Tak ingin membuat perasaannya menjadi tak nyaman Shanaz memutuskan untuk menghubungi nomor ponsel Yuni. Tentu saja Shanaz menghubungi Yuni dari kamarnya, sebab jika di dapur Lita atau mantan ibu mertuanya bisa memarahinya. Ketika sampai kamar, Shanaz mencari kontak Yuni lalu menekan tombol panggil, tak langsung tersambung. Shanaz tak menyerah, ia terus menghubungi Yuni. Sampai di panggilan ke 3 Yuni mengangkat teleponnya."Bibi Yuni. Bibi Yuni apa kabar?" tanya Shanaz saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Yuni."Kabar Bibi, baik, Nabila. Bagaimana dengan kabarmu?" Yuni bertanya balik. "Baik, juga Bi," jawab Shanaz.Awalnya sambungan telepon mereka hanya soal basa-basi saja. Lalu Shanaz mulai masuk ke pokok
Baca selengkapnya
Bab 82 Mengalah
Shanaz membulatkan matanya. Shock dengan apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya yang ada di depannya. Apa maksudnya menyuruhnya untuk mengemasi barang-barangnya?"Ma–maksud Nyonya?" tanya Shanaz dengan suara tercekat."Dia tidak mungkin memecatku kan?" tanya Shanaz pada dirinya sendiri. "Apa ini ada hubungannya dengan kejadian tadi pagi? Apa ini karena ibunya Lita?" Berbagai pertanyaan berseliweran di kepalanya.Shanaz menunjuk dirinya sendiri. "Nyonya memecat saya?" tanya Shanaz pada Santi.Santi menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kepalaku bisa pusing jika terus menerus harus berganti karyawan. Kamu tahu, baru kali ini aku direpotkan dengan perkara seperti ini, sungguh memuakkan," jawabnya lalu mendengus.Shanaz mengelus dadanya sendiri, disertai dengan menghembuskan napas lega. Tadi jantung Shanaz hampir saja copot rasanya, saat ia mengira akan dipecat dengan cara seperti ini. Ini bukanlah soal uang. Dengan fisik Nabila yang masih muda, cantik, lincah dan otaknya yang cerdas bisa b
Baca selengkapnya
Bab 83 Tempat Baru
Ayah Fernando menyuruh Shanaz untuk duduk di ruang tamu, sekaligus ia mengorek informasi tentang apa yang terjadi. Dia kaget mendengar penjelasan dari Shanaz. "Astaga. Kenapa ibunya Lita bersikap semena-mena seperti itu?" tanya ayah Fernando tak mengerti. "Dan alasannya sungguh sangat konyol," lanjutnya dengan tertawa hampa. Shanaz hanya menanggapinya dengan senyuman."Aku harap kamu bersabar ya," ucap ayah Fernando. Shanaz mengangguk. "Iya, Tuan Besar. Terimakasih atas dukungannya.""Sama-sama. Ya sudah, aku mau pergi dulu. Kamu langsung pindahkan saja barang-barangmu ke kamar ya," ucap ayah Fernando sambil bangkit dari tempat duduknya."Baik Tuan Besar." Shanaz ikut bangkit dari tempat duduknya lalu pergi menuju ke kamarnya yang baru.Shanaz memindahkan pakaiannya ke lemari dengan kusen berwarna coklat. Setelah selesai ia ke dapur dan menemui asisten rumah tangga lainnya untuk berkoordinasi masalah pekerjaan. Kemudian memulai mengerjakan tugas-tugasnya.**Sore harinya, Lorenzo pu
Baca selengkapnya
Bab 84 Jangan Dekati Aku
Mata Lorenzo langsung berbinar-binar mendengar penjelasan dari ayahnya. Apa maksudnya masakan dari Nabila? Ada pelayan di rumah ini, apa mungkin harus mendatangkan masakan dari kepala pelayan itu? Banyak spekulasi yang dipikirkan oleh Lorenzo."Sekarang Lorenzo yang tidak mengerti dengan penjelasan Ayah," ucap Lorenzo dengan raut wajah kebingungan. "Nabila dipindah tugas ke rumah ini, dan mungkin saja dia yang memasak tadi," sahut ayahnya.Diam-diam Lorenzo mengulum senyumnya, saat ayahnya sedang sibuk makan. Wanita yang tadi dia rindukan karena berpisah tempat rumah, kini kembali bertemu di satu atap. Apa artinya ini adalah jodoh?Lorenzo menyantap makanannya cepat-cepat. Tujuannya agar segera dapat menemui Shanaz. Ayah Lorenzo sampai menatap heran. "Makanannya enak sekali ya? Sampai kamu selahab itu?" Lorenzo tertawa tipis, lalu mengangguk. "Iya Ayah," jawabnya dengan lugu. Ia berusaha menormalkan kembali wajahnya, agar tak terlihat aneh di depan ayahnya.Padahal tadi ayahnya yang
Baca selengkapnya
Bab 85 Menghindar
"Lebih baik Anda buang saja jaket itu Tuan, daripada merepotkan Anda," jawab Shanaz.Jantung Lorenzo bagai dihantam batu, mendengar kata-kata yang keluar dari mulut wanita yang ada di depannya. Wanita yang terbiasa berkata santun tega memilih kosa kata seperti itu, hampir sulit dipercaya.Lorenzo tertawa hampa. Lalu menganggukkan kepalanya. "Okey," ucapnya. Tersenyum pahit. "Maaf Tuan, saya mau kembali ke kamar saya. Permisi," pamit Shanaz lagi. Ia juga merasakan sakit yang sama dengan yang dialami oleh Lorenzo, tetapi ia tak punya pilihan lain.Sekuat hati dia berjalan ke kamar dan menahan rasa sesak yang memenuhi dadanya. Shanaz membuka pintu kamarnya cepat-cepat. Menguncinya lalu merebahkan tubuhnya dengan kasar di atas kasurnya.Shanaz menggelengkan kepalanya di dalam bantalnya, agar tangisnya tak dapat didengar oleh orang lain. Ia meluapkan perasaan yang tertahan itu. Shanaz merasa dirinya orang paling jahat sedunia saat ini.Shanaz memukul-mukul kasurnya, merasa terluka sendiri
Baca selengkapnya
Bab 86 Pergi Tanpa Pamit
Damar menyetujui cuti yang diajukan oleh kepala pelayan yang ada di depannya. Bukankah tidak manusiawi jika melarang seseorang yang ingin pulang karena mengantar neneknya ke peristirahatan terakhirnya? "Jadi itu alasanmu menangis sampai mata kamu seperti itu?" tanya Damar menunjuk ke wajah Shanaz."Benar, Tuan Besar. Karena saya merasa sangat kehilangan nenek saya," jawabnya."Baiklah kalau begitu. Kamu bisa pulang sekarang," ucap Damar. Kamu bisa minta supir untuk mengantarkan kamu pulang," lanjutnya. "Terimakasih atas izin yang Tuan berikan kepada saya. Akan tetapi saya bisa pulang sendiri Tuan," tolak Shanaz dengan halus."Aku sungguh ikhlas memberikan bantuan, tolong terimalah," ucap Damar.Shanaz menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan. Sekali lagi terimakasih." Ia tetap pada pendiriannya.Damar mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Saya harap kamu dan keluarga diberikan kesabaran ya. Dan semoga nenek kamu beristirahat dengan tenang," ucapnya."Amin Tuan. Terimakasih atas doa tulus
Baca selengkapnya
Bab 87 Kejutan Di Pagi Hari
Nama Lorenzo tertera di layar ponsel Shanaz, ia masih bergeming dan enggan untuk mengangkatnya. Namun pertanyaan dari ibunya Nabila membuatnya terhenyak. "Hah? Iya Ibu tadi tanya apa?" tanyanya tak mengerti.Ibunya Nabila menghela napas. "Ibu tanya siapa yang menghubungimu?" Mengulangi lagi pertanyaannya.Shanaz tertawa canggung. "Oh, itu. Dari majikan Nabila, Bu," jawab Shanaz dengan jujur. "Tidak kamu angkat?" tanya ibunya Nabila menatap wajah Shanaz dengan intens. Shanaz tak kunjung mengangkat teleponnya, meski Lorenzo tak menyerah untuk menghubunginya.Shanaz menggelengkan kepalanya. "Kalau Nabila angkat dia pasti datang ke sini," jawab Shanaz.Bola mata ibunya Nabila membulat, saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut anaknya. Majikan yang mana yang dimaksudkan? Karena yang ibunya Nabila ketahui majikan anaknya telah beristri dan akan mempunyai anak. "Majikan kamu yang mana yang dimaksud Nabila? Tuan Fernando?" Lalu Ibunya Nabila berusaha berpikiran positif bahwa yang mengh
Baca selengkapnya
Bab 88 Mencari Informasi
Mata Lorenzo membulat. Terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh pelayannya mengenai Shanaz. Rasanya seperti disambar petir di siang bolong. "Ada apa dengan gadis itu? Kemarin dia dingin dan seolah menghindariku. Sekarang malah pergi tanpa pamit. Ada masalah apa sih?" Begitu banyak pertanyaan di dalam kepalanya, membuat kepalanya terasa seperti berputar dan menjadi pusing."Dia tidak mengatakan apa-apa padaku. Pergi jam berapa Nabila? Dan ke mana? Lalu apa alasannya mengambil cuti?" Lorenzo memberondong pelayan di depannya dengan banyak pertanyaan, membuat dia bingung harus menjawabnya dari mana dulu. Dia bahkan terlihat gelagapan."Mbak Nabila bilang pulang mendadak karena neneknya meninggal dunia Tuan," jawab pelayan itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shanaz tadi.Neneknya meninggal tetapi dia tidak mengatakannya padaku? Pikir Lorenzo. "Dia membangunkan aku tidak, sebelum pergi tadi?" tanya Lorenzo penasaran.Saat ini Lorenzo masih berpikiran positif bahwa tadi kepala pela
Baca selengkapnya
Bab 89 Berbohong Demi sebuah Kedamaian
Yang punya nama langsung menoleh saat dipanggil namanya. Ada perasaan malas bersarang di dalam hatinya, saat bertanya kepada lelaki yang merupakan kakaknya tersebut. "Ada apa kak?" Lorenzo saat ini tidak memedulikan wajah adiknya yang terlihat ogah-ogahan, dan terkesan malas menanggapinya. Dia bahkan rela menurunkan egonya demi mendapatkan informasi mengenai alamat tempat tinggal ibunya Nabila.Alih-alih menjawab pertanyaan dari adiknya, Lorenzo malah mengajak adiknya bicara berdua, agar tidak terganggu oleh orang yang menurutnya tidak berkepentingan dalam hal ini. "Ikut aku sebentar ke ruangan kerjamu." "Kamu sarapan duluan saja kalau sudah lapar," ucap Fernando kepada Lita, sebelum dirinya menerima ajakan dari kakaknya.Lita mendengus, sambil memutar bola matanya, akibat kesal dengan tindakan 2 lelaki di depannya. "Kalau dia datang hanya membuat masalah saja!" Karena benar-benar lapar, ia melangkah ke ruang makan dan makan mendahului Fernando, seperti yang disuruh oleh suaminya ba
Baca selengkapnya
Bab 90 Apakah Itu Cinta?
Lita menunjukkan raut wajah kecewa, namun tetap menerima keputusan Fernando. Ucapan suaminya ada benarnya, harusnya dia patut bersyukur karena suaminya menyuruhnya tak ikut. Acara pemakaman adalah acara yang membosankan. Di saat hamil besar seperti ini lebih nyaman rebahan di atas kasurnya yang empuk."Baiklah, kalau begitu. Aku tidak akan ikut," ucap Lita.Jauh di dalam hati Fernando merasa lega, karena istrinya tak jadi merengek untuk ikut dengannya. "Kalau begitu aku siap-siap dulu, ya," pamit Fernando lantas berlari ke arah kamarnya untuk mengganti baju.Beruntung tadi ia bangun lebih awal, jadi tak memerlukan waktu lama bagi fernando untuk berganti baju. Pakaian yang dikenakan oleh Fernando tak jauh beda dengan Lorenzo. Bernuansa serba hitam. Fernando menghampiri istrinya yang ternyata belum beranjak dari tempat duduknya di ruang makan. "Aku pergi dulu ya," pamit Fernando. Ia pergi setelah mengecup puncak kepala istrinya. "Iya," sahut Lita irit kata. Akan tetapi Fernando mera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status