Semua Bab Tukar Jiwa: Dendam Nyonya di Tubuh Kepala Pelayan: Bab 71 - Bab 80
165 Bab
Bab 71 Sebuah Bentuk Perhatian
"Kamu sampai kedinginan seperti itu karena aku," ucap Lorenzo. "Kalau begitu ayo kita kembali ke apartemenku," ajak Lorenzo.Shanaz mengangguk. Setelah itu ia dan Lorenzo bangkit dari tempat duduknya dan beranjak menuju ke jalan keluar taman. Keindahan taman itu kini tak lagi dapat dirasakan oleh Shanaz. Pipinya sudah menjadi pucat, dan bibirnya membiru dan kering.Melihatnya Lorenzo menjadi tidak tega. Tetapi saat ini dia tak membawa jaket, dan hanya mengenakan kaos oblong dengan lengan panjang. Lorenzo berdecap, dia harus bertanggung jawab atas semua ini, atau wanita yang ada di sampingnya ini akan jatuh sakit karena kedinginan.Lorenzo mendekap tubuh Shanaz dari samping dengan begitu erat. Niatnya untuk mengurangi rasa dingin yang dirasakan oleh , ,wanita itu. Tetapi sebelum itu tentu saja Lorenzo terlebih dahulu. "Nabila, maafkan aku, aku melakukan ini karena tak ingin kamu sakit," ujarnya. Meskipun Lorenzo tak menunggu izin keluar dari mulut Shanaz.Shanaz terkejut dengan perlaku
Baca selengkapnya
Bab 72 Keahlian Yang Tak Diketahui
Terdengar knop pintu diputar, lalu Lorenzo masuk ke dalam apartemen. Shanaz menoleh ke arahnya dan bertanya perihal masakan yang tersedia di atas meja. "Tuan Lorenzo pagi-pagi order makanan dari mana?" tanyanya penasaran."Aku tidak membelinya dari luar. Melainkan memasaknya sendiri tadi," jawab Lorenzo.Shanaz yang terkejut dengan pengakuan Lorenzo tanpa sadar sampai lupa mengatupkan mulutnya. Ekspresi wajahnya yang lucu sampai membuat Lorenzo tak dapat menahan tawanya. "Hahaha. Tolong tutup mulutmu, aku khawatir nanti akan ada lalat yang masuk," ucap Lorenzo membercandai Shanaz.Sontak Shanaz langsung menutup mulutnya. Permukaan wajahnya kini berubah menjadi merah muda karena malu. "Tidak akan ada lalat di rumah sebersih dan serapi ini Tuan," sahutnya."Anda sudah pasti berbohong kan?" tanya Shanaz.Lorenzo pura-pura tidak mengerti. "Sungguh, aku takut mulutmu kemasukan serangga," jawab Lorenzo.Shanaz terkekeh. "Bukan soal itu Tuan Lorenzo. Yang saya maksud tentang masakan ini," je
Baca selengkapnya
Bab 73 Kemurkaan Ibu Lorenzo
"Dari Nyonya Besar Tuan Lorenzo," jawab Shanaz setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya."Minumlah dulu," suruh Lorenzo setelah melihat wajah Shanaz yang terlihat cemas.Shanaz mengangguk menurut. "Iya Tuan," sahutnya, lalu mengangkat ponselnya."Jam segini kamu tidak ada di rumah kamu ke mana saja sih?!" Santi langsung memarahinya saat sambungan teleponnya terhubung dengan Shanaz."Sa–saya, sedang ada di–"Kalimat Shanaz terpotong, karena Lorenzo mengambil paksa ponselnya. Lalu berbicara dengan ibunya. Dia merasa harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang menyuruh Shanaz menemaninya di apartemen. Meskipun hatinya sebenarnya masih sakit hati terhadap wanita yang baginya sangat berarti dalam hidupnya."Maaf Ibu. Nabila dari semalam bersamaku. Tapi Lorenzo janji akan segera memulangkannya," jelas Lorenzo."Kamu ini membuat masalah saja. Kamu pikir dia tidak punya pekerjaan bisa seenaknya saja kamu bawa pergi ke mana-mana?" Santi mengomel panjang lebar di ujung telepon. "
Baca selengkapnya
Bab 74 Sebuah Pilihan
Pagi ini Lita sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, tetapi harus kontrol secara rutin. Ibunya Lita, ayah dan ibu Fernando, juga Fernando berkumpul di ruang perawatan Lita untuk menjemputnya. Ibu Fernando menunggu perawat melepas selang infus. "Terimakasih, Suster," ucap ibunya Fernando setelah tugas perawat selesai. "Sama-sama, Nyonya," sahut perawat dengan disertai senyuman. Lalu setelah itu berjalan keluar dari ruang perawatan Lita.Santi memberikan kode kepada asistennya untuk mengantar perawat keluar dari ruangan. Setelah itu menutup kembali pintunya. Kemudian Santi berdehem untuk mengurangi rasa canggungnya sebelum bicara."Lita, Ibu akan memberikanmu sebuah tawaran," ucap Santi memulai percakapan.Firasat Lita sebenarnya mulai tak enak. Akan tetapi lebih tidak enak lagi jika ia bersikap tidak baik pada ibu mertuanya itu bukan? Ia kemudian pura-pura menurut. "Tawaran apa Bu?" tanyanya."Kamu mau memilih tinggal di rumah lama. Atau rumah baru tapi Ibu yang pilihkan?" Santi ber
Baca selengkapnya
Bab 75 Sebuah Syarat
Lorenzo mengikuti ke mana ibunya menarik tangannya, duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Ayah Fernando yang tidak nyaman dengan situasi ini hanya dapat berbisik di telinga istrinya dan berkata, "Ibu, tolong bicaralah baik-baik pada anak kita," ucapnya menasehati istrinya yang terlihat sedang dikuasai emosi.Santi menaikan satu sudut bibirnya. "Anak kita kamu bilang?" batinnya. "Mungkin yang kamu maksud anakmu," lanjutnya. Tentu saja masih di dalam hatinya. Saat ini dia belum punya nyali untuk mengatakannya di depan suaminya langsung. Tetapi entah nanti, saat situasinya sudah mendesak dan Lorenzo tak bisa diajak berkompromi.Seluruh anggota keluarga, dari mulai ibunya Lita, Fernando dan Lita ikut duduk melingkar di ruang tamu tersebut, menempati sofa yang masih kosong. Sementara Shanaz yang kini posisinya hanyalah sebagai seorang pelayan, dengan sadar meninggalkan ruang tamu menuju dapur untuk membuatkan minuman. Sesaat setelah sudah selesai dengan acara penyambutannya.Di ruang tamu,
Baca selengkapnya
Bab 76 Perpisahan
Shanaz gugup saat mendengar ucapan Lorenzo yang mengatakan ingin menikah dengan wanita impiannya. Ia hanyut dalam pikirannya sendiri, sampai tidak sadar menumpahkan satu cangkir minuman. Teh hangatnya membasahi lantai. Shanaz meminta maaf berulangkali."Sungguh maafkan saya Tuan, Nyonya," ucap Shanaz dengan wajah panik.Fernando menganggukkan kepalanya, tak ingin masalahnya semakin berlarut-larut. "Iya, iya. Kamu kembali ke belakang dan segera bersihkan ya," sahutnya.Ayah Fernando ikut menanggapinya. "Kamu suruh saja pelayan lain untuk membersihkannya ya, karena aku lihat wajahmu pucat seperti itu." Ia mengamati wajah kepala pelayannya yang memang sudah berubah menjadi pucat. "Apa kamu sedang sakit?" tanya ayah Fernando penasaran.Shanaz menggelengkan kepalanya. "Sama sekali tidak Tuan," jawabnya.Ibunya Fernando marah, karena suami dan anaknya malah sibuk dengan urusan orang lain. Sedangkan Lorenzo yang biasanya perhatian kepada Shanaz saat ini hanya tertunduk dan tak memberi tangga
Baca selengkapnya
Bab 77 Bersandar Sejenak Saja
Entah karena kasihan, atau karena alasan lainnya. Shanaz membiarkan pundaknya menjadi tempat bersandar yang nyaman untuk Lorenzo. Meskipun saat ini rasanya hatinya seperti tersengat listrik. Sekuat tenaga Shanaz menahan perasaannya.Sementara itu Lorenzo merasakan kedamaian dan perasaannya menjadi lebih tenang. Ia kemudian melepaskan pelukannya perlahan. Karena menyadari sebenarnya tidak pantas melakukan hal ini kepada wanita yang tidak mempunyai status apapun dengannya. "Maaf dengan sikapku yang cengeng dan kekanak-kanakan ini," ucapnya kepada Shanaz.Shanaz mengangguk. "Saya tidak merasa seperti itu Tuan," elaknya."Laki-laki maupun perempuan sama saja Tuan. Mereka bisa merasakan kesedihan. Itu manusiawi," imbuhnya memahami apa yang dirasakan oleh Lorenzo saat ini.Lorenzo tersenyum. "Kamu benar. Terimakasih ya," ucapnya. Shanaz menjawabnya dengan anggukan.Shanaz dan Lorenzo kemudian menepikan barang-barang yang akan dibawa oleh Lorenzo ke sudut ruangan. Setelah itu Shanaz meminta
Baca selengkapnya
Bab 78 Hubungan Kakak Adik Yang Tak Harmonis
Shanaz menoleh ke sumber suara. Fernando memanggilnya sambil berdiri di depan pintu. Shanaz berjalan mendekat. "Iya Tuan?" tanyanya."Buatkan aku segelas jus buah ya. Pagi ini tiba-tiba aku ingin minum jus itu," jawab Fernando sambil mengurut kerongkongannya yang sudah terasa kering. "Baik, Tuan Fernando. Saya akan buatkan," sahut Shanaz. "Aku tunggu di kolam renang," ucap Fernando. Shanaz mengangguk patuh. Kemudian ia berjalan melewati Fernando dan masuk ke dalam rumah. Dia mulai berjalan menuju ke dapur. Terdapat kulkas besar berwarna silver. Bahkan benda kotak tersebut tingginya melebihi Shanaz. Shanaz membuka pintunya. Dengan teliti matanya memindai isi lemari es tersebut, demi memilih buah-buahan yang segar dan lezat. Shanaz tersenyum ketika mendapatkan apa yang diinginkannya. Setelah itu ia mengambil buah-buahan pilihannya dan tak lupa menutup kembali pintunya.Shanaz memblender buahnya, setelah mencuci bersih dan mengupasnya, hingga terciptalah jus buah yang segar. Shanaz m
Baca selengkapnya
Bab 79 Menjaga Hati
"Kamu harus segera datang ke butik," jawab ibunya Fernando di ujung telepon."Ibu saat ini ada di butik langganan kita kan?" tanya Fernando."Iya benar. Memangnya butik yang mana lagi," jawab ibunya dengan nada malas."Jadi untuk apa Fernando harus datang ke sana Bu? Mereka sudah hafal ukuran baju yang pas untukku," jelas Fernando."Tetap saja. Kita harus diskusikan model baju yang kamu sukai," ucap ibunya Fernando bersikukuh."Sudahlah Bu. Tidak masalah, Fernando akan terima dengan senang hati baju pilihan ibu atau Lita. Fernando percaya dengan selera kalian." Fernando tetap bersikukuh dengan pendapatnya juga."Seharusnya kamu jangan seperti ini. Kamu harusnya terlibat juga dalam persiapan acara pesta ini." Terdengar ungkapan kekecewaan dari mulut ibunya Fernando. Karena tak ingin berdebat akhirnya ibunya Fernando menyerah. "Ah, ya sudahlah." Ibunya Fernando mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Fernando menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia tak terlalu memedulikan rea
Baca selengkapnya
Bab 80 Istri Idaman
Shanaz dan Fernando menoleh ke arah ibunya Lita, yang menatapnya dengan tatapan curiga. Lebih tepatnya menatap Shanaz seperti pencuri yang tertangkap basah. Shanaz menjelaskan dengan memasang wajah yang lugu. "Saya sedang mencarikan baju kerja untuk Tuan Fernando, Nyonya?" "Seharusnya bukan kamu yang menyiapkan," ucap ibunya Lita membela diri. Ia menatap sinis ke arah Shanaz.Tadi ibunya Lita masuk duluan, lalu melihat Shanaz sudah berada di dalam kamar bersama dengan Fernando. Entah mengapa ibunya Lita tak menyukai kehadiran Shanaz, karena sosok Nabila yang masih muda dan cantik. Ia berpikir meskipun hanya seorang pelayan, tetapi bisa saja Fernando tergoda, pikirannya.Mulut Fernando menganga karena, tak tahu bagaimana harus menjelaskan masalah sepele ini. Beruntung ibunya Fernando masuk bersama dengan Lita. Samar-samar ia mendengar keributan yang terjadi. "Ada apa ini Bu?" tanya ibunya Fernando penasaran.Fernando tetap diam, dan menunggu ibunya Lita menjelaskan, daripada masalah b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status