All Chapters of Skandal Cinta Pengantin Pesanan: Chapter 31 - Chapter 40
80 Chapters
Ledakan Amarah
Mungkin ini hanya perasaannya saja atau udara baru saja tiba-tiba meningkat suhunya? Ledakan testosterone mengelilingi mereka sampai Hannah merasa ngeri dengannya.“Apa aku melewatkan sesuatu? Sepertinya temanmu in—““Dia bukan temanku,” potong Hannah cepat, terlalu cepat sampai membuat Sebastian menyipit.Hannah yang gelagapan buru-buru memperbaiki kesalahannya. “Maksudku dia hanya pelanggan yang ingin dibuatkan rancangan design gaun pertunangan. Tunangannya ada di sana.” Tidak tahu kenapa ia harus menjelaskan sampai sedetil itu, Hannah menunjuk Cassy yang sibuk mengamati gaun-gaunnya yang ada dipajangan.“Ngomong-ngomong aku tidak tahu kau akan datang,” lanjut Hannah hanya agar ia bisa mengatakan sesuatu. Apa pun untuk menghindari pertanyaan menyelidik Sebastian.Sebastian menatap jam tangannya, sama sekali tidak memedulikan Aston yang sejak tadi menatapnya dengan mulut menganga.“Aku bermaksud mengajakmu makan siang, tapi sepertinya kau sedang sibuk.”“Tidak, aku akan selesai seben
Read more
Hannah Menghilang
Ini buruk. Amat sangat buruk.Ia tidak tahu kekacauan seperti apa yang lebih buruk dari ini. Ia merasa seseorang menjerat kedua kakinya dengan rantai, menolak memberinya kebebasan untuk melangkah. Tersesat mungkin istilah yang tepat saat ini.Sebastian mengusap wajahnya. Bayangan saat ia hampir menampar Hannah kembali menghantuinya. Rasa bersalah menggerogotinya seperti sebilah pisau yang ditancapkan dalam dadanya.Ia kehilangan kendali dan sekarang Hannah marah padanya. Apa ia bisa menyalahkan wanita itu? Tidak. Meski kata-kata Hannah kejam dan menyakitkan tapi pukulan fisik bukanlah sesuatu yang akan ia gunakan pada wanita tidak peduli betapa menjengkelkannya wanita itu.Sebastian mengusap wajahnya. Sesaat ia menatap bayangan wajahnya di cermin.Kau hampir memukulnya. Bukankah sorot mata ketakutan wanita itu mengingatkanmu pada seseorang?Sebastian kembali memejamkan matanya. Kepalanya mungkin akan pecah karena banyaknya emosi yang menghantam dalam satu waktu dan semua diperparah de
Read more
Pertolongan Sebastian
“Tidak anak-anak, impian setiap orang selalu berharga tidak peduli betapa sepelenya hal itu terdengar, kalian mengerti?”“Mengerti Miss Evans.”Hannah tersenyum lebar menatap 30 anak yang terlihat bersemangat mendengar arahannya.“Sekarang aku ingin kalian menulis berapa banyak impian yang kalian miliki saat ini dan setelah itu kita akan membacakannya di depan. Satu per satu. Apa itu bisa dimengerti?”Terdengar seruan penuh persetujuan yang membuat senyum Hannah mengembang. Tidak peduli seburuk apa suasana hatinya anak-anak selalu berhasil membuatnya merasa lebih baik.“Miss Evans kami harus menyelesaikannya hari ini juga?”Hannah menatap jam tangan mungilnya. Sebentar lagi jam kunjungannya habis. “Tidak, kita bisa melanjutkannya besok anak-anak. Nah, sebagai pengingat, siapapun yang tidak mengerjakan tugas akan selalu ada konsekuensi untuk setiap tindakan. Kalian ingat itu anak-anak?”“Baik Miss Evans.”Tepat saat itu suara bel terdengar menggema di penjuru gedung. Setelah sekali lag
Read more
Sebastian Datang
Hannah mondar-mandir di ruang tamunya sembari mengigit kuku tangannya. Tiga puluh menit berlalu, mobil wartawan itu masih bertahan di halaman rumahnya. Kali ini siapa yang akan datang? Dulu saat ia meminta tolong, Sebastian mengirim selusin para pengawal untuk melindunginya sekarang apa? Dua lusin para pengawal?Ketakutannya semakin meningkat. Mungkin Sebastian terlalu marah untuk mengirim bantuan ke sini? Jika seperti itu sekarang tidak ada harapan. Ia harus turun tangan sendiri sebelum para gerombolan watawan itu menyerbu panti asuhan.Hannah menarik napas panjang, bersiap membuka kunci pintunya saat telinganya mendengar suara mobil. Hannah menajamkan pendengarannya. Suara mobil itu bukan mendekat, sebaliknya justru menjauh.Ia mengintip lewat tirai dan melihat saat gerombolan wartawan itu meninggalkan halaman rumahnya dengan buru-buru. Rasa takjub membuat mulutnya terbuka. Apa yang terjadi? Kenapa mereka pergi?Hannah baru akan menelepon Sebastian saat ia mendengar pintu rumahnya d
Read more
Mari Kita Berpisah
Ini pertama kalinya ia melihat Sebastian tertidur dalam jarak sedekat ini. Tangan pria itu mendarat di pinggangnya. Deru napas teratur menggelitik wajahnya. Hannah tersenyum lembut, merasa bahagia karena melihat Sebastian nyaman di tempat ini. Rumahnya yang sederhana.Tangannya gatal ingin menjelajah wajah Sebastian tapi tahu tindakan itu hanya akan membuat Sebastian terjaga. Hannah berbaring berbantalkan lengan Sebastian. Ranjangnya yang kecil membuat gerak mereka terbatas, tapi entah kenapa ia merasa semuanya pas.“Kau memandangiku.”Hannah menjauhkan wajahnya, terkejut mendengar suara berat Sebastian. Bagaimana pria itu tahu?“Kau tidak tidur?”Sudut mulut Sebastian terangkat. “Harus kukatakan ranjangmu membuat tubuhku seperti dijepit.”Hannah menyikut perut telanjang Sebastian, membuat pria itu mengaduh.“Seingatku beberapa jam yang lalu kau tidak keberatan.” “Otakku pasti tidak berpikir seperti biasanya kalau begitu.”Hannah mendengus. Ia bangkit ingin membuat Sebastian lebih ny
Read more
Keputusan Bersama
Berpisah? Apa Hannah sudah tidak waras? Pikirnya marah.Sebastian melepaskan tangan Hannah dari wajahnya. “Apa maksudmu?” tanyanya dingin.“Jika kita berpisah kalian bisa bersama. Aku tidak keberatan, sungguh. Buat saja alasan apa pun bahkan jika itu memberatkanku aku tidak masalah.”Sebastian mengambil jarak agar fokusnya tidak teralihkan melihat tubuh menggiurkan Hannah. Ia berjalan mondar-mandir yang sialnya tidak bisa dilakukan dengan leluasa karena rumah Hannah yang kecil.“Kenapa menurutmu berpisah akan menyelesaikan masalah?”“Aku tidak bilang itu akan menyelesaikan masalah, Sebastian. Aku hanya membuka jalan untuk kalian berdua.”Sebastian tertawa sarkastis. “Menurutmu, jika Tara ingin menikah denganku dia akan memilih kabur?”Telak.Itu menjelaskan banyak hal. Tara berarti dalam hidupnya. Selalu. Jika bukan karena wanita itu ia akan terus berkubang dalam lumpur kemiskinan menyedihkan itu dan setiap hari tubuhnya akan menerima pukulan dan juga …Sebastian menggeleng. Bukan wak
Read more
Gelembung Kebahagiaan
Mungkin kepalanya terbentur atau dia bisa saja terjatuh saat datang ke sini? Hannah tidak yakin yang mana yang lebih tepat tapi sikap Sebastian sama sekali tidak seperti biasanya. Laki-laki itu terlihat luar biasa nyaman dengan kehidupannya yang amat sangat sederhana. Tidak ada keluhan, tidak ada raut kesal—yang ini diralat karena ia jelas melihat Sebastian kesal saat pria itu bersikeras ingin mengganti kursinya dengan sofa yang lebih besar yang langsung ia tolak. Tindakan itu hanya akan membuat rumah ini penuh. Ia setuju mengganti ranjang—yang diganti malam itu juga—karena kasihan dengan Sebastian. Tinggi pria itu membuat ranjangnya terlihat mungil.“Apa yang kau masak?”Hannah berusaha mempertahankan ketenangannya saat lengan Sebastian memeluk tubuhnya dari belakang. Tangan Sebastian mendarat di pinggangnya.“Pancake dan grits. Kau mau kopi?”Karena tidak mendapatk jawaban Hannah menoleh hanya untuk melihat ekspresi jijik Sebastian. Okke, itu bisa ditambahkan dalam Daftar Keluhan Se
Read more
Simpati atau Cinta?
Hannah merasa wajahnya panas dan tubuhnya masih gemetar karena sensasi menegangkan yang baru saja mereka lakukan. Seorang pemandu melepas belitan tali di tubuhnya. Hannah tersenyum sangat lebar sampai ia takut mulutnya akan robek. Ya Tuhan! Itu pengalaman paling menakjubkan yang pernah ia rasakan.Ia merasa bebas seolah semua beban ditarik dari tubuhnya.“Kau menyukainya?”Hannah menoleh, wajahnya pasti menunjukkan apa yang ia rasakan meski begitu Hannah tetap mengangguk antusias dengan cengiran lebarnya.“Ini luar biasa.”Hannah menatap bukit yang terhampar di depan mereka. Angin berembus membuat rambutnya berantakan meski sudah diikat. Hannah menarik sejumput rambut yang menghalangi pandangannya dan menyelipkannya di belakang telinga.“Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Ini pertama kalinya. Terima kasih, Sebastian,” ucapnya tulus, menatap pria itu. Sebastian selalu terlihat luar biasa saat mengenakan setelan jas, tapi sekarang pria itu mengenakan jeans dan kaos ketat yang me
Read more
Kebenaran Menyakitkan
Hannah tidak tahu harus bereaksi seperti apa menghadapi situasi rumit ini. Rumit mungkin kata yang terdengar sederhana sekarang. Kacau lebih tepat. Tidak seperti yang ia bayangkan, tidak ada barisan dokter atau pun perawat yang menyambut mereka di pintu kamar Sebastian—tempat di mana Tara di rawat. Keheningan pekat seperti gumpalan awan yang mengandung hujan mengelilingi mereka saat derap langkah mereka yang kini terasa gamang mulai memasuki kamar Sebastian.Hannah tahu ada yang salah dan jawabannya seketika itu juga ada di hadapannya. Tangan Hannah refleks membekap mulutnya. Kakinya tanpa sadar mengambil langkah mundur melihat pemandangan menyakitkan di depannya.Tara berbaring di atas ranjang dengan alat bantu pernapasan yang dipasangkan di mulutnya. Rambut yang dulu terlihat indah kini sudah menghilang tanpa jejak dan tubuh Tara jauh lebih kurus dari yang pernah ia ingat.Apa yang terjadi? Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya dengan kejam. Sekarang kenyataan itu menyentaknya
Read more
Pengakuan dan Pembalasan
Sejauh mana yang didengar pria itu? Apa Sebastian mendengar semuanya atau hanya sebagian? Hannah mengamati wajah Sebastian untuk mencari tahu tapi yang ia temukan di sorot mata biru itu adalah kemarahan besar sampai terlihat menakutkan.“Jadi aku semacam taruhan untukmu?”Hannah begitu lega karena yakin Sebastian hanya mendengar kalimat terakhirnya. Berarti pria itu tidak tahu kebenaran yang lainnya. Ia begitu senang sampai tidak sadar telah tersenyum. Tatapan mematikan Sebastianlah yang membuat senyumnya lenyap seketika.“Aku bisa jelaskan, Sebastian,” ucap Hannah panik. “Kumohon kau harus mendengarkanku.”“Keluar!”“Sebastian …”“Sialan Hannah, keluar sebelum aku meledak dan menghancurkan semuanya!”Hannah berjengit namun tidak mengatakan apa pun. Kemarahan Sebastian sendiri sudah cukup untuk membuat seisi mansion ini beku seperti es. Ia menoleh sebentar pada Tara kemudian pada Sebastian sebelum melangkah keluar.“Jangan pernah masuk ke ruangan ini lagi dan jangan pernah muncul di h
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status