Semua Bab Skandal Cinta Pengantin Pesanan: Bab 41 - Bab 50
80 Bab
Hannah Hamil?
Tiga bulan kemudian“Sejauh ini grafik menunjukkan pergerakan positif dan jumlah pengunjung juga terus bertambah …”Sebastian menatab tabletnya. Tangannya dengan lincah menyentuh layar dan mengamati gambar grafik yang ada di dalamnya.“Bagaimana dengan kepuasan pelanggan? Sejauh ini ada keluhan?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari tablet.“Tidak ada. Kami melakukan survey dan 90% pengunjung puas dengan layanan yang diberikan hotel.”“Jika hanya 90% bukankah berarti ada keluhan?” ungkap Sebastian tenang masih tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya.Semua orang yang hadir saling bertukar pandang. Atmosfer ruangan mendadak meningkat. Beberapa orang tampak mengusap kening mereka seolah ruangan ber-AC itu mendadak mengirimkan uap panas.“Ada yang bisa memberikan penjelasan?” Kali ini Sebastian menatap semua orang yang ada di ruangan. Tatapan tajam mengitimidasinya memindai setiap orang, seakan sedang membacanya. Saat tidak ada yang membuka suara Sebastian melempar tabletnya ke a
Baca selengkapnya
Sedingin Es
“Kau bilang apa?”Ini bukan jenis percakapan yang akan ia lakukan di sini. Di lorong sepi sebuah restoran dengan ia mengenakan pakaian pelayan dan Sebastian terlihat dingin dan menakutkan. Tiga bulan … bukan waktu yang mudah setelah semua yang terjadi. Hannah menelan ludah dan mengernyit saat rasa sakit di kerongkongannya kembali bersuara.“Aku hamil,” ucapnya kembali. Jantungnya berdegup sangat cepat hingga ia yakin Sebastian bisa mendengarnya. Ia memilin-milin tangannya dengan gugup, takut dengan reaksi Sebastian. Sepanjang ingatannya pria itu menginginkan anak. Mungkin—Hannah membiarkan dirinya berharap—Sebastian akan senang dengan berita ini, tapi raut wajah keras dan kaku itu tidak terbaca. Pria itu menyembunyikan emosinya dengan baik.“Kau bilang kau tidak ingin punya anak,” ucap Sebastian dengan nada menuduh.Hannah mengerjap, mata bulat cokelatnya berkedip tidak percaya. “Aku tidak pernah mengatakan aku tidak ingin punya anak,” sangkalnya. Dari mana omong kosong itu berasal?“
Baca selengkapnya
Bertarung Melawan Sebastian
Hamil?Kata-kata itu bergema di kedalaman otaknya seperti benda asing. Ia tidak familiar dengan istilah itu. Memikili anak bukan sesuatu yang ia bayangkan akan terjadi padanya dalam waktu dekat. Sebastian menatap Hannah, bagaimana jika wanita itu sedang membuat rencana licik lainnya untuk memastikan ia terjerat sampai keakar? Pemikiran itu terlalu menakutkan hingga membuatnya marah.Hannah bersandiwara untuk membuatnya jatuh cinta dan siapa yang bisa menjamin kalau kehamilan bukan bagian dari sandiwara licik lainnya? Rahangnya mengeras memikirkan kemungkinan itu.Setelah ia memutuskan untuk bercerai wanita itu muncul di hadapannya dan memberikan kabar yang rasanya seperti kejatuhan bom. Sebastian melirik gerakan gelisah wanita itu. Melawan dorongan untuk menyentuhnya, Sebastian hanya bergumam datar.“Apa yang sakit? Kau butuh sesuatu?”“Tidak, aku hanya ingin istirahat. Kita ke mana?”“Salah satu kediamanku,” balasnya datar sebelum kembali memusatkan perhatian pada jalanan. Ruangan lu
Baca selengkapnya
Penyangkalan
Dia pikir dia siapa? Hannah mondar-mandir di kamar yang luasnya saja sudah membuatnya mengernyit ngeri. Kamar ini khas Sebastian, dingin, sepi dan rapi. Ornamennya di penuhi warna putih dan juga abu-abu yang menguatkan dominasi seorang Sebastian.Kenapa pria itu pindah dan memutuskan tinggal di penthouse? Ranjang king size dengan selimut sutra halus sudah cukup membuatnya membayangkan hal-hal yang tidak akan pernah ia izinkan untuk diketahui oleh siapapun.Hannah menatap perutnya dan seberkas senyum sayang membayang di wajahnya. Siapa yang menyangka hal ini akan terjadi padanya. Anak ini adalah keajaiban yang rasanya mustahil ia akan dapatkan.“Aku akan menjagamu, Angel,” bisiknya serak, penuh janji. Ancaman Sebastian tidak akan membuatnya gentar. Jika mereka harus bertarung maka ia akan melakukan segalanya untuk mempertahankan anaknya.Hannah ingat ia belum makan seharian ini karena Sebastian membuatnya melupakan banyak hal, termasuk rasa laparnya. Ia berjalan dan menysuri lantai mar
Baca selengkapnya
Hancur Tak Bersisa
Okke, mereka sepertinya sepakat melakukan hubungan ‘Kau dan Aku bukan siapa-siapa’. Penolakannya membuat sikap dingin Sebastian semakin meningkat hingga penthouse dingin ini terasa seperti pijakan es. Hannah menatap punggung Sebastian. Pria itu tidur memunggunginya. Satu tangannya terulur, ingin menyentuh rambut Sebastian, merasakan kelembutan surai hitam itu menyentuh kulitnya. Ia butuh diyakinkan kalau ini bukan mimpi. Kalau Sebastian benar-benar di sampingnya. “Aku mencintaimu,” bisiknya parau, nyaris tidak terdengar, mengungkapkan rahasianya. Hannah tidak bisa mencegah dirinya sendiri saat tangannya kini mendarat di kepala Sebastian. Napas teratur pria itu meyakinkan dirinya kalau Sebastian masih terlelap. Hannah menunduk, mengecup puncak kepala Sebastian.Hannah berdiri dari ranjang, mengeratkan tali jubah tidurnya sebelum berjalan keluar. Ia ingin menghirup udara dingin. Pandangannya menunduk menatap perutnya. Ia tidak akan membiarkan masa kecilnya terjadi pada anaknya. Ia akan
Baca selengkapnya
Pemegang Kendali
Hannah jatuh tersungkur di lantai yang dingin begitu Sebastian pergi. Meninggalkannya tenggelam dan kehabisan napas. Air matanya jatuh mengaburkan pandangan. Dadanya berdenyut seolah ada pisau yang menancap di sana. Rasa sakitnya tak tertahankan.“Aku mungkin jatuh cinta padamu tapi pengakuanmu membuat perasaan itu hancur luluh lantak tak bersisa. Sekarang tidak ada lagi yang tersisa diantara kita Hannah. Tidak ada. Kau menghancurkan semuanya tanpa sisa.”Pengakuan Sebastian membuatnya seperti dilempar ke dalam kegelapan, tersesat dan kehilangan arah. Sebastian jatuh cinta padanya? Kemudian Hannah ingat saat-saat di mana pria itu begitu perhatian dan memberikannya tatapan hangat. Kenangan yang mereka lewatkan bersama, ciuman pertama mereka, pelukan pertama mereka dan kejutan-kejutan yang selalu berhasil membuatnya tertawa bahagia. Kini semua seakan berlomba mengejeknya.Hannah menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Iniah kenapa Sebastian begitu marah padanya? Karena perbuata
Baca selengkapnya
Sebuah Siasat
“Kau yakin?”“Sebastian … tidak ada hukum di dunia ini yang akan menyetujui apa yang kau inginkan. Tuntutan terhadap seorang ibu untuk meminta anaknya tidak akan dikabulkan oleh pengadilan mana pun,” tekan Ben lelah. Wajahnya cemberut saat melihat tatapan skeptis Sebastian.“Lalu saran apa yang bisa kau berikan padaku jika aku menginginkan anak ini?” tanya Sebastian penasaran. Kedua tangannya bersandar di lengan sofa kulit mewah kantorn y dengan kaki di lipat. Ben, duduk di depannya tampak formal dan juga tertekan.“Kau yakin ini yang kau inginkan?” tanya Ben memastikan.“Ya,” balas Sebastian singkat.“Memisahkan seorang anak dari ibunya bisa dikatakan kejam dan kau bukan hanya ingin memisahkan mereka tapi juga merebut kesempatan anakmu merasakan kasih sayang ibunya. Kau yakin ingin melakukan ini? Kau harus siap dengan semua konsekuensinya.”Wanita itu sudah menjebaknya, mempermainkan perasaannya dan siapa yang tahu kalau kehamilan ini juga direncanakan? Ia akan memastikan anak ini di
Baca selengkapnya
Pengakuan
Ada yang salah. Kenapa Sebastian tiba-tiba percaya kalau bayi yang ia kandung anaknya? Pasti ada sesuatu, tapi bagaimana mencaritahunya saat hubungan mereka berdua seperti dua orang asing yang terjebak dibawah atap yang sama?Hannah menatap punggung Sebastian yang berbaring memunggunginya. Seperti biasa. Sebastian masih marah padanya dan pria itu membuat jarak untuk memperjelasnya. Ia mendesah dan segera bangkit dari ranjang. Kakinya melangkah mendekati meja dan membuka lacinya. Botol-botol obat tertata rapi di dalamnya. Hannah membuka masing-masing botol dengan tangan yang gemetar. Ia benci obat. Amat sangat membencinya tapi demi kebaikannya dan juga bayi yang dikandungnya ia harus bisa melewatinya.Hannah meraih gelas yang ada di atas nakas dekat tempat tidur sebelum menelan obat-obatnya. Ia mengernyit saat bau obat-oabatan dan juga rasa pahit bertahan di perutnya. Buru-buru ia mengunyah permen yang ada di dalam laci untuk mengurangi rasa pahit yang ada di dalam lidahnya.Hannah mem
Baca selengkapnya
Jalan-jalan
Sebastian mengernyit saat melihat wajah gugup dan pucat Hannah.“Kau baik-baik saja?” tanyanya. Terlepas dari kemarahan dan juga kebencian yang ia rasakan terhadap wanita ini, Hannah mengandung anaknya dan itu cukup jadi alasan untuk menekan semua kemarahannya. Untuk saat ini.“A-aku baik-baik saja,” balas Hannah cepat, berkedip dan menggelengkan kepalanya.Sebastian mengangguk, tidak mengatakan apa pun. Ia berjalan ke lemari es dan meraih buah untuk dimakan. Masih terlalu pagi untuk memakan sesuatu tapi ia membutuhkannya saat ini.“Kau mau?” tawarnya.Hannah menggeleng. “Tidak, terima kasih." "Kita harus ke dokter memeriksa kandunganmu. Wajahmu sangat pucat. Kau yakin baik-baik saja?” tanyanya memastikan. Apa wanita hamil memang selalu seperti ini? Ia menyimpan catatan dalam pikirannya agar menelepon Grace untuk memastikannya. “Aku baik-baik saja dan aku tidak ingin pergi ke dokter mana pun. Aku akan pergi saat jadwal cek selanjutnya. Kau bisa ikut kalau kau mau.”Tentu saja ia ik
Baca selengkapnya
Bonjour
Dulu Tara menyukai taman karena di sana banyak tanaman dan bunga-bunga—salah satu favorit wanita itu. Jangan berpikir ke sana Sebastian. Mungkin Hannah juga akan menyukainya? Ia tidak tahu apa pun tentang Hannah. Masih terlalu pagi untuk jalan-jalan di taman.“Ada tempat tertentu yang ingin kau kunjungi?” tanyanya, menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan.Hannah mengangkat bahu. “Aku tidak tahu.”Kenapa dia tidak tahu? Apa wanita itu tidak pernah jalan-jalan? Sebastian kemudian ingat tentang latar belakang Hannah yang ia baca. Wanita itu bekerja di dua tempat sekaligus untuk menunjang hidup dan juga biaya kuliahnya. Waktu yang sulit. Hannah pasti tidak punya waktu untuk jalan-jalan.“Kalau begitu kita ke pantai?” tanyanya dan mendapati mata wanita itu menyala sebelum kemudian meredup secepat cahaya itu datang.“Kalau kau tidak keberatan.”Sebastian menambah kecepatan ford mustangnya. Tidak ada lagi pembicaraan kecuali suara Cynddi Lauper yang menyanyikan Girls Just Want T
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status