Semua Bab Skandal Cinta Pengantin Pesanan: Bab 61 - Bab 70
80 Bab
Kehamilan Berisiko
“Apa yang terjadi?”“Dia hanya kelelahan Sebastian. Apa dia pernah pingsan sebelumnya?”Sebastian mencoba mengingat-ngingat, kemudian ia menggeleng pelan.“Hanya … dia mengalami morning seckness yang cukup parah,” gumamnya sesaat kemudian. Sebastian menatap Grace, tidak puas dengan tanggapan wanita berwajah oval itu jadi ia kembali bertanya.“Apa semua baik-baik saja Grace?”“Aku belum bisa memastikannya. Bawa dia ke rumah sakitku besok. Aku akan melakukan pemeriksaan menyeluruh.”Sebastian diam, pandangannya kini tertuju pada wajah pucat Hannah.“Jangan cemas, wanita hamil kadang mengalaminya. Kita akan mengetahuinya saat kalian datang. Apa dia tidak memberitahumu apa yang dikatakan dokter kandungannya sebelumnya?”“Dia hanya mengatakan kalau dokternya sudah memberikan obat untuk meredakan rasa mualnya.”“Aku ingin melihat obatnya.”Sebastian berjalan mengitari ranjang kamar mereka dan berhenti saat berdiri di depan kabinet. Ia membukanya dan meraih tumpukan obat Hannah yang cukup ba
Baca selengkapnya
Hannah Yang Misterius
“Sebastian, kau pikir aku ini apa? Pakar masalah rumah tangga?” dengus Ben geli. Tangannya yang besar meraih gelas kopi dan meminum isinya.“Kupikir untuk itulah kau dibayar. Membereskan permasalahanku,” balas Sebastian enteng.“Kau menanyakan apa yang harus kau lakukan terhadap situasimu itu? Padahal jawabannya ada di depan matamu.” Ben menatap Sebastian seolah dia pria idiot.“Apa maksudmu?”Ben mendesah berlebihan. Dia mendorong tubuhnya sedikit ke depan. Kedua tangannya berada di atas lutut. Wajahnya terlihat serius saat membuka suara.“Sekarang jawab pertanyaanku jika kau menginginkan jawabanku, Sebastian.”Sebastian mengangkat alisnya, menunggu Ben melanjutkan ucapannya.“Apa yang kau inginkan?”Apa?Keningnya mengernyit. “Apa maksudmu? Tentunya kau tahu apa yang kuinginkan, Ben,” sahutnya jengkel.“Kau tahu apa yang kutanyakan Sebastian. Kau cerdas. Jadi katakan apa yang kau inginkan? Perpisahan atau peluang membangun keluarga. Apa pun keputusanmu aku akan memastikan kau mendap
Baca selengkapnya
Berdebat dengan Mertua
Kenapa ia memilih tempat ini? Ia benci tempat mewah bukan hanya karena tempat seperti ini mengintimidasinya tapi karena mengingatkannya tentang ucapan Sebastian mengenai pengeruk harta.Ia meringis. Apa ia pernah menunjukkan kecenderungan menyukai harta? Sepertinya ia meski ia tidak ingat kapan.Restoran bernama The Monument ini benar-benar memamerkan kemewahan klasik ala renaisans. Interiornya penuh dengan sentuhan marmer, langit-langit atap yang tinggi berkubah, kaca super besar yang menyajikan langsung pemandangan laut biru yang keperakan. Sofa yang digunakan bahkan menggunakan kulit asli berkualitas yang membuatnya terlihat semakin elegan.Sebuah tangga spiral yang dilapisi karpet merah di sudut ruangan menjadi peghubung bagi para pengunjung yang ingin ke lantai atas. Para pelayan mengenakan pakaian formal yang semakin menekankan betapa mewahnya tempat ini.Hannah menatap gaun yang ia kenakan dan bersyukur karena memutuskan untuk tampil sedikit lebih baik. Ia mengenakan sleeveless
Baca selengkapnya
Memilih Bertahan
Apa Sebastian mendengar ucapannya? Hannah meneguk salivanya yang tiba-tiba terasa berduri.“Sebastian,” bisiknya cemas saat melihat tatapan datar pria itu. Hannah berdoa dalam hati semoga pria itu tidak mendengar semua ucapannya. Ia menelisik dan mengamati wajah Sebastian. Namun, ia tidak menemukan petunjuk apa pun. Ekspresi wajah Sebastian tidak menunjukkan apa pun.“Sebastian!”Pekikan terkejut dari balik punggungnya sesaat menyentak dan menyadarkan Hannah akan kehadiran Carla, penyebab ia datang ke tempat ini.“Syukurlah kau datang. Wanita ini benar-benar kurang ajar. Berani-beraninya dia menghinaku. Mammahmu sendiri.” Suara Carla yang ketus menjadi pengisi kebekuan diantara mereka.Hannah masih belum menemukan suaranya. Ia takut melihat tatapan datar tanpa ekspresi Sebastian. Wajah kaku dan keras itu membuatnya cemas.“Kau datang untuk menemui Mammahmu, Sayang. Aku tahu kau pasti menyadarinya. Aku menyayangimu.” Carla kini berdiri di depan Sebastian. Wanita itu tersenyum lebar.“I
Baca selengkapnya
Sebuah Janji
“Hai, bagaimana perasaanmu?” Sebastian duduk di kursi, menggenggam tangan Hannah yang masih berbaring di ranjang rumah sakit.“Aku baik-baik saja. Apa kata dokter?”“Sayang, semua baik-baik saja, dokter menyarankan untuk istirahat total dan mereka memastikan agar kau minum semua obat yang sudah diresepkan.”Hannah meringis, namun tidak mengeluh. “Aku lapar.”Sebastian tersenyum. “Ada makanan yang kau inginkan?”Hannah meneguk air liurnya. “Aku bisa makan roti dan tidak akan mengeluh karena laparnya. Apa pun bisa kumakan saat ini.”Sebastian mengulum senyum. Ia bangkit dari kursinya, mengecup kening Hannah. “Aku akan minta Kit menyiapkan makanan untukmu.”Sebastian baru berjalan beberapa langkah saat mendengar suara Hannah.“Sebastian, mengenai Mammahmu …”Sebastian mengangkat satu jarinya, meminta Hannah diam.“Kit, Hannah lapar dan dia ingin makan roti. Tunggu sebentar.” Sebastian menjauhkan ponsel dari telinganya saat menatap Hannah yang muram.“Minuman apa yang kau inginkan?”Wajah
Baca selengkapnya
Komandan Teratas
Ada yang berubah di antara mereka. Hannah merasa takut kalau yang ia lihat dan dapatkan hanya khayalannya semata karena terlalu lama menginginkannya. Sebastian memperlakukannya dengan sangat lembut seolah ia bisa saja pecah berkeping-keping hanya dengan disentuh.“Ada apa dengan wajah merona itu? Tidak, jangan katakan, aku tidak ingin mendengarnya.”Hannah tertawa melihat Tina menutup kedua telinganya. Pandangan wanita itu penuh spekulasi, tapi Hannah berusaha keras mempertahanakan wajah datarnya.“Percuma,” cibir Tina. “Kau tidak akan bisa menyembunyikan wajahmu yang merona itu, Hannah. Wajahmu seperti remaja yang sedang jatuh cinta, jujur saja.” Tina mendorong potongan buah yang sudah dia kupas pada Hannah.“Apa sejelas itu?” bisik Hannah malu, mengambil potongan buah dan memakannya. “Enak.”“Sejelas lampu pijar ratusan watt. Ngomong-ngomong di mana suami tercintamu itu? Kupikir dia tidak akan pernah meninggalkan ruanganmu. Dia membuat dokter dan perawat tidak nyaman.”Hannah mering
Baca selengkapnya
Tamu Tak Diundang
“Sebastian, aku bukan wanita cacat!” gerutu Hannah entah untuk yang keberapa kalinya sepagi ini.“Tidak ada yang mengatakan kalau kau wanita cacat.”“Lalu itu untuk apa?” Hannah menunjuk dengan mulutnya kursi roda yang didorong Sebastian. “Aku bisa berjalan kalau-kalau kau lupa.”Sebastian menjadi pria yang tidak masuk akal sejak ia masuk rumah sakit. Pria itu tidak mengijinkannya melakukan apa-apa selain hanya duduk! Ini menjengkelkan dan membuat frustrasi.“Ayolah, aku tidak butuh kursi dorong itu,” keluhnya. Dia hanya kelelahan bukannya cacat.“Kau lebih suka aku menggendongmu?”Hannah melotot. Bukan begitu juga maksudnya!“Kenapa aku harus menggunakan itu?” tanyanya mengernyit bingung.“Saat ini kondisimu masih lemah dan dokter tidak ingin kau kelelahan. Apa itu menjawab pertanyaanmu? Ayo, Kit akan mengemas semuanya. Kita berangkat sekarang.”Hannah mengeluarkan gerutuannya, mengabaikan tatapan Sebastian. Ia berdiri dari ranjang dan tahu-tahu kakinya sudah tidak lagi menginjak lan
Baca selengkapnya
Pembalasan Setimpal
Hannah keluar bersama Sebastian. Meski pria itu bersikeras agar ia tetap istirahat yang mana langsung ditolak Hannah saat itu juga.“Aku baik-baik saja,” ucapnya jengkel, membuat Sebastian akhirnya menyerah.Ia ingin tahu alasan mammah Sebastian datang ke rumah ini setelah sekian lama tidak pernah menunjukkan diri.Kenapa mammah Sebastian harus mengusik hidup putranya sekarang? Apa mungkin Carla menyadari kesalahannya?Dan di sanalah dia, wanita anggun dengan pakaian yang membuatnya meringis. Wanita itu cantik tentu saja tapi meski begitu ada yang berbeda dari tatapannya. Sedih?“Kit mengatakan kalau kau ingin bertemu denganku,” gumam Sebastian tanpa basa-basi begitu mereka berdiri di depan mammah Sebastian.Sebastian mengambil tempat duduk di kursi tunggal yang berada di ujung. Hannah menempati kursi di samping kanannya karena mammah Sebastian duduk di sisi yang satunya.“Sebastian …”Sebastian mengangkat satu tangannya. “’Katakan apa yang kau inginkan dan cepat pergi dari sini. Istr
Baca selengkapnya
Di Antara 2 Pilihan
Sebastian tidak ingat kapan terakhir kali ia merasa setakut ini. Tidak, saat ini ia merasa seperti berada di tepi jurang yang curam. Jantungnya serasa dicabik-cabik saat melihat kesakitan Hannah. Wajahnya yang pucat, keringat yang mengalir membanjiri wajah istrinya. Sebastian merasa ketakutan mencengkeramnya seperti pusaran yang menariknya ke tengah-tengah badai. “Tolong …”Hannah bersusah payah membuka suara saat dokter membawanya untuk ditangani.“Kau akan baik-baik saja, Hannah,” gumamnya serak, mencium buku-buku tangan istrinya satu persatu. Gumpalan ditenggorokannya terasa menyakitkan.“Kita akan melalui semua ini bersama-sama.”Hannah tersenyum lemah. “Anak kita …”“Mereka akan baik-abaik saja,” gumam Sebastian, menyentuh kening Hannah dan menciumnya dengan lembut.Grace tersenyum muram menatap mereka berdua. Saat tatapannya tertuju pada Hannah sepasang bola mata cokelat madu itu berpendar dengan cinta dan kasih sayang yang melumpuhkan hingga membuat dada Sebastian sesak karena
Baca selengkapnya
Berjuang Sampai Akhir
“Itu tidak adil.”Yah, pertanyaan itu memang tidak masuk akal. Itu lancang.“Aku tahu,” aku Sebastian. “Anggap saja aku tidak menanyakannya.”Tapi Hannah menggeleng sebagai balasannya. “Itu tidak adil karena kau seolah memintaku memilih antara jantung atau hatiku untuk diserahkan yang mana pun pilihan yang kubuat akan membuatku tidak utuh dan mati.”Sebastian berhenti bernapas. Ia merasa seolah ada truk besar yang menabraknya. Pengakuan Hannah menimbulkan riak gelombang murni berpijar suka cita di sekujur tubuhnya. Ia bisa melihat ketulusan, keberanian dan juga kasih sayang melimpah berpendar dari bola mata Hannah dan itu … menundukkannya.Ia tercengang, sesaat merasa tersesaat. Sebastian akhirnya pulih dari keterkejutannya. Ia menunduk, menatap tangan Hannah yang gemetar dan menggenggamnya erat.“Seorang ibu diprogram mencintai anak mereka tanpa syarat Sebastian dan aku sudah mencintai anak kita sejak mengetahui ada kehidupan lain yang berada dalam perutku. Aku mencintai mereka tanp
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status