All Chapters of MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!: Chapter 41 - Chapter 50
120 Chapters
Bab 41
Pov BaraSatu langkah, dua langkah, tiga langkah … Jinggaku menjauh. Pandanganku kabur, kukira hujan, padahal hanya sesak dari rasa rindu yang tertahan. Berulang kupejamkan mata, menghalau sesal. Andai dulu, andai nih, ya, dulu … ada keberanian sedikit saja, mungkin kini aku dan dia sudah bahagia. Ayo menolehlah, Jingga … menoleh ke sini. Andai kau menoleh … berarti sebetulnya kau pun sama. Cinta itu masih ada. Hanya … aku tahu. Kau adalah orang yang bertanggungjawab atas pilihanmu. Kamu pasti akan menyelesaikan semua apa yang telah kamu mulai. Satu …. Aku mulai menghitung dalam hati sambil menatap langkahnya dan lelaki yang dia sebut suami menjauh. Saling menggenggam, meremas hatiku yang pilu. Ck, kasihannya hidupku. Sudah duda, gak bisa move on pula. Sh*t!Dua …. Aku menambahkan hitungan lagi. Namun, dia tak menoleh juga. JIka sampai hitungan ketiga sama sekali dia tak menoleh padaku. Berarti aku memang beneran harus move on. Namun, jika dia melihat ke arah sini. Itu artinya …
Read more
Bab 42
“Iya, sistem pabrik di kita kebanyakan kontrak, Pak. Ngomong-ngomong Pak Huda kok bisa tahu nama lengkap saya, ya? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku. Akhirnya kutuntaskan juga rasa penasaran tadi. “Bu Jingga pasti gak kenal saya, tapi saya kenal kok sama Bu Jingga.” Dia terkekeh sambil terus mengemudikan sepeda motornya. “Kenal di mana, ya, Pak?” Aku benar-benar penasaran dengan sosok guru matematika baru ini. Apakah di masa lalu kami penah bertemu? Kenapa dia saja yang ingat, sedangkan aku tidak?“Kita kuliah di kampus yang sama, beda fakultas saja. Hanya bedanya, Bu Jingga itu cantik dan pintar, jadinya semua orang kenal, kalau saya, biasa saja. Jadi cuma duduk manis di pojokan.” “Pak Huda suka berlebihan. Apa kita satu angkatan?” tanyaku lagi. Aku menggeleng kepala. Namun, entahlah benar atau tidak. Aku memang seperti tak pernah melihatnya.“Beda, Bu Jingga. Saya satu tingkat di atas Bu Jingga.” Aku pun hanya mengangguk-angguk saja. Pantas dia kenal aku, dia masuk leb
Read more
Bab 43
“Una gak mau Unda. Una mau Mama.” Kalimat yang Aluna ucapkan tadi, entah kenapa terus menerus terngiang. Meskipun memang, sekarang Una sudah mau kuajak main lagi, pastinya setelah kubujuk dan baik-baikin. Namun, tetap saja ada rasa yang tak bisa kujabarkan dengan kata-kata. Kalimatnya tadi terus-menerus terpikirkan olehku. “Sudah, jangan terlalu dipikirkan.” Pak Banyu yang baru saja pulang dan tengah melepas kemejanya menimpali aduanku. “Iya, sih, Pak. Namanya juga anak-anak. Hanya saja entah kenapa, tetap kepikiran.” Aku bicara sambil memlihan baju ganti untuk Pak Banyu di lemari. “Kita fokus pada acara resepsi dulu. Sudah dekat.” Aku menoleh padanya. Benar, resepsi sebentar lagi. Bahkan Bu Fera sudah mulai sibuk memberikanku jadwal perawatan di sebuah salon ternama. “Iya, Pak. Hanya saja … Mama itu kok rasanya berlebihan. Masa iya harus perawatan ekstra sih, Pak?” Aku menatap padanya. “Ikutlah saja. Mama gak suka dibantah.” Pak Banyu tak memiliki solusi. “Gak biasa pergi ke
Read more
Bab 44
Ah, kan … jadi rindu Ibu. Rasanya hidupku sudah cukup disibukkan keluarga baruku ini sampai jarang sekali mampir ke tempat Ibu untuk sekadar sarapan bersama. Kalau Una tak lagi minta dianter, pengen rasanya mampir. Sepeninggalnya mereka. Aku mengeluarkan kotak kado dari Pak Huda. Segera kubuka karena penasaran dengan isinya. Aku membukanya cepat-cepat, takut Imelda dan Pak Huda yang tengah pergi sarapan ke kantin, keburu datang. “Wah buka kado, nih?” Suara seseorang terdengar dari ambang pintu. Ketika kumenoleh rupanya Bu Rima baru datang, staff TU di sini. “Pagi, Bu Rima!” “Pagi, Bu Jingga!” “Wah, nasi uduk, nih!” Aku melirik pada piring yang dibawa staff TU itu. “Iya, Bu Jingga! Pesanan Pak Miftah.” Dia meletakkan piring di atas meja Pak Miftah yang masih kosong. Lalu berpamitan kembali meninggalkanku di ruangan ini. Kertas kado bermotif bunga yang membungkus kotak ini pun akhirnya berhasil kubuka. Ada kardus yang membungkus lagi isi di dalamnya. Aku membuka penutup dus. “C
Read more
Bab 45
Setelah pertemuanku dengan Tante Vamela, aku langsung pulang. Malas juga masuk ketika film sudah dimulai, Imelda dan Pak Huda sudah masuk duluan.Gak apa, Imelda dan Pak Huda berdua juga. Toh tempat duduk yang dipilih pun bukan di pojokkan. Jadi, semoga saja mereka aman. Aku pulang membawa boneka panda besar untuk Aluna. Semoga saja dengan cara seperti ini, perlahan hatinya kembali mau menerimaku lagi. Aku tak marah dengan kelakuannya kemarin yang katanya memilih Mama dari pada Unda. Dia masih kecil. Pikirannya masih rawan dipengaruhi.Namun, jujur … aku hanya khawatir, khawatir jika sering bertemu dengan Bu Misye, dia akan mendoktrin pikiran Aluna agar gadis kecil itu membenciku. Apalagi kesan ibu tiri, biasanya tak ada baik-baiknya.“Sudah pulang, Jingga?” Bu Fera yang tengah duduk sambil menonton televisi menoleh ketika aku masuk. Kugendong boneka panda sebesar orang dewasa. “Iya, Ma. Kebetulan tadi beli ini dulu, jadi ketinggalan masuk ke bioskopnya sama Imelda. Pulang saja lah,
Read more
Bab 46
“Kenapa lama sekali?” protesnya dengan wajah ditekuk. Aku memutar bola mata. Lekas kututup pintu dan aku menguncinya. “Besok kita resepsi! Tidurlah, nanti gak kuat di pelaminan!” omelku. Sudah paham betul arti rajukannya. Tak ada jawaban. Aku lekas ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Kegiatan tersebut sudah menjadi bagian dari keseharianku. Kupandangi wajah pada cermin, kini terlihat berbeda. Hasil perawatan dengan beragam produk mahal itu, benar-benar ada hasilnya. “Ya Allah … kulit wajahku kok jadi glowing kayak gini, ya?” Aku mencubit-cubit pipiku sendiri. Ada rasa kagum, rasanya aku sedikit tambah cantik dari pada sebelumnya. Usai mencuci wajah dan gosok gigi. Aku lekas keluar dari kamar mandi dan berjalan berjingjit. Kuharap Pak Banyu sudah tidur dan tak menggangguku malam ini. Besok harus tampil prima di depan banyak orang. Sedikit lega ketika kulihat sepasang matanya sudah terkatup. Aku berjalan pelan mengitari tempat tidur lalu naik di sisi yang lain kin
Read more
Bab 47
“Aku titipkan dia padamu, Bang! Jaga dia!” Masih bisa kudengar suara Bara yang bergetar. Aku memalingkan wajah. Namun lekas aku mengambil tissue yang diantarkan Aluna. Dia berlari dari arah Ibu yang menatapku dengan pandangan yang juga berkaca-kaca. Lalu balik kembali ke tempat Ibu dan Bu Fera yang baru beberapa menit lalu mengantar Aluna mengambil makanan. "Cengeng!"Suara Imelda terdengar. Aku tal tahu kapan dia mendekat. Kini, dia sudah berdiri di sampingku sambil berkacak pinggang. Untung para tamu undangan yang mengucap selamat sedang terjeda. “Apa sih, Mel?” Aku melirik. Imelda tengah bersedekap sambil mencebik di sampingku. “Harusnya kamu itu kelihatan tegar di depan mereka! Pernah baca gak sih novel-novel online? Kalau ada mantan yang sudah nyakitin kamu, terus datang, jangan nangis. Pura-pura tegar!” omelnya. Persis ibu-ibu yang uang belanjanya tengah rebutan sama uang jajan beli koin KBM. Bawaannya ngomel-ngomel.Aku jadi terkekeh melihat ekspresi marahnya. “Ya kali tega
Read more
Bab 48
“Bersiaplah! Ada hal lain yang mau saya tunjukkan! Kita pergi ke lantai bawah sebentar!” tukasnya. “Hal lain?” Aku menoleh. “Hmmmm ….” Dia menjawab hanya dengan deheman dan anggukkan.. “Apa itu?” tanyaku. Dia tak menjawab, tapi mengambilkan kerudungku lalu mengangsurkannya. “Mari! Semoga kamu suka.” Aku menerima kerudung yang dia angsurkan. Lalu bangun dan mengikuti langkahnya yang sudah berjalan duluan. Kami menaiki lift untuk turun ke lantai satu. Di dalam lift hanya saling terdiam dan berdiri bersisian. Tiba-tiba saja tanganku dia genggam. Aku menoleh ke arahnya dan sedikit mendongak. Meskipun aku tinggi, tapi postur tubuhnya jauh lebih tinggi. Dia hanya menarik segaris senyum. Segaris doang, ya, bukan senyuman lebar tapi sudah terlihat membuat wajahnya makin … tampan. Sontak senyuman itu menular padaku. Ting!Entah kenapa, setiap waktu kebersamaan dengannya menjadi terasa singkat. Pintu lift sudah terbuka saja. Aku berjalan mengimbangi langkahnya yang cukup panjang. Beberap
Read more
Bab 49
Sepulangnya dari sekolah, aku mampir dulu ke apotek. Snoopy putih prestige masih setia menemaniku. Mobil sedan pemberian Pak Banyu, belum kupakai. Aku belum berlajar nyetir sendiri ke lapangan. Baru diberitahu tekhnik-tekhniknya saja. Aku membeli tiga buah tespeck. Kuturuti saran Imelda. Aku pun tak akan bilang dulu ke Pak Banyu, Bu Fera maupun siapapun. Sebaiknya aku memastikan dulu kalau beneran sudah ada janin dalam perut ini. Soalnya Pak Banyu sudah begitu berharap akan kehamilanku. Aku hanya takut mengecewakannya. Tiba di rumah, Aluna sudah duduk menungguku. Wajahnya sumringah, tersenyum cerah dan tampak seperti battery full charging hari ini. “Yeayyy, Unda pulang.” Dia menyambut kedatanganku.“Ya, Sayang? Kenapa? Pasti ada PR?” telisikku. Walau tubuh ini merasa agak meriang dan lemes. Namun, di hadapan Aluna aku ingin terlihat baik-baik saja. “No, No, No! My home work was done, Unda! Tapiii, Una punya ini! Mau main sama Unda!” Dia mengeluarkan satu buah benda berbentuk bulat
Read more
Bab 50
Pov Misye [Mbak, sudah beberapa hari ini, Bu Jingga gak masuk sekolah. Dia lagi hamil dan kondisinya lemah.] Aku membaca sederet pesan yang dikirimkan oleh informanku.[Ada lagi yang lain, Huda?] [Baru itu saja, Mbak. Hanya saja menurut saya ini peluang kamu, Mbak. Bukannya kamu sempat membahas ingin menggugat hak asuh anak?] Huda, namanya. Seorang buruh pabrik yang habis kontrak dan tak sengaja bertemu denganku dalam kondisi butuh uang. Ayahnya sakit-sakitan, Ibunya tak kerja dan dia memiliki tanggungan yaitu adik-adiknya. [Apa menurut kamu, saya akan menang kalau mengajukan gugatan?] Aku mengiriminya lagi pesan. Dalam beberapa hal, Huda cukup bisa diunggulkan. [Setahu saya, Mbak. Dalam pasal 105 KHI menyebutkan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun merpakan hak ibunya. Jadi, mumpung Aluna masih kecil, Mbak Misye jauh berhak menjaganya dari pada keluarga mantan suami Mbak Misye.] Aku tersenyum menatap sederet kalimat yang dikirimkan Huda. Tak
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status