Semua Bab NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA: Bab 91 - Bab 100
131 Bab
91. Sama-sama Terluka
"Pak, Pak Megantara," panggil seseorang membuat Megantara membuka matanya. Dia merentangkan tubuhnya yang begitu pegal dan kaku. Lalu mencoba duduk. Semalaman dia enggan pulang ke rumah. Tidurpun sulit. Dia hanya merenung di dalam ruangan kantornya kemudian secara tak sengaja tertidur saking lelahnya. Dia melirik arloji yang masih melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul setengah sembilan. Oh sudah kesiangan rupanya. Megantara menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. "Maafkan saya karena lancang membangunkan Anda tuan," kata kepala chef sambil membungkuk."Tidak masalah. Aku justru harus berterima kasih karena jika kau tidak kemari maka aku akan terlambat menyelesaikan agenda kerjaku hari ini," Megantara melepas dasinya. Sepertinya setelah ini dia harus mandi. "Tuan, ada yang ingin saya bicarakan," kata kepala Chef dengan penuh kehati-hatian. Megantara mengerutkan alis. Dia juga heran sepagi ini kepala chef sudah datang menemuinya. "Ada apa?" Tanya Megantara
Baca selengkapnya
92. Sivia Menangis
"Apa maksudmu? Kau ingin pergi kemana?" Balas sang ibu dari seberang. "Ke sebuah tempat. Ibu tidak perlu tau. Dan kali ini ibu tidak perlu membantuku lagi. Aku akan berusaha untuk diriku sendiri. Ibu tidak perlu khawatir," kata Nalini sambil menahan tangis. "Nak, ayo kita bertemu. Kau dimana sekarang?" tanya sang ibu. "Aku harus pergi sekarang, Bu. Maaf tidak bisa menemuimu. Akan semakin sulit bagiku untuk pergi jika aku bertemu denganmu. Maafkan aku, Bu. Tak pernah bisa jadi anak yang baik untuk ibu," kata Nalini. "Siapa yang mengatakan bahwa kau bukan anak baik? Kau anak baik. Kau anak kebanggaanku," jawab ibu. Nalini menggeleng meskipun sang ibu tak bisa melihatnya, "Aku anak pembangkang. Tidak pernah menuruti perintah ibu dan ayah. Maafkan aku."Nalini buru-buru menutup telepon karena dia sudah tak sanggup untuk menahan tangisannya. Isak tangisnya kini tumpah. Dia tak bisa membendung lagi genangan air di pelupuk matanya. Dia tak peduli jika supir taksi melirik dari kaca spion
Baca selengkapnya
93. Dia Sudah Pergi
Yang bisa Megantara lakukan saat ini adalah merengkuh gadis kecilnya ke dalam pelukannya. "Maafkan ayah, Nak," bisik Megantara. Sivia melepaskan pelukan sang ayah dan menatap sang ayah, "Ayah, berbaikanlah dengan Bu Nalini. Jangan terlalu lama saling marahnya. Jika Bu Nalini marah karena kesalahan ayah, ayah harus meminta maaf. Jangan hanya diam saja seperti sekarang."Megantara menghela napas. Jika kesalahan terletak padanya, sudah pasti dia akan meminta maaf. Tapi ini kesalahan Nalini. Dan hatinya sudah terlanjur kecewa. Selama ini Nalini tidak pernah terbuka mengenai keluarganya dan ketika semua sudah terbongkar, rasanya begitu menyakitkan. Sivia masih terus menangisi kepergian Nalini. Dia sampai belum bisa dibujuk untuk makan. Megantara sampai hilang kesabaran. Dia memutuskan untuk meninggalkan Sivia di dalam kamar. Berjalan menuruni tangga dan melihat sang ibu sedang berjalan mondar mandir di bawah tangga. "Megantara, ibu ingin bicara," kata ibu. "Apa yang ingin ibu bicarak
Baca selengkapnya
94. Restoran Pinggir Pantai
"Kemana dia pergi?" tanya Megantara. "Kami disini tidak ada yang tau kemana Nalini akan pergi. Dia merahasiakannya dari kami," jawab Bu Rini. Megantara merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Nalini tapi nihil. Nomor yang dituju tidak aktif. "Kau mencoba menelponnya? Percuma saja," kata Mela dengan nada sinis. "Pak, saya harap bapak bisa mencari dan menemukannya, dia tidak punya tujuan atau keluarga yang bisa dituju. Anda pasti tau sendiri jika orangtuanya sudah tidak menginginkan keberadaannya bukan?" Kata Noni. "Dimana aku harus mencarinya?" Megantara memijat pelipisnya. "Anda punya harta. Anda punya kuasa. Seharusnya ini tidak akan sulit bagi Anda," jawab Mela. "Tapi dia memutuskan sendiri untuk pergi tanpa memberikan penjelasan apapun," sisi egois dan angkuh dalam diri Megantara masih muncul."Lalu kau akan diam saja?" Tanya Bu Rini. "Kita tunggu saja seberapa kuat dia bersembunyi dan menyiksa dirinya," kata Megantara mencoba tenang. Megantara hendak berjalan pula
Baca selengkapnya
95. Pengakuan Ibu Nalini
Pemilik restoran terperangah, "Kau harus bekerja disini. Mulai hari ini." Masakan Nalini benar-benar nikmat. Tidak salah jika dia lulusan sekolah luar negeri. Pemilik restoran optimis bahwa restoran akan banyak pengunjung jika makanan seenak ini dihidangkan. Pasti pengunjung juga tidak akan protes jika dia mematok harga yang mahal. "Baik, Pak. Saya akan bekerja keras," Nalini sangat lega karena saat ini dia mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuannya. Pemilik restoran melanjutkan makannya dengan lahap. Dia seperti menemukan keajaiban yang jatuh dari langit. Sungguh sangat disayangkan bahwa koki sehebat Nalini bisa terdampar di tempat ini. Tapi ini sebuah keberuntungan yang patut disyukuri. Barangkali setelah adanya Nalini mampu merubah kondisi disini dan meningkatkan jumlah pengunjung di tempat wisata ini. "Pak, maaf kalau boleh tau siapa nama Bapak?" tanya Nalini. "Haris. Panggil aku Pak. Atau mas juga boleh jika itu membuat kau bisa lebih nyaman bekerja di si
Baca selengkapnya
96. Harus Ambil Tindakan
Megantara menggeleng sebagai respon dari pertanyaan ibu Nalini. Ibu Megantara yang penasaranpun ikut bertanya, "Memangnya apa perbedaanya?""Jika dahulu dia pergi karena merasa yakin dengan tekadnya untuk menggapai impiannya, maka kali ini berbeda. Dia pergi karena sudah merasa putus asa. Dan aku merasa ikut bersalah atas apa yang menimpa kedua anakku," ibu Nalini kini tak bisa membendung air matanya lagi. Ibu Megantara mencoba menenangkan dengan menggeser kursinya dan memeluk ibu Nalini dari samping. "Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Anda jangan berkecil hati. Anda pasti sudah berusaha," kata ibu Megantara memberikan semangat pada ibu Nalini. "Nak Megantara, bisakah kau membantuku mencari keberadaan Nalini? Aku sangat tau dalam hal ini Nalini banyak melakukan kesalahan padamu. Tapi tolong bicarakan hal ini baik-baik dengannya. Segala keputusan nantinya tergantung kalian berdua. Aku sebagai orangtua tidak akan ikut campur lagi. Dan aku akan berupaya ag
Baca selengkapnya
97. Garis Dua
Sejak hari dimana Megantara memutuskan untuk mengambil tindakan, Megantara menyuruh orang untuk mencari dimana keberadaan Nalini. Sudah beberapa minggu namun tak kunjung mendapatkan hasil. Nalini seperti hilang di telan bumi. Tidak ada yang bisa dijadikan petunjuk kemana perginya Nalini. Megantara frustasi. Sejak kepergian Nalini, hidupnya kacau. Dia sering pergi minum-minum. Selalu bersikap keras di tempat kerja. Banyak keputusan gegabah yang ia ambil jika itu mengenai pekerjaan karena kurangnya fokus. Beruntungnya dia memiliki sahabat seperti Niko yang selalu mendukungnya terutama masalah pekerjaan. Jadi jika tingkah Megantara menimbulkan masalah, Niko yang akan menyelesaikannya. Lalu bagaimana dengan Sivia? Hidupnya mungkin baik-baik saja. Dia sudah mau menjalani aktivitas sehari-harinya dengan normal. Tapi ada bagian dalam diri Sivia yang hilang, yakni senyum cerianya. Tertawanya. Yang ada hanya ekspresi datar, senyum tipis yang dipaksakan dan tangisan pilu yang ditunjukkan pada
Baca selengkapnya
98. Perjalanan Bisnis
Sivia masih duduk di kursi penumpang dengan wajah yang ditekuk. Dia diam tak bicara apa-apa. Tapi sang ayah bisa memahami jika sang anak sedang kesal. "Maafkan ayah, Nak. Pekerjaan ini harus ayah yang turun tangan sendiri. Andaikan ayah bisa melimpahkan pada oranglain, pasti akan ayah lakukan," kata Megantara merasa bersalah. Dia baru saja mengatakan pada Sivia bahwa pagi ini Megantara harus langsung terbang ke Jogjakarta untuk memenuhi undangan meeting dari rekan bisnisnya. "Aku tidak apa-apa. Ayah pergi saja," kata Sivia dengan nada datar. "Kau bilang begitu tapi wajahmu mengatakan sebaliknya," ledek sang ayah. Mencoba bergurau tapi tak mempan. Anaknya tetap murung. "Kau ingin oleh-oleh apa?" Tanya ayahnya lagi. Sivia diam sejenak lalu menjawab, "Sesungguhnya kau tau apa yang aku inginkan saat ini ayah."Megantara tertegun. Dia sangat tau. Gadis kecilnya yang cantik itu merindukan sosok Nalini. "Maafkan ayah. Belum bisa memenuhi keinginanmu itu. Tapi ayah berjanji akan terus m
Baca selengkapnya
99. Mantan Kekasih
"Masakan di restoran ini enak sekali. Bolehkah aku bertatap muka dengan chefnya. Aku ingin tau sejauh mana pengalamannya menjadi koki," kata Megantara berkomentar. Masakan yang ia makan memiliki cita rasa seperti masakan Nalini. Bukan seperti lagi. Sudah jelas-jelas ini adalah masakan Nalini. Megantara bisa merasakan dengan lidahnya rasa dari masakan ini. Tidak ada yang bisa seperti ini kecuali Nalini. "Waw. Anda pengamat makanan juga rupanya. Mengapa saya memesan meja di restoran ini karena restotan ini masih tergolong baru tapi kualitas masakannya tidak bisa diragukan. Seperti masakan chef profesional lulusan luar negeri," jawab rekan bisnis Megantara. "Aku berharap nanti saat hotel di sini sudah beroperasi, kita bida menemukan chef yang handal untuk mengelola restoran hotel," kata Megantara lagi. Berbasa basi. Rekan bisnis Megantara yang satunya melambaikan tangan ke arah pelayan dan pelayan langsung menghampiri tamu VIP restoran malam ini. "Bisakah kau memanggilkan koki yang
Baca selengkapnya
100. Hidup Baru?
Nalini berbalik. Melihat Megantara menatapnya dengan tatapan tajam membuat nyali Nalini menciut. Nalini mematung di tempatnya. Lidahnya kelu tak bisa berkata apa-apa. Dia tak bisa berkutik atau melangkah dari tempatnya."Ternyata kau ada di sini," gumam Megantara. Megantara baju selangkah. Nalini bersandar pada bagasi mobil. Tak bisa kemana-kemana. Megantara menarik tangan Nalini dengan kasar, "Kau pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Apakah kau senang?"Nalini takut dengan perlakuan Megantara saat ini. Pria itu dipenuhi emosi. Nalini tau ini semua kesalahannya. Tapi dia belum siap menghadapi Megantara. "Lepaskan," cengkraman Megantara terlalu keras. Mungkin jika dilepaskan akan meninggalkan jejak dari buku jari Megantara. "Tidakkah kau tau perasaan orang-orang yang kau tinggalkan? Kau tidak penasaran bagaimana perasaanku? Kau tidak tau sebesar apa luka yang kau torehkan akibat ulahmu," Megantara masih mencecar Nalini dengan kalimat penuh penekanan. "Aku tau ini semua salahku.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status