Semua Bab Terjebak Pernikahan Penuh Derita: Bab 151 - Bab 160
164 Bab
Menghabisi Ibu dan Bayi
“Bunuh semuanya! Aku tidak mau ada penghalang dari pihak manapun! Oscar adalah milikku. Selamanya milikku!” Perintah Lucetta pada anak buahnya terdengar begitu tegas di telefon. Dia meminta semua mata-mata Oscar yang ada di Indonesia dilenyapkan. Jangan sampai Oscar mengetahui kalau dia mengunjungi negara ini. Siang itu, Lucetta menunggu di depan rumah duduk di kursi sisi pintu di mana di depannya ada pot. Jadi dari jalan dia tidak terlalu nampak. Dia juga meminta anak buahnya tidak mengganggunya biar dia yang mengurus sendiri. Cukup lama menunggu, akhirnya Nadya pulang. Bibirnya tersenyum miring meremehkan ketika melihat Nadya pulang bersama seorang pria. “Dia benar-benar pel*cur. Sudah hamil anak dari suami orang, masih saja mendekati pria lainnya. Aku yakin kalau pria itu juga sudah memiliki istri,” sinis Lucetta lirih. Seperti yang direncanakan, Lucetta berhasil membuat Nadya terkejut lalu membawanya masuk. Di sinilah mereka berada, ruangan luas yang biasanya sebagai tempat ol
Baca selengkapnya
Pendarahan Hebat
Suara ponsel dari arah lain membuat seseorang melihat ke dashboard mobil. Itu bukan suara dari ponsel miliknya. “Loh? Ini ketinggalan?” Dev akhirnya menemukan ponsel yang tergeletak di kursi samping kemudi. Padahal Dev sudah setengah perjalanan. Tapi dia baru menyadari kalau ponsel Nadya tertinggal di mobil. Netranya melihat ke kanan kiri. Dia sedikit bimbang antara melanjutkan ke kantor karena ada meeting 30 menit lagi. “Tapi bagaimana kalau ada pesanan catering?” tanyanya bermonolog. Tak hanya sekali, namun ponsel kembali berbunyi ketiga kalinya. Oke, Dev memutusnya putar balik. Dia lebih dulu menelfon asistennya atas keterlambatannya ke kantor kemudian membawa mobilnya cepat menuju rumah Nadya. Mobil berhenti di depan rumah seperti biasa. Ketika dia hendak mengetuk pintu, Dev mendengar keributan dari dalam rumah. “Ada apa di dalam?” Tanpa ragu, dia langsung masuk ke dalam rumah. Saat dia memasuki ruang keluarga, kejutan besar terpampang di depan matanya. Dia melihat seorang
Baca selengkapnya
Menginginkan Adik Baru
Walau lelah, Allice tetap membantu bibi menyiapkan makan malam. Baginya, melayani anak dan suami merupakan asupan energi baginya. Terlebih kalau mereka menyukai apa yang Allice persembahkan pada mereka, termasuk masakan yang disediakan. “Mama!” Anna, si kecil dengan dress rumahan berpita itu datang lebih dulu. “Sayang, Brian sama papa mana?” tanya Allice sembari mengisi empat gelas kosong di meja dengan air putih. “Kak Brian masih nanggung main lego katanya. Paling juga bentar lagi papa gotong ke sini.” Anna sudah nampak lebih tinggi sekarang. Dia duduk dengan mudah di kursi langganannya. Yaitu sebelah kanan kursi tengah milik Arsen. "Mama, tadi Jasmine bilang dia bakal punya adik lho!” ucap Anna dengan wajah ceria, sambil membiarkan Allice mengisi piring dengan nasi dan lauknya. “Oh, ya? Adik kandung? Maksudnya Tante Astri atau adik dari Uncle Hexa?” Allice jadi menghentikan gerakannya menunggu jawaban Anna. Pasalnya Hexa dan Dhea belum menceritakan apapun padanya. “Dari Uncle
Baca selengkapnya
Mulai Kehilangan Jejak Nadya
Allice duduk dengan tegang di ruang obsgyn rumah sakit tempatnya bekerja. Dia membiarkan teman satu profesinya mengurus hasil dari serangkaian tes yang kembali Allice lakukan. Yaitu mengenai kondisi rahimnya.“Bagaiman Dokter Sesil? Apa hasilnya berbeda dari yang sebelumnya?” tanya Allice dengan wajah gelisah.Dokter wanita itu masih menilai isi kertas yang ada di tangannya. Sampai dia menghela nafas panjang kemudian menggeser hasil tes ke hadapan Allice.“Maaf, Dokter Allice. Hasil tes kali ini menunjukkan kondisi yang serupa dengan sebelumnya. Kehamilan masih akan membawa risiko serius bagi kesehatanmu. Bahkan kondisinya semakin buruk kalau dipaksakan untuk hamil,” ungkap Dokter Sesil.Allice ikut membaca isi beberapa lembar kertas di hadapannya. Raut kecewa tentu terpampang di wajah cantik ibu dua anak itu. “Tapi apakah tidak ada pengobatan lain? Saya ingin memiliki anak lagi, Dok.” Dia kembali menatap dokter di depannya.“Aku paham keinginan kamu, Dokter Allice. Namun, mengingat k
Baca selengkapnya
Berhasil Pindah
"Kamu yakin akan tinggal di sini?" Dev menatap wanita cantik bergaun sederhana warna tosca di sampingnya ini dengan kedua alis yang saling bertautan. Merasa tidak percaya kalau tempat ini adalah pilihan yang terbaik.Meski sejujurnya kampung kecil yang tergolong sangat terpencil ini berbanding terbalik dengan kehidupan metropolitan, tapi Nadya tetap menganggukkan kepala dengan mantap."Tentu. Kenapa enggak?" Nadya tersenyum penuh keyakinan seakan mengusir kekhawatiran Dev.Laki-laki berkemeja dongker yang setia menemani Nadya ini menghela napas berat. Susah jika seorang perempuan sudah memutuskan, maka tidak ada gunanya berdebat. "Baiklah kalau itu maumu. Aku cuma takut kalau kamu akan kesulitan selama tinggal di desa terpencil seperti ini," ungkap Dev jujur.Sudut bibir Nadya terangkat. Sebelah tangannya menepuk bahu Dev ringan. "Tenang saja. Everything will be okay."Bersamaan dengan itu, seorang pria paruh baya berjaket kulit melangkah ke arah Nadya dan Dev dengan sebuah senyuman
Baca selengkapnya
Akhirnya Memiliki Partner
Senyum Nadya memudar. Lengkungan simetri sabit berubah terjun ke bawah. Tak ada lagi keramahan dan hanya tersisa tanda tanya juga tawa kecut. "K-Kamu cuma becanda kan, Dev? Nggak mungkin seorang kamu mencintai ak-" "Kenapa tidak, Nad? Kamu pantas dicintai dan aku bersedia menerima kamu apa adanya karena perasaan aku tulus ke kamu," potong Dev kilat. Lagi-lagi Nadya menggeleng tak percaya. Otak dan pikirannya seolah tidak mampu untuk mencerna kenyataan yang baru saja Dev ungkapkan. Sejak awal, kebaikan Dev diyakini penuh oleh Nadya atas dasar tali pertemanan. Ikatan juga kedekatan yang tercipta semata-mata karena Dev adalah sahabatnya dari kecil. Tidak lebih. Itulah mengapa, hingga detik ini, Nadya tidak pernah mengira kalau Dev menaruh perasaan padanya. Sungguh, dia benar-benar terkejut. Gelengan tegas kembali Nadya layangkan. Kali ini, Nadya ingin bertindak logis. "Tidak, Dev. Jangan sama aku. Kamu itu pria yang baik, cerdas, pengertian, dan mapan. Di luar sana banyak wanita y
Baca selengkapnya
Mencoba Mencegah
Hati gelisah, pikiran bercabang, dan kecemasan yang menerjang kuat, membuat malam ini terasa begitu menyiksa batin Lucetta. Sambil mengigit bibir bawahnya, Lucetta berjalan mondar-mandir. Terhitung sudah lebih dari sepuluh kali memutar langkah, tapi perasaannya belum juga tenang. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mungkin terus-terusan diam saja," gumam Lucetta sembari memutar otak, berusaha mencair solusi.Ya, persoalan yang tadi tentu membuatnya tak bisa memejamkan mata. Tentang ayah mertua juga suaminya yang sudah sepakat untuk mencari keberadaan wanita tidak tahu diri yang diam-diam mengandung darah daging Oscar.Dari tempatnya berdiri, Lucetta menatap langit malam yang begitu kelam. "Jika sampai Daddy ikut membantu mencari jalang murahan itu, posisiku akan terancam.""Tidak. Aku tidak akan membiarkan itu. Tapi apa harus apa?" "Sayang? Kamu bicara dengan siapa?" Oscar masuk ke kamar, menyorot penuh tanya ke arah wanita berambut blonde dengan piyama merah itu.Spont
Baca selengkapnya
Kekejaman Lucetta
Di lorong rumah sakit yang terasa mencekam ini, Oscar berjalan mondar-mandir dengan wajah kusutnya. Berulang kali menyugar rambutnya kasar seolah frustasi dengan keadaan yang mencekiknya begitu erat.Bukan hanya Oscar yang tampak kehilangan kendali atas dirinya, sang adik kandung—Lexa, yang baru saja mendarat dari perjalanan panjang, pun juga terisak sesak mengetahui kabar tak menyenangkan ini."D-daddy hiksss ... Dad-daddy ..." Lexa menangis sampai sesegukan sembari menatap ruang ICU, tempat ayahandanya berjuang antara hidup dan mati.Lucetta yang berdiri di samping Lexa lantas merengkuh tubuh ringkih adik iparnya itu. "Sstt sabar, Lexa ... Daddy pasti akan baik-baik saja.""Kamu jangan menangis terus seperti ini. Daddy pasti tidak suka putrinya bersedih," bujuknya membuat Lexa perlahan menyeka air mata yang terus mengalir.Tak berselang lama setelah itu, pintu ruang ICU terbuka. Menampilkan seorang pria paruh baya berjas putih yang keluar bersama para perawat. Oscar bergegas mengha
Baca selengkapnya
Hukuman untuk Psikopat
Dengan emosi yang menggebu-gebu juga amarah yang telah memuncak, langkah besar Oscar membelah heningnya malam di lorong rumah sakit ini.Kedua tangannya terkepal erat. Rahangnya mengetat seiring dengan lava murka yang sebentar lagi pasti akan meledak."Di mana Lucetta?! Apa dia di dalam?! Minggir!" sentak Oscar begitu sampai di depan para bodyguard-nya yang berjaga-jaga di luar kamar inap Anthony.Namun, salah satu bodyguard mencegah langkah Oscar dengan tundukan hormat. "Maafkan saya, Tuan Muda.""Nyonya Lucetta melarang siapapun masuk karena ada sesuatu yang penting."Mendengar ungkapan dari pria berbadan kekar yang seharusnya tunduk padanya, Oscar tanpa ragu melayangkan satu bogeman dahsyat.Bughhh!Raut wajah Oscar memerah, amarahnya benar-benar sudah di ujung ubun-ubun. "Kalian siapa berani melarangku hah?!""Lucetta tidak lebih dari istriku. Kalian bekerja bukan atas perintahnya, tapi aku! Aku-lah yang berkuasa di sini!" murka Oscar yang saat itu juga menendang tulang kering bod
Baca selengkapnya
Duka yang Mendalam
Rinai hujan perlahan turun membasahi bumi bagian utara. Tepatnya di Milan pukul delapan lebih tujuh menit, rombongan Oscar telah sampai di pemakaman keluarga besarnya.Suasana sendu, isak tangis yang menyesakkan, juga rintih pilu yang sejatinya menyiratkan betapa perpisahan yang tersulit adalah dengan maut.Oscar yang hadir dengan jas hitam legam juga kacamata senada mengambil langkah paling depan sembari membawa figura foto Anthony yang tampak tersenyum penuh wibawa.Bukan hanya hatinya yang hancur, tapi jiwa Oscar juga tergores begitu dalam. Kepergian sang ayah yang terlampau tiba-tiba jelas menyisakan luka yang membuatnya cukup trauma.Menghela napas berat, Oscar berhenti di liang lahat yang sudah dipersiapkan untuk ayahandanya. Peti mati Anthony telah dijunjung oleh beberapa pria yang bertugas dan prosesi pemakaman pun dimulai.Lexa tak kuasa menahan tangisnya. Deru kesakitan dan jerit pilu yang begitu keras berulang kali Lexa keluarkan. Perasaannya hancur, teramat sangat hancur.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status