All Chapters of Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti: Chapter 71 - Chapter 80
85 Chapters
Bab 71 Sebuah Pengakuan
"Urus urusanmu sendiri," tegas pria yang tengah sibuk memakai jam tangannya. Rahangnya tampak tegas, tidak terlalu peduli dengan ratapan melas dari sang istri. Ia malah enggan menoleh, bahkan tatapannya lurus dan tajam. Wanita itu berjalan mendekat, berupaya menggoda dan merayu sang suami. Meski berakhir nihil."Mas, aku butuh kamu. Aku butuh dukungan kamu, Mas. Kenapa kamu malah seperti malas untuk membantu dan mendukung istrimu sendiri? Kamu seperti lebih memihak kakakmu sendiri ya?" Wanita itu menudingkan tatapan menyipit. Pria itu menoleh, tatapannya tajam. "Kenapa? Aku membela mana yang benar. Kamu yang salah, Ndhis. Lagi pula kenapa kamu sampai tega melakukan hal itu? Dia itu adik sepupu kamu, sampai hati melakukan itu semua." "Dia yang membuat perhatian kamu menjadi jauh berbeda dengan aku, Mas. Aku tidak suka hal itu terjadi. Aku tidak mau! Aku benci jika kamu terlena sama aku," jawab wanita itu dengan nada tak kalah tinggi.Pradipta memijat keningnya yang tiba-tiba terasa
Read more
Bab 72 Boleh Menikah Asal ...
"Siapa saja, Bapak berpesan jangan pernah kalian menemui Ibu. Bapak tidak suka! Ibu yang meninggalkan kita selama ini demi pria lain. Ibumu mementingkan kepentingan pribadi daripada kalian. Kalian tahu, Ibu kalian itu malah menjadi pelacur." Pramudita membuang napas kasar, ucapan Juwanto selalu terputar di kepalanya. Bahkan hingga usianya tiga puluh dua tahun tidak pernah berani menentang ucapan Juwanto. Hingga akhirnya rasa penasaran itu muncul, lebih lagi puluhan tahun tidak lagi bersama dengan wanita tersebut. Pada umumnya mulai dari kecil hingga sampai detik ini seorang Ibu tetap mendampingi, malah ia terpisah jauh.Tangan lembut Linggar menepuk bahu Pramudita, pria itu menoleh disambut senyuman oleh istrinya. "Kenapa, Mas? Kamu ada masalah?"Pria itu menggeleng, menarik lembut tangan sang istri. Merengkuh pinggang wanita itu, kemudian mengecup pipinya. "Tidak ada, aku hanya sedikit bingung.""Bingung kenapa, Mas? Kamu takut bertemu Bu Tin?" tanya Linggar menyentuh wajah Pramudit
Read more
Bab 73 Cerai!
Dahi semakin mengerut di kulitnya yang tidak lagi kencang, tampak bagaimana raut wajahnya cukup khawatir. Ia takut jika apa yang direncanakan berakhir kegagalan. Sejak pagi, ia memilih menyendiri dan merenung di taman belakang. Sembari memandang tanaman hijau di depannya. Awan hitam menggumpal, sebentar lagi hujan turun, tak ada niat dalam hatinya untuk beranjak dari sana.Kopi di cangkir telah tandas tak tersisa, tetap saja tak membuatnya hengkang. Kedua tangannya tertaut di atas meja, kembali menatap lurus gerombolan tanaman di hadapannya. Pikiran tak ingin tenang, pindah dari masalah satu ke yang lainnya. Raga diam, tapi tidak dengan isi kepalanya."Mas, nanti aku ingin dibangunkan taman kecil untuk kita bersantai ya? Aku ingin menikmati sore atau pagi hari dengan duduk santai." "Apa kamu masih hidup di sana, Tini?" Senyuman simpul terbit tiba-tiba di bibirnya. "Sudah tidak lama bertemu, apa kamu masih sama seperti yang dulu?"Pria itu terkekeh. "Apa mungkin wajah cantikmu masih s
Read more
Bab 74 Aku Ikut Ibu
"Tidak semudah itu, Dipta. Jangan memutuskan sesuatu hal dengan penuh emosi, Nak, penyesalan itu datangnya selalu ada di akhir. Dinginkan kepalamu terlebih dahulu, baru dapat berpikir dengan jernih. Kamu ini masih diselimuti rasa marah dan emosi yang begitu besar," ucap Juwanto kepalanya menggeleng berulang."Lagi pula jika masih bisa diperbaiki, kamu perbaiki terlebih dahulu, Nak. Bapak ingin yang terbaik untuk kamu dan keluarga kecilmu. Tidak ada yang ingin pernikahannya berakhir pada perceraian, selesaikan masalahmu dengan berbagai cara," lanjutnya.Helaan napas Pradipta terdengar berat, ia memijat kepalanya yang terasa pusing tiba-tiba. "Masalah kami tidak memiliki jalan keluar yang lain, Pak. Satu-satunya kamu harus berpisah, aku tidak memiliki cara lain. Sudah aku pikirkan matang-matang, tetap saja jalan buntu.""Dipta, tidak mungkin selalu berakhir buntu 'kan? Kamu bisa mencari jalan lain, tidak hanya jalan itu saja." Juwanto menepuk bahu anak bungsunya. "Pak, hidup bersama de
Read more
Bab 75 Baju Dinas
"Bagaimana kelanjutan masalah Mbak Gendhis, Mas?" Wanita dengan gaun tidur satin berwarna hitam duduk di pinggir ranjang sambil mengurai rambutnya. "Aku sudah lama tidak dengar kabar tentang dia, bahkan Dipta sekarang juga tidak bersama Mbak Gendhis lagi."Pramudita membuang napas berat, menoleh sesaat. "Kenapa memangnya? Masalah itu semua sudah aku serahkan ke pengacara dan polisi, mereka yang lebih berhak menangani. Aku ingin Gendhis mendapatkan hukuman yang setimpal. Masalah hubungan Dipta dan Gendhis, aku tidak tahu. Memang akhir-akhir ini mereka jarang sekali bersama.""Yang aku dengar dari Bapak, Dipta tidak ingin melanjutkan pernikahannya. Katanya dia lelah menjalani hubungan dengan wanita yang tidak dia sukai. Ibu Gendhis katanya juga suka ikut campur," tambah Pramudita."Jadi, mereka cerai?" Linggar membulatkan matanya.Pria itu berjalan mendekati Pramudita, kemudian duduk di samping sang istri. Tangannya merengkuh bahu wanita tersebut, mencium puncak kepalanya begitu lembut.
Read more
Bab 76 Pernikahan Tak Menarik
"Bapak mohon, dekatkan Ibu dengan Bapak kembali ya?" Pramudita membuang napas panjang, bibirnya perlahan mengunyah sereal di depannya. Keningnya mengerut dalam mendengarkan permohonan dari Juwanto. Pasalnya ia sendiri pun bingung harus bagaimana. Terlebih lagi Kartini seperti telah enggan untuk memiliki hubungan kembali dengan mantan suaminya. "Apa yang bisa Pram lakukan, Pak? Ibu juga punya perasaan, tidak bisa dipaksakan begitu saja. Mungkin Ibu telah lelah menghadapi Bapak, Pram yakin sekarang Ibu sudah bisa berdamai dengan masa lalunya, Pak." Linggar menatap suaminya, dahinya mengerut meminta penjelasan yang lebih. Sayangnya pria itu hanya memberikan kode tangan, tentu akan memberitahukan nanti. Bagiannya hanya mendengarkan tipis-tipis. "Pram, Bapak tahu kamu lebih dekat dengan Ibu. Hanya kamu yang bisa bantu Bapak sekarang, Pram. Tolong, Pram. Bapak ingin kembali rujuk dengan Ibu. Apa kamu tidak ingin melihat Bapak dan Ibu kembali rukun bersama?" Suara Juwanto terdengar begi
Read more
Bab 77 Jatuh Cinta Kembali
"... 7 tahun penjara." Wanita menangis tersedu-sedu, tak dapat berbuat apa-apa. Nasibnya telah final, palu telah terketuk. Tak hanya itu saja, selain hukuman penjara ia harus menanggung persidangan yang lain, sidang cerai. Dalam waktu berdekatan wanita itu melakukan dua kali persidangan. Sang suami tega melayangkan gugatan cerai atas apa yang sudah ia lakukan. Akibat satu kesalahan berakibat cukup fatal, hingga merambah ke jalinan asmaranya. Pernikahan baru seumur jagung harus kandas di peradilan agama. Teringat akan kesalahan yang bertumpuk-tumpuk telah diperbuat ke adik sepupunya. Dari mereka belia hingga detik tak pernah surut rasa iri yang tertanam di dalam hatinya. Entah apa pun yang dapat dicapai oleh adik sepupunya, ia selalu tidak terima akan timbul rasa tidak suka. Lebih lagi seluruh keluarga besarnya selalu membanggakan prestasi adik iparnya dan membandingkan dengan dirinya.Jiwa kecilnya selalu terbentuk untuk balas dendam. Lantas melakukan segala cara agar semuanya dapa
Read more
Bab 78 Perhiasan Cantik Hanya Kamu
"Maaf, Dik, aku salah besar selama ini ke kamu. Maafkan aku." Linggar mengangguk, air mata terasa berada di pelupuk matanya. Ia tak dapat menahan rasa sedihnya melihat saudara sendiri memakai baju tahanan. Terlebih wajah kakak sepupunya itu begitu pucat dan melas, tidak seperti hati biasanya yang cantik dengan balutan riasan. "Terlalu banyak salah yang aku perbuat ke kamu ya, aku sampai bingung harus dengan cara apa aku meminta maaf ke kamu. Pasti jadi kamu pun tidak mudah, belum tentu hatimu lapang untuk memaafkan kesalahan aku. Tidak masalah, aku sama sekali tidak memaksa kamu untuk memaafkan kesalahanku." Wanita itu mengusap air matanya. "Setidaknya kamu masih mau bertemu denganku, artinya masih ada kesempatan aku untuk mengubah semua menjadi lebih baik. Maafkan kesalahanku, Dik.""Aku bahkan dengan sengaja merebut calon suami kamu di hari bahagiamu, Dik. Itu semua salah, aku sangat salah besar. Harusnya tidak seperti itu," lanjutnya berurai air mata."Iya, Mbak, aku sudah mema
Read more
Bab 79 Minta Bantuan
"Kamu mau ke mana?" Pemaudita melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya tampak datar dengan rahang mengeras."Itu sudah menjadi tanggung jawab kamu, Dipta. Kamu ingin lari dari tanggung jawabmu?" Pria dua puluh tujuh tahun itu membuang napas panjang, berdebat dengan sang kakak selalu tak mendapat celah. Pramudita selalu berhasil membuat lawan bicara mati gaya. "Aku hanya ingin mencari ketenangan sebentar saja, Mas. Aku tidak pernah lari dari tanggung jawab, maka dari itu aku ingin kamu yang sementara ini memegang perusahaan. Satu tahun nanti aku akan kembali ke sini, Mas, aku hanya titip sebentar ke kamu. Tidak mungkin aku serahkan kembali ke Bapak 'kan, Mas? Bapak mana mungkin mau mengurus perusahaan," jelas Pradipta."Yang bisa mengurus itu hanya kamu, Mas. Aku percaya sama kamu, Mas. Lagi pula kamu bisa mengajak Linggar. Kalian bisa kerja sama berdua mengurus perusahaan 'kan, Mas? Ayolah, Mas, kamu pegang dua perusahaan. Aku satu bulan sekali bakal pulang," lanjutnya.Pramu
Read more
Bab 80 Tidak Seperti Yang Dulu
"Tini, aku ingin hubungan kita seperti dahulu kala. Apa kamu tidak ingin kita kembali memperbaiki hubungan kita?" Wanita dengan rambut digulung ke atas itu membuang napas kasar, wajahnya tampak tidak begitu antusias. Cenderung murung dan masam, bahkan pandangan matanya tertunduk. Tak menatap pria yang pernah ada di hatinya tersebut."Sudah aku katakan, Mas, aku tidak bisa. Hubungan kita telah berakhir dan aku tidak ingin memulainya kembali. Aku sudah menutup buku kenangan tentang kita, tidak akan ada lagi kita di masa depan. Sekarang aku hanya fokus untuk anak-anak saja," jawab wanita itu tegas."Kita menikah pun anak-anak pasti akan senang, Tini. Mereka akan bahagia melihat kedua orang tuanya kembali rukun. Apa lagi sudah lama mereka tidak pernah melihat kedua orang tuanya saling bahagia bersama," bujuk Juwanto.Aroma latte menguat di ruangan ber-Ac. Kartini memejamkan mata menikmati aroma yang begitu menggiurkan. Latte adalah salah satu kopi yang menjadi favoritnya sejak kepergian
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status