Semua Bab Istri Galaknya Om CEO : Bab 21 - Bab 30
119 Bab
Bab 21. Bahagiaku
"Ngaco! Cia lagi haid," jawab Ciara. "Oh, hahaha." Haidar tersenyum sembari mengurut punggung istrinya. "Hamil mulu pikiran Om," timpal Ciara. "Udah pengen banget soalnya. Apa ucapan Om menyakitimu?" tanyanya. "Mboten, tapi mungkin bagi perempuan lain ini menyakiti karena kayak memberi harapan dan ternyata masih gagal." "Beneran kamu gak sakit hati?" "Hahaha, nggak. Yang bikin sakit hati tuh kalau Om udah gak cinta lagi sama Cia," jawab Ciara. Sejenak Haidar menatap istrinya yang pucat. Ia kecewa sebenarnya, baru kali ini Ciara keluar rumah tanpa izin dan ujung-ujungnya keadaannya sakit. Tidak menyadari bahwa dirinya dimata-matai. "Malam ini ngobrolnya dikit aja, cepat tidur!" pinta Haidar. "Gak mau!" rengeknya. "Ciara Basma! Sadar, gak kamu udah salah keluar tanpa izin! Mau apalagi sekarang? Gak nurut, hmm?" "Huaaaaaa, dibentak!" Ciara langsung menangis sembari tertidur. Memang sikap Ciara masih begini. Moodnya masih berlari-lari. Haidar geram melihatnya, tidak ingin membe
Baca selengkapnya
Bab 22. Jemariku
"Gak usah pakai jilbab!" "Nggih harus pakai toh, Nduk." "Hahaha, mukanya panik amat kenapa? Iya-iya pakai yang hitam aja," kata Ciara. "Kirain kamu kerasukan gak mau pakai jilbab. Hahaha," jawab Haidar. Canda tawanya tidak tertinggal meskipun dalam keadaan sakit seperti itu. Sikap dingin Haidar benar-benar hilang, lebih banyak senyum juga setelah menikah dengan Ciara. Ia menggendong istrinya yang lemas itu untuk ke mobil yang telah disiapkan papanya. *** "WANITAKU, JEMARI INI TELAH BERANI MENERIMA JANJI. MAKA DARI ITU, AKU HARUS MEMBERIMU LEBIH DARI SEJUTA BUKTI, BAHWA KAMU IALAH WANITA PILIHAN YANG HARUS DIMULIAKAN, KAMU WANITA RUPAWAN YANG HARUS KUJAGA DARI GODAAN." "Suwun, Cintaku. Isbay yakin, njenengan orang yang tepat," sahut Ciara. "Sepurane ponselmu Om bawa riyen, Nduk. Mau beri pelajaran buat orang-orang yang menggodamu," ungkapnya. "Nggih, monggo." Ciara menyerahkan ponselnya yang hari ini ada beberapa teman Ciara yang bersikap tidak pantas. "Cepet sembuh ya. Ada ke
Baca selengkapnya
Bab 23. Benihku
"Nanti aja di rumah," jawab Haidar. "Kejutannya emang ada di rumah?" tanya Haidar. "Ada di sini, udah Om bawa," ucap Haidar. "Aaaaa gak sabar sampai rumah." Belum diketahui oleh Ciara, bahwasannya Haidar membawa sesuatu yang sangat Ciara harapkan. Keinginannya untuk punya guling pororo dan bantal love bergambar pororo yang ada tanda tangan suaminya pun diwujudkan. Haidar selalu mencari cara untuk memberikan kebahagiaan sang istri. "Wiih, pororo, imutnya!" Ciara gemas melihat badut pororo. "Mau beli badut?" tanya Haidar. "Ya gak dong. Kalau beli kostumnya bagus tuh, terus Om yang pakai. Pasti gemoynya banget! Semoga benihnya Om Sayang laki-laki kembar tiga!" Ciara mencubit pipi Haidar. "Aamiin," jawab Haidar. "A-aduh, Isbay-Isbay. Ya udah kita beli," jawab Haidar. "Beneran mau?" tanya Ciara. "Apa salahnya? Mau aja dong, Cintaku," sahut Haidar tersenyum. "Yeee, suamiku memang the best," *** "Alhamdulillah, udah hadir benihku." Haidar mencium perut istrinya. "Masyaallah, pe
Baca selengkapnya
Bab 24. Cantikku
"A-aaaaarghhh!" "Masih mau pulang? Om juga ikut pulang kalau kamu pulang. Sini Om anterin, jangan naik taxi!" Haidar membelai kepala istrinya. "Mboten, ikut Om aja. Yuk beli jajan!" Ciara memeluk Haidar sembari turun dari mobil. "Gemesinnya, Masyaallah. Harus dijaga nih, Om yakin deh hasilnya kembar tiga," kata Haidar. "Isbay ingin ice cream nanas," ucap Ciara. "Nggak boleh, Sayang. Yang boleh-boleh aja, nggih?" Haidar terus meletakkan tangannya di belakang pinggang istrinya. "Yaaaaahhhhh!" keluhnya. Kesal tidak bisa makan bebas. Ciara cemberut terus, tetapi bibirnya ditarik-tarik dengan tangannya sampai dia salah tingkah karena dilihatin beberapa orang. Ciara pun tersenyum dan menggenggam tangan suaminya supaya tidak iseng di tempat umum. "Njenengan juga gak boleh makan! Harus adil dong, yang ngehamilin siapa masa yang nanggung aku sendiri!" "Hahaha, baiklah. Om juga gak makan ice cream nanas, kita beli cemilan aja, entar lanjut beli jilbab baru juga nggak masalah," kata Haid
Baca selengkapnya
Bab 25. Penolongku
"Nggih, kalau pulang Om antar, jangan kumat kayak tadi mau naik taxi online," pinta Haidar. "Sudahlah, njenengan sibuk," jawab lirih Ciara. "Aku ingin senyummu," bisik Haidar. "Om gak usah ngerayu! Percuma!" ucapnya ketus. "Percuma? Ocyang gak percaya. Oleh tuh nyuruh kamu pulang karena gak mau kami sakit hati karena Toya," kata Haidar. "Ngapunten, nggih ... Ocyang anter pulang kalau begitu," jawabnya. Haidar mengantarkan istrinya untuk pulang. Tanpa ia tahu, ada penawaran kerja sama yang mengharuskannya ke luar negeri untuk jangka panjang. Akan tetapi, harus segera memberi keputusan saat ditelpon. Sayangnya, ponsel Haidar saat di mobil yang berbunyi dengan sengaja ia abaikan, takut istrinya cemburu lagi karena sudah jelas yang telepon ialah Toya. "Bagus, jangan diangkat!" seru Ciara. "Misal kamu aja yang angkat gimana? Jangan-jangan soal kerjaan," sahut Haidar. "Cuma misal kan? Isbay ogah banget!" celetuk Ciara. "Iya, misal aja." *** "Alhamdulillah! Kamu memang penolongku,
Baca selengkapnya
Bab 26. Lenteraku
"Sepuluh meter juga boleh," jawab Ciara. "Sayangnya empat kata sudah cukup. Toya tidak di kantor," kata Haidar. "Serius? Ke mana?" tanya Ciara. "Neneknya sakit, jadi pulang." Haidar mengambil segelas air putih. "Aduh!" keluh Ciara. "Kenapa? Kok malah khawatir? Harusnya seneng kan gak ada yang dicemburui?" Ciara takut akan ada kasus lagi seperti dengan Bening. Ia seperti trauma dengan orang sakit. Berhubung masalah dengan Bening juga dikarenakan saat sakit. Kalau keadaan seperti ini, ada tamparan untuknya untuk lebih banyak waktu berbuat baik dengan Bening. Mengetahui bahwa ada perempuan lain yang mencintai suaminya itu tentu sakit, tetapi sakit itu akan berbalut syukur besar jikalau ternyata yang mencintai mampu menahan, dan tak ingin mengusik rumah tangganya. "Bagaimana jik---" "Suuddd! Jangan pikirkan yang tidak-tidak!" Haidar meletakkan telunjuknya di bibir Ciara. "Aaaaaahhhh, iya. Jadi ingin ketemu Bening. Bisa gak kita ke Belanda?" tanya Ciara. "Bisa aja, tapi kan lagi h
Baca selengkapnya
Bab 27. Harapanku
"Astagfirullah, siapa yang main alat pijat ini dilempar?" tanya penjual sarung. Hampir saja alat pijat yang dijual juga di area maka, melayang mengenai Ciara. Beruntungnya Haidar berhasil menarik tubuh istrinya. Alat pijat itu pun terjatuh tepat di tempat Ciara yang awalnya berdiri sebelum ditarik. Tidak lama dari itu, datanglah kedua orang tua yang meminta maaf karena ulah anaknya yang memang ada gangguan mental. "Ngapunten sanget Mbak, Mas. Mohon pemakluman untuk anak kami yang mengalami gangguan mental," pinta Ibu dari anak tersebut. "Mboten napa-napa Bu. Semoga anak Ibu dan keluarga selalu mendapatkan keberkahan. Boleh kula peluk anaknya?" Ciara tersenyum ke anak tersebut. "Aamiin." Anaknya masih balita. Perempuan yang usianya sekitar empat tahun, ia memang mengalami gangguan, orang tuanya baru menyadari hal tersebut belum lama. Mereka mengizinkan Ciara memeluknya sembari diberi kabar tentang pertumbuhannya. "Adik, kapan-kapan main ke rumah Kak Cia mau?" tanya Ciara. Anak ke
Baca selengkapnya
Bab 28. Penawarku
"Kenapa, Sayang? K-kita lanjut ke rumah sakit, gak usah putar!" Haidar lumayan mempercepat laju mobilnya. Ciara pingsan membuat Haidar semakin khawatir. Ia mengingat-ingat apakah ada kesalahan makan dari istrinya. Namun, tidak ada hasil valid dalam otak. Bukan hanya khawatir dengan Ciara, tetapi benih yang baru saja tumbuh di perut istrinya. "Berchandya-berchandya, hahaha ... panik-panik!" ledek Ciara. "Aissshh! Kamu kalau bercanda jangan korbanin kesehatan, Cinta. Ini nggak baik." Haidar menghela napas panjang. "Mboten ngapusi. Aku beneran sakit, sakit karena ingin njenengan cium nih perutnya," timpalnya. "Ndredeg pol denger rintihan kamu, hhh. Sini Ocyang cium! Bilang aja langsung kalau minta begitu, gak usah pakai drama pingsan prank!" seru Haidar. Ada rasa sayang, cinta yang begitu besar untuk sang istri dan calon buah hati. Satu kata saja ada kata yang menyinggung keselamatan mereka, tentu rasa gundah bertahta dalam diri lelaki tampan yang berkedudukan sebagai suami dan calo
Baca selengkapnya
Bab 29.Cintaku
"Nggih, enak banget, Mam," jawab Haidar. "Dulu kamu suka kalau disuapin harus ada krupuknya," kata Sita. "Mam, Pap, Ocyang ... Ciara ke kamar dulu ya, tadi ada janji mau kasih materi buat temen kampus," ucap Ciara. Semua mengangguk dan tersenyum. Mertuanya juga bisa iseng, Sita sengaja melakukan hal tersebut. Haidar menyusul Ciara setelah ia beres makan. Saat itu, Sita dan Bunder baru mulai untuk menyantap makan siang. "WANITAKU, HANYA KAMU YANG BERHASIL MENGGALI CINTAKU. CEMBURUMU IALAH RODA MISTERI, MEMBERI ARTI BAHWA CINTA KITA TAK TERUSIK DUSTA YANG MENGHANGUSKAN KESUCIAN ASA." "Cia mboten cemburu!" Ciara acuh dan memainkan ponselnya. "Aku itu bicara sama kamu. Kenapa tatapannya ke ponsel?" Haidar mengambil ponselnya, tapi menggantinya dengan pelukan. "Arrggghh! Gerah, minggir!" pinta Ciara. "Ngaku dulu, kamu cemburu kan?" desak Haidar. "Cemburu napa mboten itu gak perlu diucapkan, harusnya njenengan sudah paham!" celetuknya. "Paham Sayang, tapi apa Ocyang salah? Coba tun
Baca selengkapnya
BAB 30. SIASAT BUTA
"Karena kita kan mau bantu Ciara sama Mama pilih jilbab," kilah Haidar.    "I-iya, kita perlu pendapat Papa sama Haidar." Sita menginjak kaki Bunder sembari menariknya untuk kembali memilih.    "Aa---"    "Ada yang bisa dibantu Ma, oke Papa di sini. Maaf yo Le, kapan ngono aja direncanakan," lanjut Bunder.    Sita paham dengan ucapan Haidar, mengenai ingin menjaga perasaan Ciara. Namun, Sita tidak paham mengenai perasaan Haidar yang campur aduk takut ada rencana buruk Spion di balik ajakannya. Pikirannya terarah ke kopi yang akan mereka minum bersama nanti.    "Nggih, gak apa-apa. Kalau begitu Spion antar Toya mau beliin neneknya baju dulu. Assalamu'alaikum," kata Spion.    "Wa'alaikumsalam."    Ciara tersenyum ke Haidar setelah Toya dan Spion pergi. Ia lega, tidak ada yang cari perhatian lagi ke sosok-s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status