All Chapters of Putri Rahasia Tuan Damian: Chapter 31 - Chapter 40
77 Chapters
31. My future wife
"Jadi, berapakah total yang harus kubayar untuk meja nomor 6?" seorang pria baya berdiri di depan kasir, berbicara seraya merogoh kantung celana demi mengambil dompetnya.Namun, yang diajak bicara hanya diam membisu. Wajahnya memang menghadap ke layar monitor di depannya, tetapi tatapan mata indah itu tampak tak fokus. Pikiran Evelyn seakan tidak ada di tempat itu."Hey, Nona!" karena merasa kesal, si pria baya meninggikan intonasi suaranya. Wajah yang semula tampak ramah, kini tertekuk kesal."Ah, y-ya. Maafkan saya." Dan bentakan itu nyatanya berhasil menyadarkan Evelyn dari pikirannya yang bercabang. Wanita itu tersentak kemudian menunduk, meminta maaf. "Pembayaran untuk meja nomor berapa, Tuan?""Nomor 6."Evelyn menggerakkan kursornya, meng-klik rincian pesanan kemudian menjumlahkan total harga. "Totalnya 350 ribu."Raut muka pria baya itu tak berubah, masih tetap terlihat kesal. Meskipun begitu, dia akhirnya membuka dompetnya juga, membayarnya dengan nilai yang pas."Terima kasi
Read more
32. Menerimamu
'Mungkin ini akan sedikit mengejutkanmu, tapi ... pernikahanku akan dilaksanakan dua bulan lebih cepat.'Kata-kata yang Damian ucapkan sore itu kembali terngiang di kepala Evelyn, entah untuk yang ke berapa kalinya selama berhari-hari belakangan. Wanita itu memilih untuk menatap ke sisi kaca mobil, memandangi entah apa yang berhasil memasuki retina matanya. Bohong jika ia berkata bahwa dirinya turut merasa senang saat si pria pirang sebentar lagi akan melepas masa lajang. Luka di hatinya kembali tercipta, melengkapi luka-luka lainnya yang lebih dahulu bersarang di sana."Jadi, bagaimana, Eve?" Aksa kembali membuka tanya, sedikit melirik melalui sudut mata. Pasalnya ia sedari tadi sudah panjang lebar berbicara, namun nihil tanggapan dari si wanita.Dan kernyit di dahi pria berwajah oriental itu tercipta saat ia mendapati Evelyn hanya duduk diam menatap jalanan, nyaris tanpa respons. Oleh karena itu ia sedikit menyentuh bahu wanita itu demi mencari atensi."Eve?""Eh? Ya?" dan di detik
Read more
33. What?!
Waktu berjalan terlalu cepat tanpa disadari. Kini mentari telah berada di ufuk barat, tanpa terasa senja telah menyapa. Meski terik sang surya masih begitu menyengat di luar sana, namun di dalam ruangan studio dengan penuh sorot lampu itu tidak terasa demikian. Alat pendingin ruangan menyala guna mencegah keringat yang bisa saja mengganggu proses pekerjaan mereka. Pun sebuah kipas berputar untuk menghasilkan efek rambut yang berkibar."Satu, dua, tiga!" hitungan itu berakhir ketika lensa kamera di tangan seorang fotografer membidik gambar Kiara. "Ok, bagus."Si model nan cantik jelita tampak mengubah posenya dengan memegang sebuah botol produk perawatan rambut di tangan kanan, tersenyum lepas ke arah kamera dengan rambut berkibar. "Sekali lagi, ya. Satu, dua, tiga!"Dan lagi-lagi kamera itu berhasil mengabadikannya."Yap! Kurasa sudah cukup." Si fotografer kedapatan tersenyum ke arah Sang model sebelum memeriksa hasil jepretan kameranya. Dan senyum puas terkembang di sana. "Kerja bag
Read more
34. Berjalan di sisimu
"Aku benar-benar seperti bermimpi bisa bertemu The Dreams secara langsung begini. Henry, dia benar-benar mengagumkan! Selama ini kukira ia hanya melakukan lipsync saat konser, ternyata suaranya sungguh luar biasa enak didengar." Mata berbinar, pujian penuh kekaguman itu mengalir dari mulut Evelyn ketika ia berjalan bersisian dengan Aksa. Sinar rembulan menjadi saksi saat keduanya menelusuri jalanan paving sebuah taman yang terletak tak jauh dari Alun-alun kota."Apakah kau senang?" kepala berhelaian kelam nan lurus itu menoleh, menatap sisi wajah Evelyn. Melihat bagaimana perempuan itu sesekali menikmati es krim pemberiannya. "Tentu saja. Baru kali ini aku datang ke Festival musik setelah sekian lama. Terakhir kali aku mendatangi festival seperti ini, saat itu aku masih duduk di bangku SMA," kenang Evelyn, lengkap dengan senyum simpul."Biar kutebak. Kau datang bersama Damian?"Senyuman itu berubah kaku selama beberapa saat. Mendengar nama pria itu disebut entah bagaimana sedikit mem
Read more
35. Curious
Frustrasi menghiasi raut wajahnya saat menatap layar ponsel, berikut keningnya yang mengernyit lengkap dengan tatapan tajam, seakan ponsel tak bersalah dalam genggamannya itu merupakan musuh yang sangat menyebalkan."Kenapa Eve tidak pernah lagi mau menjawab panggilanku? Apakah dia sebegitu sibuknya?"Tentu tidak akan ada jawaban yang ia terima, sebab ia memang sedang sendirian di dalam ruangannya. Ia dibuat cukup kesal kali ini. Evelyn, wanita itu sama sekali tidak mengangkat panggilan teleponnya, meskipun nomornya sedang aktif. Akibatnya, pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam kepala tampannya. Alasan apa yang membuat wanita itu enggan menerima telepon darinya."Ataukah ... dia terlalu sibuk dengan Aksa?" dan kemungkinan itulah yang pertama kali muncul.Damian tentu masih mengingat dengan begitu jelas saat pria berkulit putih itu mencium mesra sang sahabat di hadapannya sore itu. Peristiwa yang seakan seperti kaset rusak. Terus menerus berputar ketika ia memejamkan mata, bahkan mas
Read more
36. Pria baik
Sepasang kakinya terayun menuju ke arah dapur saat melihat presensi Karenina sedang memunggunginya di depan kompor. Wanita yang baru beberapa bulan lalu menikah itu tampak sedang memasak sesuatu. Dan sebagai adik yang baik, Evelyn ingin membantunya."Kak Nina?" memanggil lirih diiringi menyentuh ringan salah satu bahu istri dari kakak sepupunya, ia tidak menyangka bahwa reaksi Karenina akan seterkejut itu. "Ah, Eve ... kau membuatku terkejut." Wanita itu menoleh padanya sembari menyusap-usap dada, sedangkan Evelyn hanya meringis memamerkan barisan rapi giginya. Namun, di detik selanjutnya Karenina memberinya senyum. "Kau sudah pulang? Tumben sekali. Jam berapa sekarang?""Aku sampai di rumah sejak pukul 5 lebih seperempat, Kak. Aku memang langsung pulang setelah jam kerjaku selesai." Evelyn menjawab apa adanya. Ia mengambil posisi untuk berdiri di sisi Karenina demi melihat apa yang dikerjakan istri dari kakak sepupunya itu."Kau pulang sendirian? Tidak bersama Aksa, seperti biasanya
Read more
37. Something wrong
'Aku tidak main-main dalam menjalani hubungan dengannya. Aku pun ingin segera menyusulmu untuk menikah andai dia bersedia. Doakan aku juga, ya.'"Tidak, tidak, tidak! Sungguh, aku benar-benar tidak rela!" kepala Damian menggeleng secara spontan saat ucapan Aksa di hari lalu kembali berputar di kepalanya. Ucapan lirih itu tanpa sadar terucap kala ia melepaskan secara kasar pisau dan garpunya ke atas piring keramik yang masih penuh dengan hidangan makan malam. Suara dentingan itu menyadarkannya bahwa ia sudah kelepasan, bahkan tatapan Bintang tampak menajam dengan kening mengerut dalam saat menatapnya. Semakin dipikirkan, Damian semakin merasa ada sesuatu yang salah dengan hatinya. Mengapa ia merasa tidak rela ketika tahu bahwa Aksa berniat mempersunting Evelyn?"Apanya yang tidak rela, Dam?" Bintang akhirnya mengeluarkan isi pikirannya. Ia tampak menjeda suapan sushi ke dalam mulutnya demi bertanya."Bukan. Bukan apa-apa." Damian tersenyum kaku, kembali meraih pisaunya untuk mengiris
Read more
38. Cemas yang berlebihan
"Jam berapa sekarang?" kedua mata indah itu menatap arloji yang berada di pergelangan tangan kiri. Ada cemas yang tak mampu ditutupi pada raut cantik itu saat menuruni undakan tangga menuju lantai satu dengan tergesa.Jarum pendek pada mesin penunjuk waktu miliknya masih berada di antara angka lima dan enam, sedangkan jarum panjang berada di angka enam. Meski masih sangat pagi, namun Evelyn sudah tampak begitu rapi, lengkap dengan koper warna silver yang ia tarik di tangan kanan."Aku harus cepat!" dan langkah itu semakin dipercepat. Saking heningnya, membuat tiap langkahnya menggema. "Eve?" panggilan dari suara maskulin itu sukses memaku langkah si wanita.Kepala dengan rambut panjang kelam yang kini terkuncir tinggi itu menoleh ke asal suara, ia menemukan presensi Arjuna dan sang istri yang berjalan bersisian. "Kenapa kau membawa koper begitu pagi-pagi begini? Kau mau ke mana, Eve?" kernyitan menghiasi dahi mulus Karenina kala melihat Evelyn beserta barang bawaannya. Sedangkan Eve
Read more
39. What happened?
"Jadi, dia bernama Aksa Wijaya. Teman dekatku, Ma, Pa. Luna juga sudah pernah bertemu dengannya. Dia pria yang Kak Juna kenalkan padaku." Evelyn memperkenalkan pria berkulit putih nan tinggi yang berdiri di sisinya.Aksa memang baru sampai sore ini. Setelah mengantarkan Evelyn ke Bandara tadi pagi, ia segera memesan tiket pesawat untuk penerbangan hari ini juga. Dan baru beberapa menit lalu si pria sampai di rumah sakit yang saat ini mereka pijak."Selamat sore, Bi, Paman." Sebagai wujud sopan santun, Aksa memberi sapaan ramah kepada ayah dan ibu dari sang kekasih. Mereka memang baru kali ini bertemu."Sore. Bagaimana perjalanmu?" adalah Burhan Adhitama yang pertama kali memberikan tanggapan."Lancar, Paman. Eve sudah membagikan lokasinya lebih dahulu, maka dari itu saya cukup mudah untuk sampai di sini.""Ah, Bibi ingat sekarang!" Arini Adhitama berucap setelah sedari tadi hanya diam sembari menggali ingatan. Pantas saja nama itu amat tidak asing di telinganya. "Juna sudah beberapa k
Read more
40. Takjub
Kegelapan itu perlahan diisi oleh cahaya yang berpendar remang-remang. Kelopak matanya bergetar sebelum mampu membuka seluruhnya, untuk menyesuaikan penglihatan. Dan ... Damian merasa berada di tempat yang tidak asing.Ruangan itu minim penerangan. Setiap sisinya hanya ada tembok putih nan kusam sejauh mata biru itu memandang. Tak ada lampu, tak ada benda apa pun di sana. Hanya dingin, sunyi dan hampa. "Papa ...."Damian berjengit, spontan menoleh ke belakang. Suara itu, Damian tidak pernah melupakannya. Suara yang sangat familier di telinganya. Suara anak perempuan yang memanggil dirinya 'Papa' di dalam alam bawah sadar."Siapa di sana?!" suara pria itu menggema, kepala pirangnya mencari-cari entitas yang mungkin saja mampu tertangkap pandangan mata."Papa ...."Suara itu kembali terdengar. Damian mencoba mengikuti sumbernya, hingga akhirnya pandangannya menemukan satu sosok itu. Seorang gadis kecil berambut panjang dan bergaun putih yang menundukkan wajahnya di ujung ruangan—yang
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status