Semua Bab Surgaku Yang Hilang: Bab 71 - Bab 80
110 Bab
Bab 71. Adu Mulut
Kedua mata Dewi membulat sempurna melihat Ika yang sudah berdiri tegap di ambang pintu dan menatap dirinya dengan tajam. "Dipanggil Direktur tuh kamu, Dew. Lagian ngapain juga kamu di sini? Masih pagi juga udah ngerumpi aja, ini kantor!" ucap Ika sinis dengan nada suara yang tinggi. "Apaan si, Dew. Ini juga belum masuk jam kerja. Lagian lo kenapa juga dari kemarin marah-marah terus?" balas Dewi dengan ketus, ia lama-lama merasa jengah dengan Ika yang sangat berlebihan. Jam kerja baru mulai lima belas menit lagi, jelas saja Dewi tidak suka dengan cara Ika berbicara. Sangat tidak sopan dan arogan menurutnya. Kalau memang dipanggil Direktur kan juga bisa bicara dengan baik-baik, tidak perlu marah seperti ini. "Kenapa? Nggak suka? Masih untung aku ngasih tau kamu, kalo enggak ya udah kena marah sama Direktur!" balas Ika seraya memutar kedua bola matanya malas. "Sebenernya lo lagi ada
Baca selengkapnya
Bab 72. Minta Izin Siska
Semua orang sedang berbincang-bincang hangat di ruang keluarga. Namun, tidak dengan Siska. Seharian ini ia merasa tubuhnya sangat letih, hingga ia memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Karena adzan mahgrib sudah berkumandang, Ilham dan juga Haris pun salat berjamaah di rumah Bapak bersama dengan Siska, Ibu dan tentunya Aqila juga ikut walau kadang kala gadis kecil itu tak melakukannya dengan benar. Setelah selesai mereka pun kembali lagi ke ruang keluarga. "Jadi Mas ke sini niatnya mau bawa Qila sehari saja, Sis. Dan itu pun kalau kamu mengizinkannya," ucap Ilham dengan sangat hati-hati. Dan Siska masih diam tak bergeming. Ia masih memikirkannya dahulu, sebenarnya yang ia takutkan adalah Nabila. Siska takut jika sampai Nabila berbuat yang macam-macam dengan Aqila. Bukannya Siska mau berseuduzon. Tapi, setelah beberapa kejadian yang telah terjadi beberapa
Baca selengkapnya
Bab 73. Menuju Rumah Pak Kyai
Dari awal Ilham datang hingga sekarang selalu Haris saja yang dapat membuat putri kesayangannya itu merekahkan senyumnya. Sedangkan ia sama sekali tak bisa, Haris terlalu pandai mengambil waktu dan kesempatan yang pas. Hingga Ilham sama sekali tidak dapat bagiannya. Karena, Ilham sedari tadi terus memperhatikan Haris dan pada akhirnya yang sedang diperhatikan itu pun sadar. "Kenapa?" ucap Haris lirih seraya mengangkat kedua bahu dan alisnya bersamaan. Ilham langsung terkesiap dan membenahi ekspresi wajahnya, "eh! Eng-nggak papa, Ris, hehehe." "Tapi, besok Bunda ke sana, ya! Pokoknya Qila nggak mau tau pagi-pagi Bunda udah harus ada di sana. Qila buka mata Bunda udah harus ada di depan, Qila!" ucap Qila seraya menatap Siska dengan lekatnya seraya mengeryitkan dahi dan juga menyipit kedua matanya. "Qila! Sejak kapan sih kamu jadi seceriwis ini? Ya ampun, Ayah jadi gemes banget sama
Baca selengkapnya
Bab 74. Aqila Ketakutan
"Pertanyaan saya belum kamu jawab loh, Ham?" "Eh... yang mana, Ris?" "Kamu sama Umi kenapa nggak jadi ikut ke pengajian? Tadi, saya emang sempet nanya ke pak kyai. Tapi, beliau justru hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ya jadinya, saya nggak berani mau nanya-nanya lagi," papar Haris, menatap Ilham dengan serius. "Oalah, yang itu. Maaf-maaf, saya jadi lupa gara-gara kamu nepuk pundak saya tadi. Hehehe." Ilham menarik napasnya dalam lalu mengembuskan dengan perlahan, "Siska ngamuk ke Umi, Ris. Kondisinya memang bener-bener lagi nggak baik, itu juga pasti karena dia masih syok dan belum bisa menerima kenyataan yang ada di hidupnya," jelas Ilham. "Kenyataan? Kenyataan apa, Ham?" Haris semakin dibuat penasaran. "Aduh, gimana ya, Ris? Saya jadi nggak enak ini mau bilang ke kamu, bingung juga sebenernya kamu udah tau apa belum." "Ha
Baca selengkapnya
Bab 75. Siapa Di Atas Lemari?
Mendengar pertanyaan dari Ayahnya itu kembali membuat Aqila sedikit merasa takut, ia langsung kembali tidur dan memeluk guling dengan erat. "Jangan ngomongin itu, Ayah. Nanti dia ke sini!" Deg! Degup jantung Ilham tak berdetak beberapa detik, ia menatap Haris tanpa berkedip. "Nggak akan ada yang berani dateng ke sini, Qila. Kan ada Om Haris," sahut Haris seraya memainkan alisnya dan juga menepuk-nepuk dadanya. "Ta-tapi, Qila ta-takut," ucap Qila terbata-bata dan masih menyembunyikan wajahnya di balik guling. "Emang ada si, Qila? Kok kamu sampe bener-bener ketakutan gitu." Haris mendekatkan wajahnya ke telinga Aqila. Gadis kecil itu justru terkejut dan langsung memukul Haris dengan guling yang sedari tadi ia peluk. "Loh, Sayang. Kok Om Haris dipukul? Jangan gitu, Sayang! Nggak sopan!" Ilham mengambil guling yang ada di
Baca selengkapnya
Bab 76. Wanita Macam Apa?
Siska menatap Ilham dengan iba, ternyata sekarang ini mantan suaminya itu tidak bahagia dengan istri barunya. Walau Ilham telah menyakiti dirinya demi Nabila, rasa kemanusiaan masih tetap ada. Sedangkan Nabila, wanita itu seolah sudah kehilangan hati nuraninya. Kini justru ia menatap Ilham dengan nyalang seraya berdiri dan mengepalkan kedua tangannya. "Ya Mas pikir aja lah sendiri! Siapa coba yang seneng baru nikah suaminya udah nyusahin begini?! Yang ada justru bikin aku stres, Mas! Stres! " Nabila mencengkram erat kepalanya. Ilham langsung tertawa getir, "emangnya selama satu bulan di sini saya ada nyusahin kamu apa? Pernah kamu bantuin saya? Sekedar bantu saya naik kursi roda aja memangnya pernah?" Nada bicara mulai meninggi. Kalau bukan karena Pak Kyai dan juga Umi rasanya juga Ilham ingin segera menceraikan Nabila. Selama ini memang Nabila tidak pernah sekali pun mengurus Ilham atau pun melayani
Baca selengkapnya
Bab 77. Ilham Modus
Plak! Tamparan keras kembali mendarat di pipi Nabila. Tapi, kali ini bukan Siska yang menamparnya melainkan Uminya sendiri. Umi seolah dibuat naik darah oleh sikap anaknya itu, tak dapat lagi beliau bersabar. Memang seharusnya Nabila diberi pelajaran agar tak bicara dengan sembarang. "Umi..." Kedua mata Nabila berkaca-kaca, tangannya memegang pipi kirinya yang terasa panas dan perih di sudut bibirnya itu. "Puas kamu, Sis!" Nabila menghentakkan kakinya dengan kasar dan langsung berlari ke dalam rumah. Siska hanya mengeryitkan dahinya heran, bahkan ia benar-benar sangat keheranan dengan sikap Nabila yang terlihat seperti sikap anak-anak. Bahkan, putri kecilnya yang baru 3 tahun saja kalau marah tidak sampai seperti itu. "Umi kok rasanya udah nggak sanggup menghadapi Nabila ya, Bah. Umi bener-bener penat, kepala Umi rasanya mau pecah ini, Bah. Astaghfirullah," k
Baca selengkapnya
Bab 78. Rintihan Minta Tolong
Nabila terdiam sesaat, kedua bola matanya mengarah atas. Ia berupa untuk mengingat kejadian semalam, seingatnya memang semalam ia tidur dan tak melakukan apa pun. Namun, memang sebelum ia benar-benar bisa tertidur lelap ia sempat mendengar rintihan orang yang minta tolong dari balik jendela kamarnya. -Flashback on- Lampu kamar sudah Nabila matikan, sejak kemarin malam kedua matanya belum terpejam. Ia begitu lelah karena isi kepala terus berputar mengingat perkataan Pak Kyai yang telah mengatakan bahwa ia bukan lah anak kandungnya. Pernyataan tersebut bagaikan petir yang mengabarkan dirinya di siang hari. Ia benar-benar tak percaya dengan semua itu. Karena ia sudah lelah menangis sepanjang hari, akhirnya malam ini ia pun bisa sedikit tenang dan mulai merasakan kantuk. Lalu, kemudian ia merebahkan tubuh dengan perlahan di atas kasur, menarik selimut dan memeluk
Baca selengkapnya
Bab 79. Bertemu Sahabat Lama
 Siska benar-benar dibuat jengah oleh keadaan ricuh di rumah Pak Kyai. Tak akan lagi ia mengizinkan Ilham dan juga Haris untuk membawa Aqila menginap di sana. Apalagi segala ada sesuatu yang berbau mistis di sana. Ia hanya takut terjadi hal buruk kepada buah hatinya itu. Kini, hanya Aqila lah yang menjadi sumber semangat hidupnya. Jika terjadi apa-apa dengan putrinya itu, ia tak akan pernah bisa memanfaatkan dirinya sendiri. Kini Aqila dan Siska sedang duduk di dalam taksi. Mereka menuju rumah Fatya, sudah lama dari terakhir kali persidangan itu kedua sahabatnya itu bertemu. Memang sejak semalam Fatya terus mendesak Siska agar mau berkunjung ke rumahnya. Sahabat baiknya itu bilang ada kejutan untuk dirinya, yang sudah pasti ia kan menyukai sebuah kejutan itu. Walau Siska sudah menolaknya karena memang sudah janji duluan dengan putrinya agar ia menyusul di rumah Pak Kyai tapi tetap saja F
Baca selengkapnya
Bab 80. Di Mana Berkasnya?
Akhirnya setelah segala kepenatan waktu telah memberikan bahagia yang tak akan pernah bisa dibeli dengan apa pun. Setidaknya, hari ini Siska bisa mencurahkan segala isi hati dan merasakan kebebasan saat bersama dengan sahabatnya. Mereka saling berbagi kasih dan sayang serta beberapa hal yang telah mereka lewati dalam beberapa tahun terakhir. Susah, senang mau pun duka, hingga tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari mulai petang, Siska dan juga para sahabatnya yang lain harus segera kembali ke rumah masing. Tapi, malam ini Dewi ingin menginap di rumah Siska. Dewi benar-benar sangat merindukan Siska. Sebelum masa lajangnya berakhir, ia ingin menikmatinya terlebih dahulu dengan cara menghabiskan waktu bersama dengan sahabatnya. Sebenernya mereka berempat berencana liburan di luar kota untuk benar-benar quality time, tapi memang harus menunggu waktu yang sama-sama kosong baru bisa mewujudkan keingina
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status