All Chapters of Ketika Anak Sambungku Tiba-tiba Berubah : Chapter 11 - Chapter 20
34 Chapters
Bab 11 Kang Surya Pergi ke Kota
"Syah, jika nanti Neng Rahma pulang bersama Akang? Kamu tidak akan keberatan kan, kalau dia tinggal di sini bersama kita?" "Akang ...." Aku mengambil kedua tangan suamiku. "Kalau aku keberatan, tidak mungkin aku menyuruh Akang mencari tahu tentang Neng Rahma. Tidak mungkin aku mengatakan ada permintaan dia kepada Akang. Demi Allah, aku sangat ridho dia tinggal bersama kita di sini. Pergilah, Kang. Bawa Neng Rahma pulang," kataku seraya menatap sepasang bola mata cokelat di depanku. Kang Surya mengangguk pelan. Dia yang sudah rapi dan siap untuk pergi, langsung memelukku seraya berbisik di telinga. Memintaku mendoakan dia, agar diberikan kelancaran dalam perjalanan yang akan dia tempuh hari ini. Meskipun di dalam hati terbesit tanya, kenapa Kang Marwan tiba-tiba meminta pergi hari ini, tapi kejanggalan itu tidak aku sampaikan pada Kang Surya. Aku tetap mendoakan yang terbaik, meminta sama Sang Pencipta agar melindungi suamiku di mana pun ia berada. "Saga, Bapak pergi dulu, ya? Bap
Read more
Bab 12 Pekerjaan Neng Rahma di Kota
Sambungan telepon langsung terputus setelah suara wanita tadi mengucapkan kalimat yang membuat dadaku sesak. Aku menyimpan ponsel, meraba dada seraya terus mengucapkan istighfar. "Ya Allah, Neng ...," gumamku dengan mata yang berlinang. Di sini, aku bisa merasakan bagaimana perasaan Kang Surya sekarang. Jika aku saja merasa sedih dan terkejut, apalagi dia. Ayah mana yang rela anaknya dijual? Ayah mana yang tidak marah, jika putrinya menjadi santapan para pria hidung belang? Tidak mampu menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk, aku pun menangis tersedu di samping tubuh Sagara yang sudah terlelap. Bukan hanya Neng Rahma yang ada dalam bayangan, tapi Kang Surya pun turut hadir menjadi penyebab jatuhnya air mata. Bagaimana keadaan suamiku saat tahu semua ini? Masihkah dia bisa tenang dan tersenyum? Ponsel yang tadi kusimpan asal, kini kuambil kembali. Aku mengirimkan pesan pada Kang Surya, memberikan kekuatan dari kejauhan. [Akang yang sabar, tetap tenang dan jangan terb
Read more
Bab 13 Menunggu Kabar
"Dia apa, Kang?" Aku kembali bertanya karena tak sabar. "Surya masih di kota. Dia tidak mau pulang tanpa Neng Rahma, Syah. Katanya, dia akan mencari celah agar bisa membawa kabur putrinya. Iya, sih, sebagai seorang ayah, Akang pun merasakan apa yang Surya rasakan. Mana mungkin bisa tenang, jika tahu keadaan darah daging kita berada dalam masalah. Apalagi, Neng Rahma bekerja jadi wanita malam, bukan karena inginnya. Tapi karena tekanan dan paksaan dari orang lain," ujar Kang Marwan menjelaskan. Air mataku langsung turun tanpa bisa dicegah. Iya, paham. Aku mengerti bagaimana perasaan suamiku. Sebagai orang tua, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama, jika itu terjadi pada buah hatiku. Meskipun seorang ayah tidak selalu ada di setiap waktu karena harus mencari nafkah, tapi kasih sayangnya tak kalah besar dari seorang ibu. Aku percaya, jika Kang Surya adalah ayah yang baik. Dia pria bertanggung jawab yang tidak akan membiarkan anaknya sendirian menghadapi ini semua. Aku bersaks
Read more
Bab 14 Akhirnya Mereka Kembali
"Wa–waalaikumsalam ... Akang! Alhamdulillah, akhirnya Akang pulang juga!" Aku berseru, lalu memeluk suami yang sangat aku tunggu kepulangannya."Kenapa lama, Kang? Akang baik-baik saja, kan?" tanyaku lagi, lalu memindai tubuh suamiku dari atas sampai bawah. Kang Surya tersenyum tipis, lalu di menoleh ke belakang di mana seseorang tengah berdiri seraya menunduk dalam. "Masya Allah, Neng .... Sini masuk, Geulis." Aku menarik pelan tangan Neng Rahma yang bergeming di belakang ayahnya. Seperti pada Kang Surya, aku pun memeluk Neng Rahma, meskipun tidak ada balasan dari gadis itu. Sama seperti terakhir datang ke sini, wajah Neng Rahma masih pucat dan terlihat tidak bersemangat. Mungkin dia lelah karena perjalanan jauh dari kota. "Saga, sudah tidur, Syah?" tanya Kang Surya seraya merendahkan tubuh, lalu duduk di kursi kayu paling ujung. Neng Rahma mengikuti ayahnya. Dia pun duduk di samping Kang Surya."Sudah tidur sejak tadi, Kang. Aku ke dapur dulu, ya? Mau ambil minum." Tanpa me
Read more
Bab 15 Kedatangan Tamu Tak Diundang
Hatiku terenyuh melihat Sagara yang ada di pangkuan Neng Rahma.Aku tidak menyangka, jika anak sambungku mau mengajak ngobrol Saga sampai anak itu tertawa. Mudah-mudahan ini awal yang baik buat mereka ke depannya. Aku akan sangat bahagia jika Neng Rahma mau menganggap Sagara sebagai adiknya. Meskipun Saga tidak lahir dari rahim yang sama dengannya. Aku yang tidak ingin mengganggu mereka, memilih duduk seraya menonton televisi. Tidak lama kemudian, Kang Surya keluar dari kamar Neng Rahma seraya menggendong putra kami. "Wah, ternyata gorengannya sudah jadi?" ujar suamiku. "Sudah, Kang. Si Eneng lagi apa?" "Lagi mau mandi, katanya.""Oh, kalau gitu, aku masakan air, ya? Biar dia enggak kedinginan." "Tidak usah, Bu," ujar gadis manis yang baru saja keluar dari dalam kamarnya. "Aku mandi air dingin saja, biar seger."Aku yang hampir berdiri, akhirnya duduk kembali seraya mengangguk dan tersenyum. "Kang, tadi aku lihat si Eneng ngajak Saga ngobrol, rasanya hati ini adeeeeem ... bange
Read more
Bab 16 Kang Surya Dikeroyok
"Dia juga anakku, Salsa! Dan aku pun berhak atas Neng Rahma! Aku tidak akan membiarkan putriku dibawa oleh manusia setengah siluman sepertimu! Kamu wanita stres! Kamu tidak pantas dipanggil ibu karena kelakuanmu yang tidak punya nurani. Kamu menjual anakku, kamu menyuruh dia melayani pria hidung belang dengan alasan balas budi karena telah bertaruh nyawa melahirkan dia. Kamu pikir, dia mau dilahirkan oleh wanita murahan sepertimu? Tidak! Aku yakin anakku tidak sudi beribukan wanita sepertimu!" Kang Surya berujar menggebu-gebu. Dada suamiku naik turun, sama seperti mantan istrinya yang wajahnya sudah sangat merah padam. "Jaga mulutmu, Kang Surya." Suara Teh Salsa melemah. "Lupa, kalau kamu pernah menggilaiku, sebelum akhirnya seleramu merosot turun pada wanita seperti dia?"Aku memalingkan wajah saat telunjuk Teh Salsa tertuju padaku. "Dia lebih baik darimu. Derajat Aisyah jauh lebih tinggi darimu yang hanya seorang wanita penghibur," ujar Kang Surya membela. Teh Salsa yang merasa
Read more
Bab 17 CCTV Tetangga
Beberapa hari setelah kejadian datangnya Teh Salsa, Neng Rahma jadi buah bibir di seantero desa. Anak sambungku itu sampai tidak mau keluar rumah, merasa malu dan jijik pada dirinya sendiri. Aku dan Kang Surya terus memberikan dukungan, memberikan semangat pada dia agar tidak usah menanggapi ucapan orang lain yang menyakiti hati. Akan tetapi, tetap saja. Neng Rahma lebih suka mengurung diri daripada bersosialisasi. "Aku nggak mau ikut acara perpisahan sekolah, Pak. Aku malu, nanti pasti diledekin teman-teman," ujar Neng Rahma pagi ini. Aku dan Kang Surya saling pandang, kemudian mengembuskan napas seraya beralih melihat pada Neng Rahma. Acara perpisahan di sekolah akan dilaksanakan esok hari. Namun, Neng Rahma enggan menghadiri. Iya, aku paham perasaan anak itu. Jika jadi dia pun, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Bahkan lebih dari itu. "Yasudah, kalau gak mau mah, gak apa-apa. Tapi ... nanti kamu gak ada di foto alumni sekolah, loh." Kang Surya masih berusaha membujuk.
Read more
Bab 18 Tawaran Teh Dela
"Ini disimpan lagi, ya, Neng?" Aku menggeser celengan berbentuk pinguin itu ke depan Neng Rahma. "Tapi, Bu ....""Gak ada tapi-tapian. Jangan karena tadi Eneng mendengar Bapak dan Ibu membicarakan tentang uang, kamu jadi punya pikiran untuk ngasih ini ke Ibu." Aku mendahului ucapan Neng Rahma yang menggantung. "Iya, Bu. Aku gak enak, tinggal di sini cuma menyusahkan Ibu dan Bapak. Makan dan tidur saja bisanya. Jajan juga," tutur Neng Rahma, kemudian mengerucutkan bibir diakhir kalimatnya. "Eh, eh, eh .... Kenapa si Teteh bicaranya seperti itu? Yang namanya anak perempuan belum berumah tangga, itu artinya tanggung jawab masih ada di pundak Bapak, Neng." Kang Surya yang sedari tadi hanya berdiri di ambang pintu, kini dia mendekat, ikut menjawab ucapan putrinya. Obrolan kami pun terus berlanjut, membicarakan perjalanan Neng Rahma ke pantai tadi, juga tentang keadaan rumahnya di kampung sebelah. "Jadi, motor Eneng dijual?" tanyaku, dan kemudian dijawab anggukan kepala oleh anak itu
Read more
Bab 19 Neng Rahma Putus Asa
Teh Dela lari tunggang-langgang menuju rumahnya setelah melihat wajah Kang Surya yang merah padam. Suamiku benar-benar sangat marah kali ini. Dia tidak terima dengan ucapan Teh Dela yang di luar batas. "Akang, istighfar ...." Aku mengusap-usap dada Kang Surya yang naik turun. Suamiku itu mengusap wajahnya dengan kasar, lalu dia balik kanan dan mengetuk pintu kamar Neng Rahma. Namun, anak itu tidak berkenan membuka pintu. Hanya suara tangisnya yang terdengar sampai ke luar. "Neng, jangan dengarkan kata-kata orang tadi. Bapak tidak akan melakukan yang si Dela sarankan. Kamu anak Bapak, bukan anak dia. Tidak usah dipikirin, ya? Urusan jodoh dan menikah, itu rahasia Gusti Allah, bukan manusia," ujar Kang Surya, membujuk anak gadisnya. Aku yang berada di belakang dia, harus menjauh setelah ada Mak Nia datang dan menanyakan apa yang barusan terjadi. Ternyata teriakan Kang Surya barusan terdengar sampai ke rumah Mak Nia, juga ke rumah tetangga yang jarak rumahnya berdekatan denganku.
Read more
Bab 20 Jalan-jalan ke Pelabuhan
"Tidak ada alasan untuk Ibu meninggalkan kamu, Neng. Kamu anak Ibu, anak gadis Ibu yang akan selalu jadi bagian dari hidup Ibu. Jangan bersedih lagi, ya? Buang jauh-jauh keinginan untuk kembali ke masa-masa kelam itu, ya?" Neng Rahma mengangguk. Dia mengusap kedua matanya yang basah, lalu mengangkat kepala. Beberapa saat berdiam diri di kamar Neng Rahma seraya mendengarkan keluh kesahnya, aku pun keluar saat Sagara merengek. Rupanya anakku sudah mulai merasa jenuh dengan mainannya, dan meminta ASI. "Bapak biasanya pulang jam berapa, Bu?" Neng Rahma ikut keluar dari kamar, lalu duduk lesehan seraya membereskan mainan adiknya. "Kalau turunnya malam, biasanya Bapak pulang pagi, Neng.""Oh ... masih sama ternyata," katanya, "dulu, waktu Bapak masih sama Mama, aku sering, loh, nungguin Bapak pulang di pantai. Aku main pasir, main air laut sampai semua baju basah semua.""Masa, Teh?" ujarku, menanggapi cerita Neng Rahma. "Iya. Sering banget telingaku kena jewer Mama karena gak mau den
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status