Semua Bab Sebatas Pengantin Pengganti: Bab 221 - Bab 230
339 Bab
221). Bantuan untuk Move On
***"Steak kematangan medium sama jus stroberi dua ya, Mbak?""Sip.""Oke, ditunggu pesanannya ya.""Siap."Pelayan restoran pergi, Arsya mengukir senyum manisnya lalu kembali mengalihkan perhatian pada Damar yang ternyata sedang memperhatikannya.Menghibur Damar, Arsya memang sengaja mengajak pria itu untuk makan di salah satu restoran yang tak jauh dari rumah sakit.Tania—sang mama sudah kembali menjaga sang papa, Damar mengiakan ajakan Arsya karena kebetulan perutnya memang sedang lapar."Kenapa lihatin aku? Ada yang aneh ya?" tanya Arsya yang membuat Damar mengerjap."Hah? Gimana?" tanya Damar. Dia yang semula duduk bersandar pada kursi sambil memeluk tangan di dada, segera mengubah posisi duduknya menjadi tegap."Kamu lihatin aku, kenapa? Apa ada yang aneh sama penampil-""Kamu cantik," ucap Damar—memotong ucapan Arsya dan tentu saja langsung membuat kedua pipi putri bungsu Alifan manuel itu memerah karena malu."Kamu bisa aja," kata Arsya malu-malu."Keluarga Alexander emang bib
Baca selengkapnya
222). Penyesalan Arka
***"Selesai juga akhirnya."Mematikan laptop, Arka membereskan semua berkas di meja lalu memasukkannya ke laci. Kembali ke kantor sekitar pukul dua siang, Arka memang kembali melanjutkan pekerjaannya karena tentu saja dia tak enak pada karyawan lain jika bolos di hari pertama."Aludra lagi apa ya," gumam Arka pelan. Semua berkas selesai dibereskan, Arka beranjak dari kursi yang sejak tadi dia duduki.Tak ada pekerjaan tambahan, Arka bisa pulang tepat pukul empat dan sekarang tujuannya adalah menjemput Aludra.Tak pulang, dari rumah sakit Aludra sengaja ikut ke kantor bersama Arka. Katanya, dia ingin melepas rindu dan tentu saja karena ruangan kerja Arka berukuran tak terlalu besar, Aludra tak bisa menunggu di sana.Alhasil, sejak dua jam lalu Aludra berada di ruangan Dewa di lantai enam. Semua orang kantor tahu siapa Aludra, tentu saja dia bisa bebas keluar masuk ruangan sang Papa bahkan tidur di sana pun tak akan ada yang berani melarangnya."Ra," panggil Arka ketika kini dia berdi
Baca selengkapnya
223). Dufan?
***"Alula udah baik-baik aja, Ra. Jangan ngelamun."Melihat Aludra terus melamun, teguran tersebut langsung diucapkan Arka agar perempuan tersebut tak terlalu banyak pikiran.Mendapatkan kabar buruk dari Dewa, Aludra memang sempat kalang kabut. Namun, perasaan gelisah yang dia rasakan pun tak lama karena lima belas menit berselang, Dewa kembali memberi kabar jika Alula berhasil melewati masa kritisnya."Aku takut, Mas.""Takut kenapa?""Aku takut Kak Lula pergi kapan aja," ucap Aludra. "Dia saudaraku satu-satunya.""Dia enggak akan pergi," kata Arka sambil mengusap pucuk kepala Aludra dengan tangan kirinya, sementara tangan kanan dia pakai untuk mengendalikan kemudi. "Kamu aja adiknya kuat, masa dia lemah. Bukannya Alula enggak pernah mau kalah dari kamu?""Tapi kan-""Jangan sedih," ucap Arka lagi. "Daripada sedih, mending kita cari hiburan.""Hiburan apa?""Terserah kamu aja," jawab Arka. "Mumpung masih di jalan, kali aja kamu pengen pergi ke suatu tempat.""Pengen sih, tapi agak j
Baca selengkapnya
224). Bertemu
***"Sampe juga akhirnya."Aludra yang sejak tadi bersandar pada jok mobil hanya bisa menghela napas pelan ketika Range Rover putih Arka akhirnya berhenti di parkiran.Menempuh perjalanan empat puluh menit—melalui tol, Arka dan Aludra akhirnya sampai di Dufan. Mencari informasi lebih dulu, keduanya bisa bernapas lega karena hari ini dan hari-hari kerja ke depan, Dufan buka sampai pukul tujuh malam."Kok diem aja?" tanya Arka. "Tadi katanya pengen ke Dufan, kok sekarang sampai kaya enggak seneng."Aludra menoleh. "Perut aku enggak enak," ucapnya sambil mengelus perut. "Kaya mu ... hoek!"Belum selesai Aludra berbicara, isi perutnya mendahului keluar. Aludra muntah. Tak sempat memberikan kresek atau sebagainya, dia muntah di mobil."Yah, mobil kamu kotor," kata Aludra setelah mual di perutnya mereda. Mendongak, dia menatap Arka. "Maaf ya, Mas."Arka tersenyum. Meskipun karpetnya kotor, dia tak mempermasalahkan semua itu. "Enggak apa-apa," ucapnya. "Nanti biar aku bersihin.""Pake apa?"
Baca selengkapnya
225). Sengaja Mengerjai
***Double date.Mungkin dua kata itulah yang sekiranya cocok untuk Aludra dan Arka juga Damar dan Arsya yang kini berjalan menyusuri Dufan.Belum menemukan apa yang ingin mereka lakukan, keempatnya hanya berjalan-jalan sambil menikmati keramaian sore wahana tersebut yang kini mulai dihiasi kerlap-kerlip lampu hingga tak lama Aludra yang berjalan di depan bersama Arka berhenti melangkah."Mas, komidi putar," kata Aludra sambil menunjuk wahana komidi putar yang tak jauh dari tempatnya dan yang lain berdiri."Mau naik?" tanya Arka. "Eh itu mutarnya kenceng enggak sih?""Enggak," jawab Damar. "Enggak lihat tuh banyak anak-anak yang naik. Kalau banyak anak-anak berarti aman.""Mau, Ra?""Mau, Mas.""Kamu mau juga, Sya?" tanya Damar pada Arsya."Boleh deh."Mengantri sebentar, keempatnya langsung mencari tempat kosong yang bisa mereka duduki di sana."Aku di sini," kata Aludra yang langsung duduk di sebuah bangku kosong."Oke," kata Arka. Percaya diri, dia menghampiri Aludra untuk ikut du
Baca selengkapnya
226). Wahana Ekstrim
***"Silakan.""Ini kenapa antriannya dikit banget sih? Harusnya kan rame."Sambil melangkah menuju kereta yang akan dia naikki, Damar tak hentinya bergerutu. Entah kebetulan atau apa, wahana menyeramkan yang akan dia dan Arka naikki tiba-tiba saja tak terlalu ramai karena hanya beberapa menit menunggu, kini Damar dan Arka sudah mendapat giliran untuk naik."Harusnya antrian ini sampe belasan meter biar enggak keburu terus tutup," sahut Arka yang berjalan persis di belakang Damar."Nah." Kali ini Damar setuju. Menoleh dia menjentikkan jarinya di depan wajah Arka. "Setuju. Emang harusnya gitu.""Iya.""Terus sekarang gimana?" tanya Damar.Arka menaikkan sebelah alisnya. "Apanya yang gimana?""Aku tau kamu takut, Ar. Enggak usah so berani," ujar Damar."Terus?" tanya Arka. "Kita udah sampe sini juga, kan? Kalau kabur, Aludra marah. Aku enggak mau kandungannya kenapa-kenapa."Damar menggaruk tengkuknya. "Iya sih," jawabnya. "Lagian kamu kenapa pake bawa Aludra ke sini sih? Kaya enggak ad
Baca selengkapnya
227). Tumbang!
***"Ar, gimana kalau kita kabur aja sekarang? Sumpah, enggak kuat. Aludra ngidamnya makin nyiksa."Berdiri di antrian, sebuah usulan tersebut dilontarkan Damar pada Arka yang kini berdiri di belakangnya.Seolah belum puas mengerjai Damar dan Arka, Aludra memang kembali meminta dua pria itu menaikki satu wahana lagi di Dufan.Memberi dua pilihan, Aludra meminta Arka dan Damar memilih antara wahana tornado dan kora-kora. Membandingkan, dua wahana tersebut akhirnya Damar dan Arka sepakat memilih kora-kora meskipun pada kenyataannya mereka pun masih takut menaikki wahana tersebut."Kalau kabur, Aludra pulang sama siapa, Dam?" tanya Arka. "Ini Jakarta utara lho, pulang ke Jaksel itu enggak dekat.""Ya habisnya aku takut, Ar. Sekarang kora-kora, nanti apa? Arum jeram? Tornado? Histeria? Lama-lama copot juga nih jantung," oceh Damar panjang lebar."Lagian penakut banget jadi cowok, badan aja gede. Naik wahan histeris," cibir Arka yang tentu saja langsung mendapatkan delikkan tajam dari Dama
Baca selengkapnya
228). Menyatakan Cinta
***"Nasi gorengnya, silakan."Keempat orang yang duduk di sebuah meja itu langsung menyambut kedatangan pelayan yang datang membawa pesanan mereka masing-masing.Melewati banyak drama di Dufan, Aludra, Arka, Arsya, juga Damar memutuskan untuk mampir ke sebuah restoran sebelum pulang agar dalam perjalanan nanti, perut mereka tak kosong."Terima kasih, Mbak."Arka dan Damar yang duduk di ujung langsung mengambil empat piring nasi goreng yang diberikan pelayan tersebut lalu setelahnya mereka pun mengambil empat gelas minuman yang kebetulan sengaja disamakan.Nasi goreng juga es teh manis, menjadi menu yang diinginkan keempatnya untuk makan malam."Buat kamu yang enggak pedes," kata Arka sambil memberikan nasi goreng Aludra yang sedikit berbeda karena memang miliknya sengaja tak pedas."Makasih, Mas.""Kamu mau yang mana?" tanya Damar pada Arsya. "Mana aja, sama, kan?" tanya Arsya."Sama sih.""Ya udah yang mana aja.""Oke."Setelahnya kegiatan makan malam berlangsung. Masing-masing dar
Baca selengkapnya
229). Sebuah Kekhawatiran
***"Mau langsung pulang?""Iya, capek.""Ya udah, kita langsung pulang ya, kasian si kembar juga pasti capek."Oke."Acara makan malam selesai, kedua pasangan akhirnya membubarkan diri. Tak bersama, Arka dan Aludra lalu Damar juga Arsya mengambil jalan yang berbeda tepat setelah keluar dari pintu tol karena memang tujuan Damar adalah rumah sakit.Sesuai janji, Damar akan mengantar Arsya dengan mobil yang terpisah.Pukul sembilan malam—setelah menempuh perjalanan cukup jauh, pajero sport yang dikendarai Arka akhirnya sampai di depan rumah Aludra.Tak tidur, sampai mobil berhenti di depan teras, Aludra masih terjaga karena memang dia sengaja menemani Arka di jalan agar pria itu tak mengantuk."Sebentar," kata Arka ketika Aludra baru saja melepas seat beltnya."Kenapa, Mas?""Tunggu." Membuka pintu mobil, Arka mengitarinya lalu membukakan pintu untuk Aludra. "Kamu bilang Damar akan memperlakukan Arsya seperti ratu, begitupun aku. Kali ini kamu bukan cadangan. Kamu ratu sesungguhnya di h
Baca selengkapnya
230). Firasat dan Mimpi
***"Kenapa malah ngelamun?"Aurora menoleh ketika Dewa berjalan menghampirinya yang kini tengah sibuk mengemasi semua pakaian ke dalam koper.Seminggu tinggal di Swiss untuk menjaga Alula, hari ini Aurora dan Dewa memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Banyak yang harus diurus—termasuk perusahaan, membuat Dewa tak bisa berlama-lama di luar negeri, meskipun itu untuk menjaga putrinya.Bukan tak mau, tapi Dewa pun harus bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Dia tak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaan tanpa pemimpin karena itu terlalu beresiko dan Aurora?Sebagai istri yang baik, dia harus tetap mendampingi suaminya."Aku enggak enak hati," kata Aurora. "Enggak tahu kenapa, lihat wajah Alula itu kaya beda. Bercahaya banget dia, Mas."Dewa tersenyum tipis. Berusaha menenangkan sang istri, dia mengusap lembut bahu Aurora. "Itu artinya Lula akan segera sadar," ucapnya.Aurora menoleh lalu memandang Dewa. "Ini Swiss, Mas. Kamu bilang negara ini punya fasilitas terbaik di di bidang ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2122232425
...
34
DMCA.com Protection Status