Semua Bab Di Balik Romantisnya Suamiku: Bab 21 - Bab 30
46 Bab
Bab 21
Naffa Pov Sambil duduk di kursi tinggi dan menyesap mojito, aku merenungkan setiap kata yang diucapkan oleh Reza padaku. Kata-kata yang terngiang di kedua telingaku ifu kembali membuat perih di hati terasa. Aku dengan mood yang saat ini berantakan memilih untuk mampir ke bar yang berseberangan dengan apartemenku. Sebelumnya, aku juga memberitahukan salah satu temanku yang bekerja di sini yang bernama Naya. Sesekali, aku memeriksa pemberitahuan pesan yang dikirimkan olehnya. Terakhir kali, pesan itu menyatakan jika dirinya sedang terjebak macet di lampu merah, arah menuju jalan Dokter Soetomo. Sekitar lima belas menit kemudian, saat aku memesan makanan kecil pada salah satu waiter yang sedang berkeliling, wanita bertubuh tinggi dengan pakaian minim yang aku kenal melambaikan tangan padaku dan tersenyum. "Naf, tumbenan kamu ke sini?" Naya menghampiriku dan mulai berbasa-basi. "Moodku berantakan, Nay." Aku menjawab pertanyaan dari lawan bicaraku tanpa melakukan kontak mata sam
Baca selengkapnya
Bab 22
Reza Pov "TING!" Bunyi notifikasi elevator terdengar bersama dengan terbukanya pintu balok elektrik tempat diriku berdiri. Hal itu membuatku segera menapak keluar dan melangkah memasuki ruang kerjaku dengan senyuman dan harapan baru tentang masa depan, terutama hubunganku dengan Dina yang baru saja membaik. Saat aku memasuki ruangan dan mulai duduk di balik meja kerja, semuanya tampak normal. Aku yang memeriksa dokumen kerja sama antar investor merasa lebih berkonsentrasi dan bersemangat dalam mencermati setiap pasal yang tertulis. Namun, di kala aku mulai menyiapkan pena untuk menandatangani dokumen di tanganku, aku mendengar derak pintu ruanganku dibuka oleh wanita yang paling ingin aku hindari saat ini. "Rez, kita perlu bicara sekarang. Penting." Naffa membuka obrolan dengan ekspresi wajah tegang yang tersirat. "Bicara aja langsung. Engga perlu bertele-tele," pintaku tanpa melakukan kontak mata dengan wanita yang sebenarnya masih membuat diriku tertarik, namun demi kebai
Baca selengkapnya
Bab 23
"Din, kayanya aku nanti pulang agak malaman. Engga apa-apa 'kan?" Reza membuka obrolan begitu panggilan suara yang dilakukannya tersambung. "Kok dadakan? kamu masih berhubungan sama Naffa??" Dina mulai berani menanyakan hal yang semestinya hanya berada di pikirannya. "Maaf, Din. Ini ada urusan tentang SPT perusahaan. Aku udah pecat si Naffa kok. Kamu engga usah khawatir lagi ya?" Reza menjelaskan. "Oh, oke kalau gitu. Maaf ya, Mas, aku sempat curiga sama kamu." Dina yang semula terlihat tegang kini tampak lebih rileks setelah tahu bahwa suaminya itu sudah memecat sekretaris yang sudah mengancam suaminya untuk memberikan kejelasan tentang hubungan gelap yang terjadi. "Iya, Din. Engga masalah kok. Udah ya, aku mau cari makan nih, laper." Reza memungkas sambil merapikan kerah dan dasinya yang sedikit berantakan. "Oke, Mas. Met makan siang ya," pungkas Dina. Reza hanya menanggapi ujaran istrinya singkat. Lalu, ia memutus panggilan suara itu dan menatap Naffa dengan kesal
Baca selengkapnya
Bab 24
Reza Pov Saat sore menjelang malam tiba, aku yang sudah merapikan serta membersihkan meja kerja langsung melangkah keluar dari ruang kantor dengan membawa tas kerja kulit sapi, berwarna hitam, kesayanganku. Sebelum turun dengan elevator, aku memutuskan untuk memasuki toilet untuk memperbaiki penampilanku. Pertama, aku yang selalu membawa sabun cuci muka di tas membasuh wajah yang terlihat kusam dengan air mengalir. Dalam hitungan kurang dari empat menit, aku mencuci muka dengan sabun secara tepat. Kemudian, aku juga menyisir rapi rambutku yang seharusnya perlu untuk dipotong di salon. Setelah dirasa bahwa penampilanku sudah lebih rapi dan segar, aku melangkah keluar dari kamar mandi menuju elevator. Di saat itu juga, Naffa menyusul dan mengapit lengan kiriku dengan manja. "Aku kira kamu kabur dari janjimu, Rez," ucap Naffa dengan senyum manis yang menghiasi setelahnya. Aku yang merasa muak dengan wanita ini meraih dan menyingkirkan tangannya dari lenganku. Dengan mimik w
Baca selengkapnya
Bab 25
Satu bulan kemudian, tepatnya di bulan Juli, hubungan Dina dan Reza kembali menghangat. Keduanya sudah tak begitu menaruh rasa curiga pada satu sama lain. Namun, Dina yang tampak tersenyum dan tenang masih saja mengumpulkan bukti-bukti mencurigakan yang tak disadari oleh Reza. Sementara, Reza yang sehari-hari sibuk dengan urusan bisnis dan proyek pembangunan supermarket di Negeri Jiran mau tak mau harus bertemu dan bepergian dengan Naffa hanya untuk kepentingan pekerjaan. Hal tersebut terjadi tepatnya di minggu kedua. Saat mereka sudah tiba di bandara, keduanya langsung dijemput oleh supir dari mitra bisnis Reza yang bernama Larry. "Tamunya Pak Larry ya?" tanya sang supir sambil memegang banner bertuliskan nama 'Reza from Surabaya'. "Iya, Pak." Reza berujar dengan senyum ramah. Lalu, supir tersebut memberikan sinyal pada Reza dan juga Naffa untuk mengikuti dirinya yang melangkah terlebih dahulu. Di saat keduanya sedang melangkah berdampingan, Naffa dengan sengaja menyampir
Baca selengkapnya
Bab 26
Di malam harinya, setelah Naffa dan Reza menyudahi pertemuan dengan koordinator pembangunan supermarket, keduanya memutuskan untuk kembali ke hotel, mengingat rasa lelah telah menguasai tubuh masing-masing. Namun, sebelum keduanya terpisah, Naffa sempat merasakan pusing dan nyaris limbung. Kala itu, Reza yang menyadarinya langsung memapah sekretarisnya itu hingga tiba di kamar. "Ra-sanya pu-sing," gumam Naffa terpatah-patah sambil duduk di sofa dan memijat pelipisnya pelan. "Sebentar," ujar Reza yang mulai meraih kotak obat milik Naffa. Baik tangan dan juga kedua manik matanya sibuk mencari keberadaan obat sakit kepala yang berada dalam plastik khusus, tapi tak kunjung terlihat. "HUW-HUMPH.." Di saat yang sama, Naffa merasa bahwa perutnya merasa kurang nyaman. Mendengar suara tersebut, Reza pun langsung membawa Naffa menuju kamar mandi yang berada di sisi kiri kasur berukuran queen size. Di ruangan berukuran sedang dan lebar, wanita bersurai cokelat gelap itu memuntahkan s
Baca selengkapnya
Bab 27
Reza Pov "Eng-engga kok, Naf," Aku menanggapi dengan sedikit tergagap. Alasannya, bukan karena Naffa terlihat cantik atau manis, melainkan sekretarisku ini semakin berani menampakkan lekukan tubuhnya lewat kimono hijau tua berbahan satin yang terkesan elegan serta seksi secara bersamaan. Secara teknis, aku sudah berulang kali melihat tubuhnya secara utuh saat bercinta. Akan tetapi, entah kenapa, aku selalu merasa tergoda bilamana wanita ini mengenakan pakaian yang menonjolkan buah dada atau bagian pahanya yang mulus bak super model kelas dunia. "Kok gagap gitu? kenapa, Rez?" Naffa menatapku dengan kedua mata terpicing. Bersamaan dengan tatapannya itu, Naffa merapikan kimononya yang tersingkap dan menampakkan gundukan dadanya yang semakin besar menurutku. Dalam sekejap, mimik wajah keheranan itu berganti menjadi senyuman nakal dan tatapan menggoda padaku. "Oh, kamu gugup gara-gara bajuku ya, Rez?" tanyanya dengan suara serak yang menggoda. Aku pun meletakkan ponsel dan ba
Baca selengkapnya
Bab 28
Di hari berikutnya, ketika Reza sudah tak ada di kamarnya, Naffa yang baru selesai membersihkan diri segera mengenakan kaos crop top berkerah dengan warna cream dan celana cargo berwarna cokelat tua. Kemudian, ia juga memoleskan sedikit make up pada wajahnya yang masih terlihat sedikit pucat. Sebagai sentuhan akhir dari polesan bedak dan blush on di wajahnya, Naffa menambahkan lipstik berwarna peach pada bibir penuhnya agar terlihat lebih segar dan lembab. Usai membawa uang secukupnya pada dompet kecil, ia berlalu keluar dari kamar hotel. Memasuki elevator dan tertutupi dengan pelanggan-pelanggan hotel yang lain, Naffa sesekali memeriksa notifikasi chat di ponselnya. Sepertinya, ia khawatir jika Reza secara tiba-tiba menghubungi dan membutuhkan bantuannya. "Yang jelas, sebelum meeting itu selesai, aku harus udah ada di kamar, jadi Reza engga introgasi atau kebanyakan tanya ke aku," Naffa mengingatkan dirinya untuk lebih mawas diri dan lolos dari investigasi atasannya itu.
Baca selengkapnya
Bab 29
Reza pov Kata-kata yang meluncur dari bibir Naffa terasa seperti sambaran petir di tengah teriknya mentari pagi. Aku memang berencana untuk memiliki keturunan, tapi bukan dengan Naffa, melainkan dengan istri sahku, Dina. "Apa? Kamu hamil?!" Aku menekan nada bicaraku sambil memastikan jika aku tak salah mendengar. "Iya, Rez. Aku hamil anak kamu." Naffa mengangguk tanpa melepaskan tatapannya padaku. Sorot mata hitamnya menyiratkan kejujuran yang membuatku seolah sedang bermimpi. Aku pun meletakkan sendok plastik di dalam kotak nasi yang sudah kosong dan menggeleng pelan. "Engga. Kamu bercanda 'kan, Naf?? Kamu engga mungkin hamil sama aku," ujarku dengan tatapan tak yakin. "Tapi, memang aku hamil, Rez. Ini buktinya," Naffa masih kukuh dengan perkataannya sambil menyerahkan test pack yang menampilkan dua garis merah secara jelas. "DEG..DEG.." Degup jantungku berdetak lebih cepat saat melihat dua garis merah pada alat kontrasepsi yang diberikan oleh Naffa. Bersama dengan d
Baca selengkapnya
Bab 30
Dina pov Di malam harinya, tepat di pukul 12.00, aku yang belum cukup lelah tak dapat memejamkan mata dan terlelap. Seketika itu juga, aku teringat untuk memeriksa ponsel milik suamiku untuk mengetahui apa saja yang dilakukannya selama mengawasi pembangunan supermarket di Malaysia. Dengan gerak-gerik pelan, aku meraih benda pipih itu dari nakas sebelah kiri. Hal pertama yang aku lakukan adalah mengatur ponsel milik Mas Reza dengan mode diam. Hal ini aku lakukan agar pemeriksaan chat pada aplikasi messaging miliknya bisa lebih leluasa, terutama bila ada telepon atau chat masuk, nada deringnya tak menyebabkan suara bising. Kemudian, aku mulai beraksi dengan memasukkan pin pada ponsel suamiku yang terdiri atas tanggal ulang tahunku. Dalam beberapa detik, ponsel buatan Negeri Tirai Bambu ini menampakkan tampilan desktop pulau tropis dengan pantai yang menyejukkan mata. Lalu, aku langsung memasuki menu dengan sejumlah halaman yang menampilkan beberapa aplikasi, termasuk aplikasi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status