All Chapters of Menikahi Gadis Pilihan Mama : Chapter 21 - Chapter 30
45 Chapters
Bab 21 - Kado dari ....
21Sore ini, aku dan Raisa menghabiskan waktu bersama di pekarangan. Aku menyelesaikan menyabut rumput, sementara dia memangkas pohon-pohon yang berbentuk tidak karuan. Beberapa tetangga yang lewat menyapa basa basi. Kami menanggapinya dengan ramah. Ibu tetangga depan rumah tampak keluar dari kediamannya. Aku tertegun melihatnya menyambangi kami. "Neng, ini Ibu ada bikin kue. Dicobain ya," ujar Ibu tersebut sambil memberikan piring yang ditutupi tisu. "Hatur nuhun, Ibu," jawab Raisa seraya mengambil piring yang diulurkan Ibu tersebut. Kemudian obrolan nan heboh mulai terdengar dari mulut mereka. Aku memilih untuk duduk di teras sambil beristirahat untuk meluruskan pinggang.Angin sore yang berembus lumayan kencang membuat udara hangat tadi siang perlahan berubah menjadi sejuk. Setelah cukup beristirahat, aku beranjak ke dalam rumah. Masuk ke kamar, lalu menyambar handuk di gantungan dan bergegas untuk mandi. Selesai mandi dan berganti pakaian, aku merebahkan diri ke kasur yang di
Read more
Bab 22 - Ratu Penguasa Hati
22Hari yang dinantikan Raisa pun tiba. Sejak semalam dia sudah sibuk membereskan pakaian dan perlengkapan kami lainnya ke dalam koper. Setelah sarapan kami pun berpamitan pada Mbok Sum, dan segera berangkat menuju vila milik keluarga Andra tanpa tulang belakang di Lembang. Dalam perjalanan kami sempatkan membeli kue dan buah-buahan. Walaupun kami tahu di vila pasti banyak suguhan, tetapi datang dengan tangan hampa itu rasanya tidak enak. Jalanan yang ramai dan padat di penghujung minggu membuat perjalanan kami sedikit terhambat. Setelah hampir dua jam berkendara akhirnya kami sampai di tempat tujuan.Setibanya di sana sudah ada beberapa teman kuliah Raisa yang hadir. Setelah berbasa basi dengan mereka kami langsung masuk ke bagian dalam vila untuk mencari Andra. Pria jangkung itu tersenyum lebar menyambut kedatangan kami. Setelah bersalaman kami memulai obrolan santai bersama teman-teman lainnya. Satu per satu rekan kerjaku mulai datang. Aku dan Raisa memisahkan diri untuk meng
Read more
Bab 23 - I Love You
23"Peluang bisnis apa, Sa?" tanyaku, sesaat setelah bersiap-siap untuk tidur. "Design interior. Sesuai ilmu yang kupelajari saat kuliah dulu," jelas Raisa.Raisa menggeser tubuhnya mendekat dan menyandarkan kepala di lenganku dengan manja. Harum sampo yang menguar dari rambutnya sedikit membuatku mabuk. Perlahan aku mengecup puncak kepalanya dengan penuh rasa sayang. "Menurut Abang gimana? Habisnya aku mulai bosan ngurusin toko. Monoton gini," keluh Raisa. "Boleh aja. Abang akan selalu mendukung sepanjang itu hal yang positif," sahutku. "Rencananya aku mau pakai ruang tamu buat kantornya. Kita juga jarang nerima tamu, kan. Kalau ada tamu, ya, diterima di teras atau ruang tengah." "Iya. Terserah kamu aja." Raisa mendongak dan mendaratkan ciuman hangat di rahang dan daguku. Kubalas mencium dahi dan kedua matanya. Kemudian, dia bergerak naik ke atasku. Menatap dengan mata berkilat dan senyuman mesum. "Emang udah bisa?" tanyaku saat ia mengelus telingaku. Raisa mengangguk. Tanpa
Read more
Bab 24 - Ke Hatimu
24Suara azan Subuh yang berkumandang membangunkanku dari tidur lelap. Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum bangkit, dengan bertumpu pada kedua tangan. Aku duduk sambil mengucek mata. Raisa masih terlelap di sebelah. Mungkin dia kelelahan setelah pesta kemarin. Aku beringsut ke pinggir tempat tidur, menjejakkan kaki ke lantai, lalu berdiri dan melangkah pelan menuju kamar mandi. Semburan air seketika membuatku segar. Setelahi mandi dan berganti pakaian, serta tak lupa mengambil wudu, kemudian aku segera menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Bersimpuh sambil memohon ampunan atas dosa-dosa kami sekeluarga, tak lupa berterima kasih kepada Allah karena masih diberikan kesempatan untuk bernapas pagi ini. Doa yang terakhir kupanjatkan adalah agar kami bisa segera memiliki keturunan. "Aamin," ucap Raisa yang ternyata sudah duduk di pinggir tempat tidur. Aku tersenyum dan memandanginya dengan penuh cinta. "Ayo, buruan mandi. Terus salat. Nanti kita cari bubur ayam," ajakku.
Read more
Bab 25 - Mannequin
25Malam harinya, aku dan Raisa mengisi waktu dengan berjalan-jalan di mal yang berada di dekat hotel tempat kami menginap. Aku menggenggam jemarinya erat agar tidak berbelok ke beberapa toko yang memajang tulisan, SALE. Melintasi koridor panjang di lantai 2, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Spontan aku menoleh, lalu mematung menyaksikan pelakunya. "Hai, Empred," sapa Ghea seraya tersenyum. "Hai," balasku. "Lagi off?" tanyaku. "Iya, kok, kamu bisa di sini?" "Kami lagi honeymoon," sela Raisa. Pegangan Raisa di lenganku makin terasa erat. Ujung kukunya sedikit menancap di kulit dan membuatku membatin, jika kekasih cantikku tengah cemburu. Lagi!Seperti saat-saat sebelumnya, aku kembali berhadapan dengan raut wajah kecut Raisa yang unik sekaligus menggemaskan, hingga aku ingin memukul pipinya dengan bibir. Wajah cantiknya ditekuk sedemikian rupa dan hal itu berlangsung hingga kami dalam perjalanan pulang. Sampai di kamar hotel pun Raisa masih merajuk. "Sayang,"
Read more
Bab 26 - Pindah
26Hari sudah menjelang sore saat aku dan Raisa sampai di rumah kembali. Rasa lelah bermain setengah hari bersama Evan membuatku segera tertidur pulas. "Abang, bangun dulu. Udah mau jam lima. Abang, kan, belum salat Asar," ujar Raisa sembari mengguncangkan tubuhku.Aku bergegas bangun dan membersihkan diri. Tak lupa untuk berwudu kemudian salat Asar. Aku mempergunakan waktu menjelang Magrib ini untuk lebih banyak berdoa, meminta yang baik-baik kepada Tuhanku. Terutama untuk segera memiliki keturunan. Isak tangis Raisa dari sofa di dekat jendela membuatku tertegun. Aku segera bangkit dan mendekati perempuan tercinta. "Kenapa nangis?" tanyaku sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Maaf, Bang. Aku belum bisa ngasih keturunan buat Abang," jawab Raisa di sela-sela tangisan. Aku meraih kepalanya dan merangkul Raisa masuk ke pelukan. Aku membelai rambutnya yang panjang hingga ke punggung dengan penuh rasa sayang. "Kita ikhtiar dan berdoa aja terus. Semoga bisa segera dikabu
Read more
Bab 27 - Cuma Sementara
27Semenjak hari itu Raisa tampak sibuk berkeliling ke semua rumah keluarga untuk berpamitan. Dia juga sudah mulai mengepak pakaian dan beberapa benda penting yang akan kami bawa. Esti akan tinggal di sini bersama Eli, saudara sepupunya yang bekerja di restoran milik kakaknya Esti. Ruang tamu akan tetap menjadi kantor Raisa dan Esti. Nantinya, Raisa akan berkunjung ke sini bersamaan dengan waktunya aku untuk mengikuti rapat bulanan. Hari Sabtu pun tiba. Aku dan Raisa mengunjungi rumah orang tuaku untuk berpamitan. Mama menyiapkan aneka hidangan kesukaan kami. Beliau tak hentinya mengoceh dan bergurau dengan kami. Walaupun sebetulnya aku tahu, Mama sedang menyembunyikan kesedihannya. "Tiap bulan Abang bakal berkunjung, Ma," tukasku, saat membantunya mencuci piring. "Iya," jawab Mama dengan suara pelan.Aku merangkul tubuh perempuan yang telah melahirkanku dulu, dan mengecup dahinya dengan penuh kasih. "Anggap aja Abang lagi kuliah pascasarjana," candaku yang berhasil membuat beliau
Read more
Bab 28 - Penyamun di Sarang Bidadari
28Rintik hujan di sore hari membuatku malas untuk bergerak. Duduk sambil selonjoran di ruang tengah, ditemani beberapa toples cemilan kesukaan plus secangkir besar teh es manis di meja, menyebabkanku seolah-olah tertancap di sofa. Esti dan Raisa serta Eli masih sibuk mengerjakan aneka hiasan untuk dekorasi kantor pribadi milik Andra. Celotehan khas wanita membuatku tertegun. Di Jakarta nanti mungkin Raisa tidak akan punya banyak teman seperti di sini. Saat canda tawa mereka berhenti, aku masih tetap di posisi semula. Lengkap dengan televisi menyala yang menonton diriku yang terkantuk-kantuk. Sekelebat bayangan yang melintas membuatku kaget. Rupanya Eli baru saja lewat menuju kamar mandi di dekat dapur. "Makanya jangan tidur sore-sore. Pamali!" omel Raisa sambil memandangiku saksama."Emang jam berapa sekarang?" tanyaku sambil menguap. "Udah Magrib, Abang. Itu udah azan. Ayo, buruan wudu. Kita salat berjrmaah," ajaknya sembari melenggang memasuki ruang tidur.Aku bangkit dan berd
Read more
Bab 29 - Isi Hati
29Malam beranjak larut. Aku dan Raisa memasuki kamar yang pernah menjadi saksi malam pertama kami yang mendebarkan, karena sama-sama canggung. Kendatipun sudah mengenal sejak lama, tetap saja saat itu kami masih belum terlalu akrab. Ditambah lagi, kami melakukannya hanya karena nafsu, tanpa ada rasa cinta dalam dada saat itu. "Masih inget, nggak? Waktu kamu nolak gituan di hotel?" tanyaku sambil memeluk Raisa dari belakang. "Inget, terus Abang mandi lama banget," jawabnya. "Ho oh. Kesel tau! Tapi Abang berusaha sabar. Nggak mau maksa kamu. Padahal udah pengen banget." Raisa cekikikan dan memancingku untuk turut tersenyum. "Tapi waktu kamu bilang siap, justru Abang yang jadi gugup karena takut salah. Berusaha memperlakukanmu sebaik dan selembut mungkin," lanjutku. "Iya, Bang. Aku merasa bersyukur malam pertama kita cukup menggembirakan. Nggak seperti cerita teman-temanku yang sudah lebih dulu menikah. Ngeri dan sakit banget, kata mereka," jawab Raisa sambil membalikkan tubuhnya,
Read more
Bab 30 - Menghindari Perang Mahabrata
30Bayu menggendong Evan dan mencoba menenangkan tangisan anaknya. Lambaian tangan Raisa dibalas Evan sambil sesenggukan. Marni, Esti dan Eli berdiri memperhatikan mobil yang kami tumpangi. Raisa menangis terisak dalam dekapan maminya di kursi tengah. Aku sendiri sekuat tenaga menahan air mata hingga tidak luruh, dan berusaha untuk tetap fokus menyetir. Mobil milik Papa menyusul di belakang. Kedua mobil melaju menembus kemacetan kota kembang di hari Senin pagi yang cerah. Memasuki jalan tol laju mobil kami tambah dengan tetap menaati aturan. Sepanjang jalan Raisa masih menangis. Sepertinya dia kesulitan menahan kesedihan karena harus berpisah dengan orang-orang yang disayangi. Sekitar dua jam kemudian kami sampai di Jakarta. Aku menghentikan mobil di parkiran sebuah gedung perkantoran yang besar. Semua penumpang dari kedua mobil turun, lalu kami melangkah memasuki gedung.Seorang pria berkemeja putih dan dasi hitam menyambut kedatangan kami dengan ramah. Pak Tono, manajer umum men
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status