All Chapters of Obsesi Cinta Pemain Wanita: Chapter 21 - Chapter 30
34 Chapters
21. Pemain Wanita
Burung berkicau dengan merdunya. Namun saat hingga di ranting pohon yang dekat dengan balkon, beberapa kali terdengar bersiul menggoda ketika melihat pasangan muda-mudi terlelap dengan posisi saling mendekap.Devanda yang tertidur di lengan Andriyan dan memunggunginya itu tampak nyaman memeluk lengan Andriyan, sedangkan tangan Andriyan yang satunya memeluk perut Devanda dari belakang. Entah saat ini mereka sadar atau tidak.Terik matahari membuat tidur Devanda terganggu karena wajahnya langsung menghadap cahaya. Ia pun mengerjap beberapa kali sampai akhirnya sadar ada yang sedang memeluknya erat seperti bantal.Saat matanya terbuka sempurna, Devanda berusaha mengingat apa yang semalam terjadi. Seingatnya, dia sedang duduk di balkon sambil membaca buku dengan tenang. Betapa frustasi dirinya sekarang ketika mendapati berada di bawah rengkuhan Andriyan lagi. Merasakan dada bidang Andriyan mengenai punggungnya, Devanda jadi melirik ke bawah. Ternyata benar, dia tida
Read more
22. Teringat Masa Lalu
“Saya tau saya tidak berkata begini, tapi semua pegawai di sini mengkhawatirkan Anda, Nyonya,” ucap Senorita.Devanda yang sedang akan memasukkan jajan ke mulutnya jadi terhenti. Ada apa lagi sebenarnya? Apa yang salah? Devanda bingung. Dia pun mematikan tabloidnya yang sedang memutar Drama Korea.“Apa tidak masalah Anda hanya berdiam diri di rumah sepanjang hari?”Bukan bertanya, Devanda merasa kalimat itu terlalu sarkastik baginya yang seharian berguling di atas kasur. Memang tidak ada kegiatan. Mulai dari saat dirinya sampai di Bali, sampai Andriyan kembali bekerja, kegiatan Devanda hanya bangun, tidur, makan, dan bercinta dengan Andriyan. Tapi, itu bukan masalah bagi Andriyan yang sudah kaya raya dan memiliki sifat cemburuan. Dia malah sangat mendukung kegiatan istrinya yang bermalas-malasan di rumah.“Hah?”“Anda kan sedang tidak hamil, tapi Anda hanya makan dan tidur sepanjang hari. Saya tidak suka me
Read more
23. Liburan?
Bahkan di kehidupan ketiga ini, Daffa masih bersikap seperti anjing setia yang menunggu namanya dipanggil.“Mumpung masih di Bali, cobalah berkeliling. Siapa tau kamu tergoda dengan turis asing yang berkunjung kemari,” ucap Devanda.Sontak Daffa menggeleng dengan tegas. “Tidak akan pernah, Kakak! Jangan memaksa!”Devanda jadi tertawa. Kalau bicara begitu, ia terlihat seperti bocah yang alergi dengan perempuan.“Wah, sepertinya kita kedatangan tamu.”Tawa Devanda langsung mereda dengan alami ketika melihat Andriyan bersandar di ambang pintu dengan tatapan yang sangat tidak mengenakkan. Melihat Devanda tertawa renyah dengan pria lain adalah hal yang Andriyan benci. Sekarang siapa lagi bocah ini?“Aku tidak menyangka kamu akan pulang cepat,” ucap Devanda yang sudah menjadi rutinitasnya untuk menyambut kepulangan Andriyan.Andriyan berjalan lebih dulu ke kamar yang kemudian disusul Devanda. Daffa yang merasa canggung hanya diam di ruang tengah dan menunggu. Sembari memperhatikan Andriyan
Read more
24. Pujian
“Aku ragu kamu akan mengingatnya, bahkan kalau kalian kebetulan bertemu di jalan. Mungkin karena kamu tidak melihatnya cukup menonjol untuk bisa menarik perhatianmu. Dan yang ada di dalam perhatianmu pasti hanya Delvino,” ucap Devanda. “Meski mereka berbeda karena Daffa lebih terampil, cerdas, dan tanggap daripada Delvino, tapi dia juga adikku.”Andriyan sama sekali tidak mendengarkan kalimat Devanda yang menekankan bahwa pria itu adalah adiknya, tapi lebih kepada pujian yang sudah Devanda katakan.“Baiklah, aku paham, dia sangat luar biasa.”“Benar. Aku bilang begini pun karena kamu membahasnya.”Kecemburuan sepertinya sudah menyelimuti kepala Andriyan. Dia hanya mampu menggenggam erat sendok dan garpu ini, berniat melemparkannya sejak tadi.“Setelah makan malam, bolehkah aku bicara dengan Daffa?” tanya Devanda yang meminta izin kepada Andriyan.“Kenapa kamu minta ijin padaku
Read more
25. Malam panas di Bali
Tangan Andriyan menurunkan pakaian Devanda sampai putingnya terlihat. Dari belakang pria itu tidak berhenti menciumi leher dan telinga bagian belakang Devanda. Kedua tangannya jelas bergerak memilin putting Devanda. Merasa enak dengan hal itu Devanda terus mendesah sekali dan dua kali, hingga tak terhitung jumlahnya.Sampai akhirnya Devanda menegakkan tubuhnya. Membiarkan kursi yang dia duduki tadi jatuh menggelinding. Andriyan terus meremas payudara Devanda sambil melihat wajah Devanda yang keenakan dari dalam cermin.“Iyan, aku lebih suka di tempat tidur,” ucap Devanda yang wajahnya sudah memanas.Sama halnya Andriyan, tapi dia lebih sibuk memuaskan Devanda. “Aku suka di sini,” ucapnya.“Iyan.”“Tidak,” jawab Andriyan langsung. “Aku suka di sini, Vanda.”“Iyan … ahh … se—sepertinya sudah waktunya untuk melakukannya lagi … ahh … tapi--”“Iya, aku tau kalau kamu tidak suka di depan cermin.” Hanya itu yang dikatakan Andriyan karena dia masih fokus meraba seluruh tubuh Devanda.“Aku tid
Read more
26. Bersikap Baik
“Kamu pasti lapar. Makanlah dulu,” ucap Devanda pada gadis itu.Memang ya sulit untuk tidak memiliki perasaan yang baik terhadap seseorang yang begitu murah hati. Uang itu dapat menggerakkan hati di dunia ini. Cara yang paling pasti adalah dengan menambah gaji mereka, tapi itu tidak akan bisa mendapatkan simpati mereka.Malah tindakanku bisa disalahartikan sebagai penghinaan kepada mereka.Devanda berjalan ke depan rumah, Senorita ada di sana untuk mengawasi kerja tukang kebun. “Rita, apa supir sudah kembali? Sepertinya saat ini tukang kebun sedang sibuk memotong ranting. Bagaimana dengan para pelayan? Apa mereka sudah makan siang?”Senorita agak bingung mendengarnya. “Ya, itu semua benar, Nyonya. Tapi, ada perlu apa Nyonya mencari mereka semua?”“Seperti yang kamu bilang, aku terlalu bermalas-malasan selama ini. Mungkin karena tba-tiba aku hidup di tempat yang jauh dari rumah, aku hanya m
Read more
27. Siapa Perempuan itu?
Mayja keluar dari minimarket dengan beberapa barang. Mulai dari obat dan camilan. Dia melihat perempuan itu sedang menghisap pod, yang mirip dengan vape tapi versi lebih kecil. Sebenarnya siapa perempuan ini dan mengapa Rasel sampai menyakitinya? Sepertinya keduanya itu dekat.Dari belakang Mayja melihat perempuan itu sedang menelepon seseorang yang memasang foto mereka berdua sebagai profil. Namanya saja ‘Sayangku’, tapi tidak ada respon dari pria itu. “Sial,” gumamnya.Mayja pun mendekat dan duduk di sebelahnya. Saat kehadiran Mayja, dia meletakkan ponselnya di atas meja dalam keadaan mati. “Maaf sudah merepotkan Kakak,” ucapnya.Mayja tersenyum sambil mengangguk. “Tapi apa aku boleh tau kamu siapanya Rasel?”Dia tidak ingin menjawab. Hanya tersenyum sambil menerima salep yang Mayja berikan sebagai obat. Hal itu jadi membuat Mayja semakin penasaran, tapi dia tidak memiliki kuasa apa pun jika memang perempu
Read more
28. Seperti Boneka
Bibi Andriyan atau ibu dari Jonathan, merupakan ketua partai politik paling berpengaruh di negara ini. Ia adalah inkarnasi dari sebuah ambisi yang sesungguhnya. Bak memiliki kendali terhadap dunia, dia menggerakkan manusia seperti boneka. Mengatur dan memimpin jalannya pemerintahan di balik sosok presiden yang turun lapangan.Itu sudah menjadi rahasia umum bagi semua orang.Aji, ayah Andriyan, memiliki beberapa tujuan besar yang dia upayakan sepanjang hidupnya itu hampir tidak bisa bersaing dengan saudara perempuannya. Bergelar keturunan dari keluarga sang pahlawan negara membuat nama mereka ikut besar. Namun, Elin sepertinya takut dengan Devanda yang terlahir dari garis keturunan yang sama mulianya itu mungkin saja tiba-tiba mengungguli dia di dunia, sama seperti dia pada orang lain. Salah satu alasannya juga karena ia sangat mempercayai seorang peramal yang selalu berhasil membantunya menyusun strategi. Kali ini peramal itu sempat membuatnya sakit berhari-hari karena
Read more
29. Ada Urusan
“Sebenarnya alasanku ke mari … bukan hanya berlibur atau mengunjungi Kakak,” ucap Daffa.Devanda sedikit terkejut mendengarnya. Daffa memang bukan tipe orang yang mendatangi suatu tempat tanpa tujuan, apalagi kalau itu tentang liburan. Hidup kekurangan dari kecil membuatnya enggan menghamburkan uang untuk hal yang tidak jelas. Jadi, Devanda yakin kedatangan Daffa hanya untuk menemuinya karena bocah itu memiliki perasaan padanya.“Apa terjadi masalah?” tanya Devanda langsung. Tangannya yang dari tadi berada di belakang, langsung berpindah ke depan.Daffa melirik ke arah jendela besar di lantai dua. Ada tubuh Andriyan yang berbalik pergi, sepertinya baru saja mengawasi atau mengintip interaksinya dengan Devanda. “Ini berkaitan dengan kemampuanku, Kak.”Daffa menghela napas berat. Sejujurnya dia enggan mengatakan hal ini sebab Devanda sudah berpesan untuk menerima bakat yang dimilikinya sejak lahir karena Tuhan tida
Read more
30. Masa Muda
Mayja duduk di samping Devanda, sedangkan Daffa di depan sebelah supir. Hari ini katanya Devanda ingin menunjukkan keindahan Bali kepada Daffa sebelum pulang ke ibukota. Tentu tidak mungkin anak itu tinggal lama di sini karena masih harus masuk sekolah.“Pak, kita ke sana saja,” ucap Devanda setelah melihat pantai di depannya. Sebenarnya di Bali  ini banyak pantai dan Devanda tidak tau apa saja. Jadi dia meminta supir untuk jalan lurus sehingga bisa langsung menepi jika menemukan pantai cantik. Toh, sejak menginjakkan kaki di Pulau Bali, Devanda belum pernah berkeliling.Masing-masing dari mereka pun membuka pintu mobil dan keluar. Betapa segarnya udara yang langsung menyerbak rambut Devanda. Pemandangan yang cantik, tapi terlalu banyak orang. Devanda tidak begitu nyaman.“Mau langsung ke pantai, Nona?”Devanda menunjuk cafe kecil di pinggir. “Aku haus, kita beli minum dulu saja.”“Baik.”“Ayo, Daffa.” Devanda merangkul bahu anak itu da
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status