Share

Nyonya Besar pusing

Mercedez hitam membawa keluarga Herlambang memasuki pintu gerbang sebuah rumah besar. Pintu pagar sudah terbuka mobil masuk halaman rumah kemudian berhenti tepat di depan pintu rumah keluarga Herlambang setelah menempuh perjalanan cukup jauh sampailah mereka di istana keluarga Herlambang.

Rumah besar berlantai dua bercat putih lengkap dengan kolam renang dan hiasan mewah. Di garasi berjejer empat mobil.

Semua keluar dari mobil hitam yang berhenti tepat di depan pintu rumah bak istana itu lalu mereka masuk rumah kecuali Pak Kasno ia memarkirkan mobil ke garasi.

Danu melangkah cepat mendahului orang tuanya. Melewati ruang keluarga tanpa menoleh sedikitpun. Mama dan Papa nya mengekor dibelakang dengan langkah gontai menuju ruang keluarga lalu duduk disofa.

"Eh, sudah pulang rupanya. Gimana lancarkan lamarannya?" tanya Anita isrti kakaknya Danu. Wanita seksi itu duduk santai disofa berbalut baju kurang bahan berwarna merah cerah, membaca majalah.

"Yah,,, begitulah," ucap Ibu Herlambang menghempaskan tubuhnya ke sofa meletakkan tas branded nya di meja.

Danu langsung ke kamarnya. Pak Herlambang ikut duduk disamping istrinya sambil mengusap lututnya yang terasa pegal.

"Ma, kenapa? Kok kayaknya bete banget," tanya Anita menatap mertuanya dengan wajah penuh tanya alisnya terangkat separuh.

Ibu Herlambang menarik nafas dalam-dalam memejamkan mata. Mencoba menenangkan diri atas apa yang baru di alaminya.

"Ma, kok diem aja, sih," ucap Anita penasaran.

"Mama, pusing. Cepet ambilin minum sana," ungkap Ibu Herlambang. Memijat dahinya sambil bersandar di sofa empuk itu.

Pak Herlambang tersenyum melihat istrinya galau berat. Tak apalah semua demi kebaikan Danu, pikir Pak Herlambang.

"Surti, Surti. Tolong buatin minum untuk Mama, Papa, sama aku, dong," teriak Anita. Masih sibuk dengan majalah fashion ditangannya.

"Anita, kebiasaan kamu itu. Teriak-teriak. Sopan sedikit kenapa," tegur Pak Herlambang nampak tak suka pada kelakuan menantunya melipat lengan baju batik panjang yang dikenakannya.

"Papa apaan sih. Surti 'kan pembantu, Pa. Wajarlah kalo disuruh," ucap Anita sewot menatap mertuanya dengan wajah masam.

Sikap Anita membuat Pak Herlambang jemu. Anita selalu memandang rendah orang lain. Merasa dirinya hebat Anita adalah istri Radit Herlambang putra sulung Pak Herlambang. Seorang model yang dinikahi putranya setahun yang lalu.

"Ya, tapi bila kamu sopan 'kan lebih baik," ucap Pak Herlambang. Laki-laki berwajah setengah tua itu membenarkan posisi duduknya.

"Pembantu disopanin yang ada ngelunjak, Pa," balas Anita sewot bibirnya cemberut.

Tak lama Bu Surti asisten rumah tangga Keluarga Herlambang datang membawa minuman pesanan majikannya. Berjongkok dan meletakkan 3 gelas minuman di atas meja kaca.

"Silakan, Nyonya," ucap Bi Surti menunduk hormat pada majikanya. Di bahunya tesampir kain lap.

Ibu Herlambang, wanita glamor sosialita itu langsung menenguk minuman yang disiapkan asisten rumah tangga nya itu.

"Makasih, Bi," ucap Ibu Herlambang.

"Permisi, saya kedapur dulu," pamit Bi Surti berlalu.

Anita masih menatap heran pada Mama mertuanya.

"Ma, are you Oke?" Selidik Anita.

"Mama keliatan bete banget. Plis cerita, Ma. Ada apa?" Anita menatap heran Mama dan Papa mertuanya.

"Mama pusing mikirin Danu, Nita," ungkap Ibu Herlambang memijat keningnya.

"Danu bikin ulah lagi, Ma?" tanya Anita menebak hal yang membuat mama mertuanya pusing.

"Bukan cuma Danu, papamu ikut-ikutan juga," ucap Ibu Herlambang berintonasi tinggi.

"Entahlah, apa maunya Danu, dan papa. Mama tak habis pikir," ucap Ibu Herlambang matanya terpejam kepalanya bersandar di sofa tangannya masih memijat keningnya berusaha mengurangi rasa pusing yang diderita nya.

"Sudahlah, Ma. Jangan terlalu dipikirkan. Biarkan Danu menjalani semua ini, Ma. Sebagai orangtua kita harus support Danu," ujar Pak Herlambang menyesap minuman buatan ART nya.

"Ini, ada apa sih? Apa yang harus di jalani Danu?" Anita tambah penasaran ditutup majalah yang sedang ia baca laku fokus menatap bergantian papa dan mama mertuanya.

"Ah,,, sudahlah. Mama capek. Pengen istirahat," keluh Ibu Herlambang. Beranjak ke kamarnya.

"Papa juga capek." Ikut beranjak meninggalkan Anita di ruang Keluarga.

"Ini semua pada kenapa sih? Pasti ada yang nggak beres ini," gumam Anita tangannya menunjuk keatas sambil berpikir mencoba menebak apa yang terjadi hari ini.

++++++++

Sementara itu dikamarnya Danu mondar-mandir. Ia gelisah, menggenggam ponsel pintarnya. Ada rasa ingin menghubungi sang pujaan hati Bidadari berhijab dengan senyuman yang manis itu selalu terbayang di benak Danu.

Apalagi kalimat Zahra masih terekam jelas dalam benak Danu, 'Jika kamu jodohku, Allah pasti mempermudah jalanmu untuk menghalalkanku' kalimat ini selalu terngiang di telinga Danu, membuatnya semangat untuk melakoni syarat dari Zahra.

"Telpon, nggak. Telpon, nggak. Telpon, nggak. Telpon." Danu menghitung jarinya mondar-mandir tak jelas di kamar yang luas ber-Ac dengan fasilitas lengkap didalamnya.

"Aaahhhh... ." Danu menghempaskan tubuhnya di kasur empuk king size ponselnya masih di genggam.

"Zahra, senyumu itu. Membuatku klepek-klepek," gumam Danu.

Danu di buat mabuk kepayang oleh gadis muslimah itu. Sosoknya, sifatnya, kesederhanaan nya, semua yang ada pada Zahra membuat Danu jatuh cinta.

Dimata Danu Zahra tentu berbeda sekali dengan wanita lainnya. Ponsel Danu berdering. Segera dilihatnya. Rupanya Hany yang menelpon, Danu memang dulu sering nongkrong bersama.

"Kalau nggak diangkat bisa ribet ni cewek," ucap Danu menatap layar ponselnya ia sudah hafal watak Hany.

Danu : "Hallo, Assalamualaikum." (memejamkan mata sambil bicara)

Hany : "Hei, wa-walaikum salam."

Hany: "Tumben salam, kamu oke Danu?"

Danu: "Ya, oke lah. Kenapa?" 'kenapa sih tiap aku salam kok dibilang tumben' batin Danu kesal.

Hany: "Aku mau ajak kamu ngedate ntar malem. Bisa 'kan?"

Danu: "Ah, males. Aku sibuk."

Hany: "Tapi, ini tempat baru, asyik tau. Sekalian nongkrong bareng Genk biasa."

Danu: "Nggaklah. Maaf aku capek. Pengen istirahat. Udah, ya. Assalamualaikum."

Danu memutus sepihak pembicaraan via ponselnya.

"Ajakan nggak bermutu," rutuk Danu. Ia memeluk guling bersandar di sandaran spring bed sambil senyum-senyum sendiri menatap ke arah pintu kamar yang tertutup rapat.

Dikamar berfasilitas seperti hotel, Danu kembali melamun mendekap guling dengan erat. Angan-nya melambung tinggi diudara seperti burung yang terbang bebas menikmati keindahan cakrawala. Terbang mengembara mencari makanan ataupun tempat hinggap yang nyaman di bumi ciptaan Allah.

Seketika kenangan saat jumpa pertama kali dengan Zahra terputar otomatis, bak rekaman film di bioskop ataupun televisi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status