Share

Wanita terbaik

Danu mulai terdiam sambil bersandar di jok mobil menyapukan kedua telapak tanganya ke wajah tampan berhidung mancung itu. Mobil melaju lagi perlahan.

"Danu, Danu! Are you Oke?" Ternyata Ibu Herlambang memperhatikan gerak-gerik putra bungsunya itu.

"Ya, I'm oke Ma," ucap Danu termenung mengusap wajahnya ia menatap keluar jendela.

"Den, wanita seperti Mbak Zahra itu sekarang langka lho, Den. Jangan sampai lepas," ucap Pak Kasno membuyarkan lamunan Danu.

"Iya, Pak Kasno benar. Kebanyakan wanita sekarang suka sama laki-laki yang beruang, ganteng, dan mapan." Imbuh Pak Herlambang. Setuju dengan ucapan sopirnya.

"Duh, kalian ini kaum lelaki tak tau kah, cantik itu butuh uang. Apalagi kaya mama ini. Hidup tanpa uang, apa kata dunia?" timpal Ibu Herlambang memainkan cincin berlian di jari manisnya.

"Lagian papa kenapa sih ngotot banget ngejodohin Danu sama Zahra? Kenapa nggak sama anaknya jeng Prita saja, si Hany. Dia lebih berkelas dan sesuai dengan Danu, she is model, beautiful, smart, dan jelas dari keluarga selevel dengan kita," protes Ibu Herlambang menatap tajam kepada suaminya.

"Papa hanya ingin yang terbaik untuk Danu, Ma. Papa rasa Zahra lah pilihan terbaik," ucap Pak Herlambang memandang luas ke depan mengamati jalan aspal dari balik kaca mobil.

"Itu menurut Papa 'kan. Belum tentu penilaian Danu sama dengan Papa. Zahra itu bukan seleranya Danu, Pa." Ibu Herlambang sewot sok tau bibirnya maju lima senti menghias wajahnya yang tetap terawat meskipun usianya tak lagi muda.

"Ma, kalau Danu tak tertarik, bagaimana bisa Danu menyanggupi syarat dari Zahra?" bantah Pak Herlambang menoleh isrtinya yang masih saja uring-uringan kini malah menawarkan agar Danu bersatu dengan anak sahabat dan kawan arisan istrinya.

"Ya, bisa jadi Danu cuma iseng. Mau ditaruh mana muka mama, Pa. Kalau teman sosialita mama tau calon istri Danu model Zahra," ujar Ibu Herlambang wajahnya yang kini sudah kelap-kelip bak lampu disco kesal berdebat dengan suaminya.

"Ya, ditaruh di depan dong, Ma. Sudahlah mama dukung Danu saja. Sebagai orangtua kita harus support Danu untuk hal ini," bujuk Pak Herlambang sambil senyum mencoba menggoda istrinya.

"Bagaimana mau dukung kalo seorang Danu Herlambang di paksa jadi petani?" Ibu Herlambang mendesah sedih membayangkan putranya menanam padi di sawah berlumpur, panas-panasan, dengan tangan belepotan lumpur.

"Zahra tak memaksa, Mama. Itu hanya syarat saja dan putra kita menyanggupi syarat itu." Ucap Pak Herlambang membela calon menantu kesayangan itu.

"Justru ini bagus untuk Danu. Biar Danu tau dan merasakan berjuang demi mendapatkan sesuatu." Imbuh Pak Herlambang sambil bersandar santai di jok mobil.

"Is, Papa ini. Senang lihat anak menderita!" Ibu Herlambang kesal membuang muka ke jendela.

"Batalkan saja Danu sebelum terlambat. Masih banyak wanita yang mau sama kamu!" Ibu Herlambang mendesak putranya agar tak melanjutkan hal yang menurutnya memalukan.

Danu tak bergeming. Ia malah asyik melamun.

"Danu, Danu, Danu!" Astaga ni anak kesambet," ujar Ibu Herlambang mengguncang keras bahu Danu.

"Iya, Zahra, aku pasti bisa," ucap Danu spontan. Ia terkejut saat bahunya di guncang. Rupanya Danu memikirkan Sang bidadari yang kini menguasai pikirannya.

"Nah belum-belum sudah melamun." Ibu Herlambang ngomel.

Danu beringsut mencari sesuatu. "Kok aku disini?" gumam Danu.

"Lah, Aden kenapa lagi?" tanya Pak Kasno heran.

"Perasaan tadi lagi ngobrol sama Zahra di taman. Zahra kasih support aku," ucap Danu bengong.

"Wah, anak papa benar-benar jatuh cinta akut rupanya," goda Pak Herlambang sembari tertawa kecil melihat kelakuan putranya.

Danu nyengir kuda. Mamanya tambah kesal melihat tingkahnya.

"Danu, apa benar kamu jatuh cinta sama gadis itu? Atau hanya pura-pura saja, kenapa tak memilih yang lain? Bukankah kamu bisa mendapat yang lebih cantik dari seorang Zahra?" Ibu Herlambang memberondong Danu mencoba mencaritau alasan putranya nekat menerima syarat mahar yang menurutnya ribet dan memalukan bahkan bisa membuat putranya sengsara

"Duh, Mama. Kaya polisi sih!" Danu mengeluh atas pertanyaan mamanya yang begitu banyak.

"Lagian kamu ini, aneh. Its not you Danu!" ujar Ibu Herlambang menyeringai.

"Aneh gimana sih, Ma? Aku suka dan jatuh cinta pada Zahra? Salah ku dimana?" tanya Danu wajahnya bingung menoleh ke arah sang mama.

"Kenapa kamu bisa jatuh cinta sama dia? Banyak 'kan gadis cantik di luar sana," jawab Ibu Herlambang meremehkan Zahra.

"Ini semua gara-gara rencana perjodohan Papa!" Ucap Ibu Herlambang menoleh suaminya dengan tatapan khas istri ngambek menyalahkan suaminya

"Padahal mama ingin Danu menikah dengan Hany anaknya jeng Prita," ungkap Ibu Herlambang wanita itu kini terlihat sedih dan kehilangan harapan akan mimpinya.

"Ma, Zahra itu beda Ma, pokoknya bagaimana caranya aku 'kan tetap berusaha menjalankan syarat Zahra. Cuma Zahra yang bisa membuat hatiku tenang, Ma," ungkap Danu berusaha meyakinkan mamanya bahwa Zahra itu wanita terbaik untuk dirinya.

Ponsel Danu berdering, di layar ponsel tertera nama Roby. Danu terlihat malas menjawab panggilan itu, panggilan di rejected. Namun ponsel itu berdering lagi.

"Apa lagi ni anak." Danu mengangkat telpon Robi malas.

Danu : "Hallo, Assalamualaikum"

Roby : "Assalamualaikum, wa'alaikum salam. Tumben Loe salam. Abis makan apa Loe"

Danu : "Udah, ada apaan si Loe telpon gua, kalo nggak penting gua tutup," gertak Danu berwajah kesal.

Roby : "Eits bentar dong, kemana aja si Loe, jarang nongkrong. Ada tempat baru tau. Yok ntar malem kita happy happy. Ga ada loe nggak rame Brother"

Danu : "Alah, bilang aja minta traktir." Rasanya malas sekali menanggapi sahabat nya ini.

Roby : "Seorang Danu Herlambang tau aja"

Danu : "Gua males nongkrong," ungkapnya sambil sesekali menoleh ke arah sopirnya.

Roby : "Kenapa, loe sakit? Tumben bener. Biasanya semangat loe"

Danu : "Ah udah gua lagi banyak urusan. Assalamualaikum."

Danu memutus sepihak pembicaraan via ponselnya. Entah mengapa semenjak mengenal Zahra ia jadi malas berhubungan atau pun sekedar nongkrong dengan teman-teman nya.

"Zahra, Zahra. Kenapa hanya kamu yang ada di otak-ku. Aku bisa gila bila hidup tanpamu," gumam Danu lirih menggenggam ponselnya dan menempelkan ke dagu.

"Telpon dari siapa Danu?" tanya Pak Herlambang memperhatikan putranya.

"Roby, Pa. Biasa ngajak nongkrong. Minta ditraktir," jawab Danu meletakkan ponsel di paha nya.

"Oh... ."

Suasana di dalam mobil senyap. Mama Danu kini asyik bermain gawainya sesekali tertawa kecil bak melihat sesuatu yang lucu. Jarinya lincah mennyentuh gawai touchscreen itu. Papa nya duduk santai menikmati perjalanan pulang sambil sesekali menengok kanan kiri jendela mobil. Sedang Danu melamun lagi, sambil berpikir langkah selanjutnya yang akan dia lakukan.

"Pa, aku harus mulai misi-ku, Pa. Langkah awal, harus gimana ya? Aku bingung," ungkap Danu.

Danu mengambil ponsel lalu memutar-mutar ponsel di tangannya. Pak Herlambang tersenyum.

"Langkah awal yang harus kau ambil, tanyakan saja pada Zahra. Telpon dia, ikuti sarannya agar kamu tak salah langkah," usul Pak Herlambang tersenyum bersahaja.

"Baru aja ketemu sudah di telpon. Gengsi dong, Pa," sahut Ibu Herlambang tertunduk matanya tak lepas dari gawai miliknya.

"Cinta tak kenal gengsi, Ma," ucap Pak Herlambang menoleh istrinya yang sibuk main gadget.

"Cinta membuat sengsara buat apa dilanjutkan," ketus Ibu Herlambang tanpa menatap suaminya yang sedang memperhatikan dirinya.

"Cinta itu butuh pengorbanan, kesabaran, perjuangan, Ma," ujar Pak Herlambang menghadap ke depan sambil menyatukan kedua telapak tangannya memandang luar ke jalan aspal.

"Dan ini saatnya Danu berjuang demi cintanya," imbuh Pak Herlambang mengangkat tangan ala pejuang 45 memberi semangat putranya

"Papa, plis deh! Dengan Danu melakoni semua syarat itu? It's crazy, Papa," sungut Ibu Herlambang melirik sebentar suaminya yang bergaya seperti Bung Tomo pejuang kemerdekaan.

"Ya, Mama benar. Aku memang gila. Apa lagi bila hidup tanpa Zahra," sahut Danu menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil.

"Apapun yang terjadi aku percaya pada Allah dan ucapan Zahra tadi, Jika dia jodohku Allah pasti mempermudah jalanku untuk menghalalkan dia," ungkap Danu memejamkan mata menirukan ucapan Zahra sang bidadari pujaan hatinya kini, mencoba meresapi dan memahami arti dari kalimat itu.

Kedua orangtua Danu hanya melihat tingkah Danu yang sedang dimabuk asmara. Ibu Herlambang tambah kesal melihat tingkah putranya. Sementara Papanya tersenyum bahagia.

Ada perubahan setelah Danu mengenal Zahra. Pak Herlambang hanya bisa berdoa semoga usaha putranya di permudah.

Mobil melaju ditengah jalan aspal hitam melintasi perjalanan pulang mereka yang lumayan jauh. Hingga membuat Ibu Herlambang tertidur. Danu menikmati perjalanan panjang sambil memandang luas pemandangan yang ada, lama-lama terlelap juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status