Mercedez hitam membawa keluarga Herlambang memasuki pintu gerbang sebuah rumah besar. Pintu pagar sudah terbuka mobil masuk halaman rumah kemudian berhenti tepat di depan pintu rumah keluarga Herlambang setelah menempuh perjalanan cukup jauh sampailah mereka di istana keluarga Herlambang.Rumah besar berlantai dua bercat putih lengkap dengan kolam renang dan hiasan mewah. Di garasi berjejer empat mobil. Semua keluar dari mobil hitam yang berhenti tepat di depan pintu rumah bak istana itu lalu mereka masuk rumah kecuali Pak Kasno ia memarkirkan mobil ke garasi.Danu melangkah cepat mendahului orang tuanya. Melewati ruang keluarga tanpa menoleh sedikitpun. Mama dan Papa nya mengekor dibelakang dengan langkah gontai menuju ruang keluarga lalu duduk disofa."Eh, sudah pulang rupanya. Gimana lancarkan lamarannya?" tanya Anita isrti kakaknya Danu. Wanita seksi itu duduk santai disofa berbalut baju kurang bahan berwarna merah cerah, membaca majalah. "Yah,,, begitulah," ucap Ibu Herlambang
FLASH BACK ONKala itu papanya mengajak ketemuan pertama kali bersama Zahra dan Bapaknya di sebuah restoran, untuk membahas perjodohan mereka.Danu yang awalnya menolak berusaha berkilah mengarang alasan dengan berbagai cara agar tak jadi bertemu dengan Zahra. Berbagai alasan dilontarkan Danu saat hendak berangkat ke restoran tempat dimana sang papa berjanji untuk bertemu. Papanya membujuk Danu untuk mau bertemu dengan calon istrinya. Kata Papa untuk sekedar perkenalan dulu. Setelah bernegosiasi lama dan alot akhirnya Danu mau juga diajak bertemu dengan Zahra dan Bapaknya. Sampai direstoran Danu dibuat jenuh menunggu kedatangan calon istri pilihan papa yang akan dijodohkan dengannya. Danu marah, kesal, sewot saat menunggu kedatangan mereka. Papanya menyuruh Danu untuk sabar menunggu Danu pun menurut papanya. Hampir saja Danu pergi meninggalkan restoran karena jemu menunggu lama. Akhirnya Zahra dan Bapaknya datang. Meminta maaf karena terlambat. Danu yang tadinya marah, kesal, da
POV ZAHRA Aku termenung dikamar ini menatap keluar jendela. Sesekali kulihat bingkisan mewah dari keluarga Mas Danu. Orangtua laki-laki itu kini benar-benar resmi melamar ku untuk putranya. Sebenarnya ada rasa kecewa dalam diriku pada Bapak. Kenapa harus berhutang pada keluarga Mas Danu? Hingga membuatku harus menanggung semua ini. Sedang aku belum lama berada dirumah ini, baru saja 4 bulan dirumah ini. Aku masih rindu Emak. Malah sekarang aku sudah resmi dilamar Keluarga sahabat Bapak. Apalagi Mas Danu itu sama sekali bukan tipeku. Meskipun dia bergelimang harta dan tampan rupawan, dua kriteria laki-laki yang biasa diincar kaum wanita masa kini. Tapi, aku Mutiara Azahra, tak sedikitpun terpikat oleh kekayaan yang dimiliki keluarga Mas Danu. Bukannya semua itu cuma titipan? Dan bisa lenyap kapan saja Jika Allah menghendaki.Tak munafik juga, ku akui hidup ini butuh uang, harta, tahta, dan yang lainya. Tapi apakah cukup itu saja? Buat apa kekayaan di dunia ini bila hanya di sombon
POV DANUTanpa terasa air mata ini menetes saat ku mengenang kembali kisah hijrahku. Dikamar dengan fasilitas lengkap ini ku bersandar memeluk guling. Ah,,, apa ini aku 'kan laki-laki tak boleh cengeng. Azdan Maghrib sayup sayup terdengar. Segera ku bangkit tak terasa lama juga aku bersandar tadi.Aku harus bersiap siap untuk shalat Maghrib.Ah tapi aku ingin menelpon Zahra dulu ingin bertanya langkah apa yang akan ku ambil. Aku tak boleh buang-buang waktu hari ini sudah masuk dalam hitungan hari untuk memenuhi syarat mahar bidadari ku. "Aaarrggh," Ku acak rambut melampiaskan kebingungan ini duduk di spring bed. Aku harus bagaimana dulu? "Telpon nggak. Telpon nggak telpon." Menghitung 5 jariku. Telpon. Yah aku telpon Zahra saja timbang mati penasaran.Segera ku raih ponsel yang ada diatas spring bed ku buka pola ponsel kemudian mencari kontak Zahra. Kuhubungi bidadari itu."Tut, tuuut." Suara khas telepon tersambung dibalik ponsel . "Nyambung." Menempatkan ponsel di dekat telinga
POV Danu"Kalau Zahra tak mencintaiku, kenapa dia mau dijodohkan dengan ku, Ma?" Hati kecilku ikut bertanya."Lho, jangan tanya sama mama dong, mama bukan Zahra." Mama mengacak rambutku yang sedikit basah."Bangun, rambut kamu basah Danu!" Kini mama mendorong paksa bahuku berusaha membuatku bangun."Bisa aja 'kan, Ma Zahra itu nurut sama orangtuanya hingga mau nerima perjodohan ini." Asal tebak saja lalu bangun dari rebahan di paha mama duduk bersila diatas spring bed dengan bedcover berlogo Manchester united. "Kamu nggak mengharapkan Zahra cinta sama kamu?" Kini mama menatapku lekat.Ah, mama ini nanya yang lain kek."Heem." Ku ambil guling dan memeluknya. Mama memperhatikan tingkahku dengan seksama. "Kamu nggak mengharapkan Zahra mencintaimu?" tanya mama lagi. Kenapa mama nanya begitu sih, bukanya kasih semangat. Mama sebenernya merestui beneran apa cuma pura-pura? "Harapan itu pasti ada, Ma. Cuma aku nggak mau maksa Zahra mencintaiku." Hatiku lumayan galau, rasanya kaya digant
Aku bernyanyi sambil berteriak melampiaskan rasa yang ada dihati ini, untung saja bangunan rumah ini kokoh, kalau tidak sudah gubrak, karena efek suara teriakan lagu yang ku nyanyikan menggema seperti memakai sound system dengan volume high.Mama kini menutup telinganya sambil memerintahkan padaku untuk berhenti. Setelah puas melampiaskan isi hati, ku jatuhkan tubuh ini di atas spring bed, seperti orang pingsan yang tak bisa menopang sendiri badannya. Tubuhku terhempas cukup keras, tapi nggak sakit tentunya.Napas terengah-engah, tangan ku telentang. Ah, lumayan cukup bisa mengurangi beban yang ada dihati ini. Bola mataku mengerling mencari sosok mama. Rupanya beliau masih duduk di atas spring bed tempat tidur ternyaman ku kini tangannya sudah tidak menutupi telinga. "Benar-benar gila kau, Danu!" umpat mama menggeleng kepala, tangannya menepuk kening gaya khas ala capek deh."Akan lebih gila jika aku hidup tanpa Zahra, Ma." Aku langsung bangkit dari rebahan."Mama, pliiiiissss deh
"Papa ini, malah ngejek mama. Bukan-nya jawab pertanyaan mama," rutuk ibu Herlambang kesal. "Sudah papa bilang, habiskan dulu makanan mama, baru nanti kita bicara," tegur pak Herlambang halus."Iya, iya," jawab Ibu Herlambang menghabiskan makanannya. Ibu Herlambang menyantap makan malamnya dengan raut wajah masam, tapi bibirnya sudah tidak maju seperti bibir tokoh kartun berkarakter bebek. "Eh, Ma. Tadi mama bilang Danu sholat 'kan. Wah, berarti sudah mulai ada perubahan pada Danu, Ma," Pak Herlambang membuka pembicaraan lagi."Katanya tadi kalo makan jangan sambil ngobrol. Kenapa sekarang malah papa ngajak ngobrol mama?" Ibu herlambang fokus menyantap makanannya tanpa memandang suaminya sedetikpun.Bagai senjata makan tuan saat pak Herlambang mendengar jawaban istrinya. Ia hanya tersenyum menyadari bahwa sang istri melakukan serangan balik terhadap nya."Sudahlah, ku biarkan saja mama begitu," gumam Pak Herlambang dalam hati sambil memilih buah yang ada di keranjang mengambil buah
"Ya sudah, ayo kita sholat Isya' berjama'ah, Papa tunggu di kamar," ungkap Pak Herlambang suaranya sedikit gemetar. Bangkit dari kursi duduknya dan berjalan ke kamar. Saat hendak ke kamar istrinya bertanya."Mama juga ikut, Pa?" tanya Ibu Herlambang masih duduk di kursinya. "Iya dong, Ma. Kita sholat jama'ah bertiga, kata Ustadz yang Danu temui di masjid waktu itu, sholat berjama'ah itu pahalanya 27 kali lipat. Kalo nggak salah sih, begitu katanya," ungkap Danu sambil berusaha mengingat-ingat kejadian yang lalu. "I-iya, deh," ucap Ibu Herlambang. Bangkit dari duduknya kemudian berjalan masuk kamar mendahului suami dan putra bungsunya. Pak Herlambang dan putranya mengekor dibelakang Ibu Herlambang. Mereka masuk kamar yang luasnya 6x5 meter didalamnya berfasilitas lengkap, seperti hotel berbintang, kamar mandi pun tersedia.Ibu Herlambang mengambil wudhu duluan, saat membasuh muka, ada rasa CES, dihati seorang Melinda-istri Pak Herlambang, rasa tenteram dan damai merasuki hatinya per