Share

perdebatan dalam mobil

"Benar-benar aneh syarat mahar dari gadis itu. Kenapa tak meminta barang lain saja. Meskipun cuma nasi goreng seeafood tapi syarat untuk membuatnya itu bisa membuat Danu sengsara!" seru Ibu Herlambang kesal. Masuk mobil kemudian membanting pintu mobil dengan kasar. Wajahnya cemberut.

Danu, Pak Herlambang, dan Pak Kasno ikut masuk mobil.

"Kita batalkan saja pernikahan ini," usul Ibu Herlambang. Duduk di jok belakang bersama suaminya. Ibu Herlambang tampak taksetuju bila perjodohan ini berlanjut. Memasang mimik masam sedikit membenarkan sanggul rambutnya.

Danu menoleh ke arah mamanya, "Jangan dong, Ma. Danu cinta sama Zahra, Ma. Dia gadis yang berbeda dari yang lain," ungkap Danu ia duduk di depan dekat sopir sambil memasang sabuk pengaman.

Pak Herlambang menatap aneh kepada istrinya. Kemudian membenarkan posisi duduknya ke arah depan.

"Yah. Kamu benar, Danu. Zahra berbeda dari gadis lain. Yang Papa tangkap, Zahra ingin kamu berproses untuk membuat mahar pernikahan mu. Bukan karena kamu anak Papa. Zahra tak terbuai dengan harta yang kita miliki. Dia ingin calon suaminya bekerja keras. Dengan kata lain dia gadis yang jauh dari kata materialistis," ungkap Pak Herlambang. Mengangkat telunjuknya ke atas. Pak Herlambang kagum pada sosok Zahra.

"Aku setuju sama Papa," ucap Danu menoleh ke arah orangtuanya dengan senyum yang meyakinkan.

Ibu Herlambang menatap lekat anaknya, sambil merapikan tas branded nya. Ia condong kedepan berusaha mendekati putranya.

"Kamu yakin, Danu? Kamu harus berurusan dengan sawah dan lainya lho. Are you sure? Bisa dibatalkan Danu, ini belum terlambat," bujuk Ibu Herlambang kemudian ia membenarkan posisi duduknya, alisnya terangkat separuh.

"Apakah Mama tak ingin memiliki menantu seorang soliha seperti Zahra?" tanya Pak Herlambang ia menatap lekat istrinya. Pak Herlambang memposisikan duduk menghadap istrinya yang glamor. Tas, baju, dan perhiasan koleksi istrinya menghias tubuh langsing itu, membuat siapa saja yang memandang Ibu Herlambang pasti segan.

"But its so hard, Papa. Impossible for Danu," ucap Bu Herlambang. Memakai bahasa asing yang agak belepotan bibir mengerucut hampir bisa di kucir. Kemudian membuang muka ke arah jendela melipat tangan di dada, mendengus kesal.

Danu beringsut membenarkan posisi duduknya.

"Nothing is impossible, Mam. I'm sure. Ada Allah, Ma." Cetus Danu bersandar di jok mobil. Matanya terpejam membayangkan Wajah Zahra.

"Jalan, Pak," ucapnya pada Pak Kasno. Dengan mata masih terpejam seperti orang tidur mengigau.

Pak Herlambang tersenyum mendengar penuturan putranya.

"Ada Allah" kalimat ini membuat Pak Herlambang terkesan. Rupanya kini putranya sedikit berubah terkena virus cinta calon menantu saleha itu.

"Ada Allah? Danu sejak kapan kamu ingat Allah?" tanya Ibu Herlambang mencebik bibir. Merasa aneh pada putranya karena memang selama ini Danu tak pernah begini. Dan sayangnya karena harta yang melimpah dan kesibukan yang padat membuat mereka lupa kewajiban sebagai seorang muslim ataupun muslimah.

"Sejak ku mengenal seorang Mutiara Azahra, Ma. Ia membuatku lebih ingin mengenal Allah," tutur Danu memejamkan matanya, membayangkan Zahra. Wajah ayu Zahra tergambar di benaknya.

Mesin mobil mulai dihidupkan, Danu membuka matanya kemudian membuka kaca mobil melambaikan tangan kepada keluarga Zahra. Zahra dan semua yang menyaksikan kepergian mobil Danu dari halaman rumah ikut melambaikan tangan.

Mobil melaju pelan di jalan kampung tempat tinggal Zahra menjauh dan menghilang di persimpangan.

"Papa dukung kamu, Danu," ucap Pak Herlambang memegang pundak putranya.

Danu menutup kembali kaca jendela mobilnya.

"Pa, she is beautiful girl. Hatinya, budinya, membuatku jatuh cinta," ucap Danu mengagumi Zahra.

"Masih ada ya, wanita seperti Zahra, aku harus bisa memenuhi syarat nya, Pa," imbuh Danu ada rasa takut dalam diri Danu. Takut gagal dan kehilangan gadis itu.

"Pak Kasno, kalau bapak jadi saya bagaimana?" tanya Danu pada sopir keluarganya mencoba berbagi rasa pada sopirnya.

"Wah, saya pasti berjuang, Den. Demi mbak Zahra," jawab Pak Kasno mantap.

"Tapi, Den Danu harus ingat semua syarat itu harus hasil keringat Aden sendiri, tanpa campur tangan orang lain. Seperti kata mbak Zahra tadi." Pak Kasno sambil fokus nyetir menatap ke depan di balik kaca mobil jalanan kampung Zahra lumayan bergelombang.

"Maksudnya, Pak?" Danu bertanya-tanya dengan ucapan sang sopir.

"Ya kalau menurut saya, Aden harus memulai proses dari menanam padi dan yang lain sendiri, tanpa campur tangan Papa Aden. Bahkan maaf ya, Den. Uang dari Papa Aden tak bisa ikut campur disini." Ungkap Pak Kasno berhenti sebentar menengok kanan kiri sesekali melihat sepion dan kembali melajukan mobil menapaki jalan aspal menuju istana keluarga Herlambang.

"Apa?" Ibu Herlambang terkejut melotot mendengar ucapan sulpirnya.

"Kenapa bisa begitu? No, Danu nggak boleh terjun ke sawah langsung, apa lagi nanam padi It's crazy!" ucap Ibu Herlambang berintonasi tinggi. Ia nampak frustasi dan tertekan setelah melamar Zahra.

"Kalo nggak salah si begitu. Coba Nyonya sama Aden ingat lagi kalimat mbak Zahra tadi." Pak Kasno mengerling menatap Tuan dan Nyonya besar yang duduk di jok belakang dari arah kaca diatasnya.

Danu seketika berpikir keras mencerna kalimat sang sopir.

"Danu, tolong jangan lanjutkan hal gila ini, apa kata dunia? Seorang Danu Herlambang jadi petani," sungut Ibu Herlambang membujuk putranya agar mengurungkan niat menyanggupi syarat dari Zahra.

"Sudah, batalkan saja. Masih banyak wanita lain yang mau sama kamu," pinta Ibu Herlambang mendengus kesal dan memaksa.

Mobil Mercedez hitam itu melaju melesat di tengah keramaian jalan aspal membawa keluarga Herlambang ke istana mereka.

Danu menarik garis bawah dan berkata, "Berarti aku harus melepas semua pemberian Papa, begitu, Pak Kasno?"

Danu seketika lemas tak berdaya. Apa jadinya Danu tanpa pemberian Papanya. Selama ini Danu belum pernah hidup susah, selalu hura-hura kuliahnya pun belum lulus karena Danu tidak fokus menjalaninya. Hobi nongkrong dan bersenang-senang dengan para sahabatnya membuat Danu lebih lama di bangku kuliah. Sering bolos dan melarikan diri saat menghadapi dosen killer di kampus memanfaatkan fasilitas sang Papa untuk memenuhi kesenangan nya.

"Ya kurang lebih begitu, Aden." Pak Kasno menoleh pada majikan mudanya yang kelihatan lemas tak berdaya.

"Oh, No, Danu. No!" Seru Ibu Herlambang.

"Kamu terbiasa hidup dengan fasilitas mewah, mama jamin kamu tak akan bisa memenuhi syarat aneh ini," cibir Ibu Herlambang.

"Justru ini tantangan untuk Danu, Ma. Ayolah mama dukung Danu dong," ucap Pak Herlambang mencoba mengajak istrinya mendukung putranya.

"Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan anaknya di kerjain habis-habisan oleh calon istrinya dengan minta mahar yang bersyarat ribet begitu. Papa, Danu anak Mama. Jadi dia harus nurut sama Mama," ucap Ibu Herlambang kekeh menekan kata terakhir.

"Ini hanya proses, Ma. Tak lama hanya 120 hari saja, Ma. Biar Danu belajar hidup mandiri," jelas Pak Herlambang berusaha meyakinkan istrinya.

"Pokoknya Danu nggak boleh terjun langsung ke sawah," ucap Ibu Herlambang bersedekap tangan meninggikan dagu menandakan tak ingin dibantah.

"Itu syarat yang harus dilakukan Danu, Ma," bujuk Pak Herlambang memegang pundak istrinya.

"Seka ---

"Stop, stop, stop!" Teriak Danu dengan ekspresi kesal. Memotong perdebatan kedua orangtuanya. Mobil seketika berhenti.

"Ada apa, Den?" tanya Pak Kasno heran mengerem mendadak hingga membuat mobil berhenti ditengah jalan.

Seisi mobil terhuyung kedepan kala mobil mendadak berhenti.

"Kenapa berhenti sih?" Ibu Herlambang bertambah kesal. Sudah berdebat sengit dengan suaminya ditambah supir Keluarga ngerem mendadak lagi. Wanita sosialita itu bertambah geram.

"Kenapa berhenti, Pak?" tanya Danu bingung menatap ke arah supirnya.

"Tadi, kata Aden setop. Ya saya berhenti, Den," jawab Pak Kasno mencoba menjelaskan maksud tindakannya itu.

"Ais,,, ya Allah! Udah jalan lagi, Pak." Danu menepuk keningnya. Segitunya ya, nurutnya Pak Kasno sama majikan.

"Lah, kenapa setop atuh, Den. Segitunya mikirin Mbak Zahra," goda Pak Kasno melanjutkan perjalanan sambil tersenyum sesekali melirik majikan mudanya.

Sementara Si Nyonya besar masih ngambek, ala anak ABG tak dituruti ngedate sama pacar.

Sedang Tuan besar terkekeh melihat tingkah sang supir.

"Ah,,, Pak Kasno bisa aja. Saya nggak lagi mikirin Zahra kok Pak," kilah Danu. "Maksud saya bukan mobilnya yang berhenti tapi Mama sama Papa itu lho," ucap Danu sambil bersandar di jok mobil. Ada rasa kesal pada Mama nya yang tak mau mendukung ia berjuang demi Zahra.

Pak Herlambang tekesan mendengar Danu menyebut asma Allah. Rupanya virus cinta seorang Zahra bisa membuat putranya berubah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status