Share

Negosiasi

"Maaf, Mbak Zahra. Apakah tidak terlalu memberatkan dan berlebihan syarat itu?" Pak RT membuka suara.

Semua mata menoleh ke sumber suara.

Zahra tersenyum simpul, nampak manis dan cantik sekali. Hingga membuat Danu tambah kasmaran. Taman bunga merekah seketika menghias hati Danu.

"Maaf, maksud Bapak, bagaimana?" tanya Zahra.

"99 hari, mana bisa membuat nasi goreng, kalau harus nanam dulu, Mbak. 99 hari padi baru bisa di panen, belum di jemur, belum gilingnya, cukup kah waktunya, Mbak?" Pak RT balik bertanya dengan sopan.

Zahra kembali tersenyum, ia menoleh kepada calon mertua dan suaminya.

"Bukankan ada dua pilihan mahar, dan Mas Danu sendiri yang siap memilih mahar ke 2," kata Zahra lembut.

"Iya, Mbak. Tapi rentang waktu 99 hari apakah cukup?" tanya Pak RT.

Danu yang sedari tadi berkeringat mencuri pandang kepada Zahra. 'Duh, Zahra. Senyum mu mengalihkan duniaku. Aku bisa gila jika tak bisa memilikimu Zahra.' batin Danu.

"Kenapa tidak minta yang lain saja, Zahra. Sebutkan saja kami pasti bisa menyiapkan mahar untuk pernikahan kalian," kata Ibu Herlambang.

"Maaf, Bu. Zahra yang akan menikah dengan Mas Danu. Zahra hanya ingin Mas Danu menjadi imam terbaik untuk Zahra, bisa menjamin semua kebutuhan Zahra secara mandiri tanpa berlindung di balik limpahan harta Ibu dan Bapak." Ucap Zahra.

Pernyataan Zahra sontak membuat Pak Herlambang semakin mantap memilih Zahra sebagai calon menantunya. Sedang Ibu Herlambang malah sebaliknya.

"Tapi, syarat untuk membuat maharmu, dan waktu yang kamu targetkan bikin susah anak saya," ungkap Ibu Herlambang.

Zahra menanggapi calon mertua nya dengan sabar dan senyuman yang indah. Ia tak melayani Ibu mertuanya ia tak ingin berdebat.

"Bagaimana, Mas. Sanggupkah memenuhi syarat ku?" tanya Zahra.

Hati Danu bergelora, kala mendengar suara Zahra yang lembut dan indah. Membuatnya melayang karena kasmaran. Gadis muslimah itu berhasil membuat jatuh cinta. Namun, ia memikirkan ucapan Pak RT tadi 99 hari apa cukup?

"Maaf, Zahra. Bolehkah bila waktunya di tambah?" tanya Danu. Ada ketakutan dalam hatinya.

"Maksudnya, Mas?"

"Jangan 99 hari."

"Oh, Mas keberatan? Mau berapa lama? Setahun, dua tahun," balas Zahra. "Bukanya Mas yang ingin kita segera menikah," ucap Zahra.

Semua orang terdiam membisu. Mereka tampak berfikir keras.

"Begini saja, Zahra. beri aku waktu lebih lama, tapi kurang dari satu tahun," tawar Danu mencoba bernegosiasi dengan calon istrinya.

"Maaf, Mas. Sekarang ini musim tanam padi, jadi jika Mas mau, Mas bisa kok menanamnya dari sekarang," usul Zahra. "Atau bila Mas keberatan, terserah Mas saja. Yang jelas lamaran dari Mas Danu ini sudah Zahra terima dengan ikhlas" ucap Zahra.

Danu diam tak bergeming. Hanya suara jam dinding dan anak-anak kecil diluar ruangan yang terdengar. Suasana sedikit tegang.

"Begini saja, Nak Zahra. Beri Danu waktu 4 bulan untuk menyiapkan mahar permintaan Nak Zahra," tawar Pak Herlambang memecah ketegangan.

"Is, Papa usul apaan sih?" bisik Ibu Herlambang mendengus kesal. "Yang lain kek. Biar Danu nggak susah," bisiknya lagi.

Zahra kembali tersenyum manis mendengar tawaran calon Papa mertuanya.

"4 bulan, kurang lebih 120 hari. Kurang dari satu tahun. Bagaimana, Mas sanggup?"

Danu berpikir sejenak, "Baiklah, Zahra. Aku akan memenuhi syarat itu dalam waktu 120 hari," jawab Danu mantab. Tekad Danu sudah bulat.

"Insyaallah, Mas. Jangan lupa kalimat itu. Jika Allah menghendaki," timpal Zahra.

"Oh ya. Insyaallah. Saya sanggup memenuhi syarat dari Zahra. Saya akan berusaha untuk menghalalkan mu dalam kurun waktu 120 hari kedepan. Wahai bidadari," ungkap Danu, dengan badan gemetar.

Ibu Herlambang seakan tak percaya kepada putra bungsunya itu.

Sedangkan Zahra sempat tertegun mendengar kesanggupan sang calon suaminya. Sungguh diluar dugaan nya. Zahra pikir Danu akan mundur, ternyata ia malah maju.

"Baiklah Mas. Akan ku tunggu proses mu untuk menghalalkan ku, Mas," ucap Zahra.

+++++++++++++

Acara lamaran berakhir. Semua yang hadir pun kembali pulang, Zahra mencium takzim calon mertuanya.

"Doakan calon suamimu ya, Nak," pinta Pak Herlambang.

Ibu Herlambang tak berucap mukanya masam.

"Papa, ayo cepat pulang!" ucapnya ketus.

"Doakan aku, Zahra," pamit Danu sambil mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan.

Zahra membalas dengan menangkupkan tangan ke dada.

Danu menarik tanganya kembali, sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Insyaallah. Mas harus bisa." Zahra tersenyum.

"Harus?"

Zahra mangangguk tanda setuju.

"Aku akan berjuang untukmu. Wahai bidadari!" ucap Danu sambil melangkah mundur perlahan meninggalkan rumah Zahra.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikum salam"

Keluarga Herlambang meninggalkan kediaman keluarga Rojali.

++++++++++

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status