Share

Chapter 3 - Pertemuan yang Tak Diduga

Alana memarkirkan mobilnya di depan salah satu coffee shop yang berada di Jakarta Pusattempat bertemu

yang di janjikannya bersama Reza. Alana mematikan mesin mobilnya dan melamun sejenak, memikirkan apakah dia harus bertemu dengan Reza atau kembali pulang ke apartemennya.

Alana sangat bingung sampai menundukkan kepalanya di kemudi mobil sembari memejamkan mata.

(WazzApp Notification)

Pemberitahuan WazzApp mengejutkan Alana dan dia pun membuka layar ponselnya.

"Aku udah sampe, Al. Kamu dimana?" -Reza

"Shit!" Ucap Alana dengan memegang kepalanya. Walaupun Alana berniat untuk membatalkan pertemuannya dengan Reza, Alana tetap tidak tega harus meninggalkan Reza begitu saja. Apalagi Alana paling tidak suka dengan orang yang membatalkan janji.

"Aku di parkiran. Bentar, ya." -Alana

Alana pun bergegas menghampiri Reza. Apa pun yang terjadi, yang terpenting Alana sudah menepati janji. Selanjutnya hanya melihat bagaimana pertemuan ini akan membawa mereka. Apakah berlanjut atau pertemuan ini adalah pertemuan yang pertama dan terakhir kali diantara mereka.

"Oke, Al. Aku pake sweater hitam, ya." -Reza

Alana masuk ke dalam coffee shop, matanya mencari pria yang memakai sweater hitam di dalam coffee shop itu. Seketika mata Alana tertuju kepada pria yang duduk di pojok yang berdekatan dengan meja bar, memakai sweater hitam, dan tengah fokus pada ponselnya. 

Alana mulai mendekat, namun masih belum bisa melihat persis seperti apa wajah pria itu karena sedari tadi dia hanya menunduk dan menatap layar ponsel yang diletakkannya di meja.

Tanpa pikir panjang, Alana memberanikan diri untuk menghampiri pria yang memakai sweater hitam itu dan menyapanya "Hei… Reza??" Tanya Alana meyakinkan.

Pria itu sontak terkejut dan menatap mata Alana "I-iyaa. Aleeta?"

Sebentar...! Ternyata... Reza adalah Alan. Laki-laki yang sudah di putuskan oleh Fina dan laki-laki yang ditabrak oleh Alana ketika mereka tengah berada di kantor Alana dan juga yang berada di coffee shop beberapa waktu yang lalu. Ternyata bukan hanya Alana saja yang menggunakan nama samaran tetapi Alan juga tidak menggunakan nama aslinya pada saat memakai aplikasi TinTan.

Tetapi… Mengapa Alan menggunakan nama 'Reza' untuk nama samarannya? Sementara Reza adalah laki-laki masa lalu Fina yang sudah merebut wanita itu dari genggaman Alan. Bahkan Laki-laki itu pula yang saat ini di benci oleh Alan.

"Iyaaa." Ucap Alana dengan memberikan senyum.

"Oh iya silahkan duduk." Ucap Reza-- atau Alan, nama yang sesungguhnya.

"Sorry, ya, lama. Aku habis pulang dari kantor dan langsung kesini." Ucap Alana menjelaskan dengan lembut.

Deg! Jantung Alana seketika berdegup kencang saat dia duduk berhadapan dengan Alan disaat Alana menangkap Alan tengah memperhatikannya. Ternyata Alana salah menilai Alan. Alan bukanlah seorang bapak-bapak atau Om-om hidung belang melainkan dia adalah pria yang masih muda. Sebut saja umur mereka terlihat hanya terpaut empat tahun jika dilihat dari wajah Alan.

Alan memiliki wajah yang manis, tidak membosankan. Sweater yang dia kenakan menunjukkan dadanya yang bidang. Sepertinya selain memiliki wajah yang manis, dia juga merupakan pria yang senang pergi ke gym untuk menjaga kesehatan tubuhnya.

Dari penampilannya, Alan merupakan pria yang sangat rapi. Kacamata yang dia pakai membawakan kesan wibawa pada dirinya. Namun, Alana tak bisa langsung menilai bahwa Alan adalah pria yang berwibawa. Setidaknya, Alana harus tahu seperti apa gaya bicara Alan ketika mereka berbincang nanti.

"Iya aku tau, kok. Name tag kamu masih ada." Alan memberikan sedikit candaan.

Alana mengernyitkan dahi dan masih terpaku dengan jawaban Alan, seketika dia menoleh ke name tag-nya dengan ekspresi gugup dan harus tetap tenang disaat bersamaan "Oh iyaaaa. Aku lupa lepasin." Jawab Alana yang berusaha tetap tenang.

Alana tiba-tiba teringat dengan penampilannya yang sangat kusut. Hal ini adalah hal terburuk baginya karena Alana sadar dia sudah salah menilai Alan.

"Al, aku kayanya pernah ketemu deh sama kamu." Ucap Alan yang memang sudah tidak asing dengan wajah Alana.

"Oh ya? Dimana?" Tanya Alana sembari melepaskan name tag-nya dan membelalakkan mata terkejut kepada Alan.

"Di kantor PT. Tirta Industri." Ucap Alan ragu dan sesekali memejamkan matanya.

"Oh ya? itu kantor tempat aku kerja, loh." Sebelumnya, Alana tidak mengatakan perusahaan tempat dia bekerja, begitu pun dengan Alan. Mereka hanya memberitahu lokasi tempat mereka bekerja saja.

Alana seketika mengingat ketika pertama kali match dengan Alan saat dia berada di cafeteria bersama dengan teman-temannya. 

*Flashback*

"Guys, ada yang lumayan nih walaupun fotonya silhouete. Tapi dari postur tubuhnya kayanya sih oke."

"Yaudah swipe right aja."

"Coba liat?"

"Wah, jaraknya cuma satu menit dari kita. Berarti dia disini, Al."

"Waduh, jangan-jangan dia karyawan di kantor kita lagi?"

"Gue mau hapus foto aja deh. Malu."

"Ngapain? Foto lu kan silhouete juga."

"Oh iyaaa."

You matched with Reza.

"Wah, dia udah swipe right lu duluan."

"Semoga aja dia bukan karyawan kantor kita."

*Flashback Off*

"Kamu kerja di kantor itu?" Tanya Alana penasaran

"Nggak. Aku kerja di PT. Industri Jaya. Aku ke kantor kamu karna ada kerjasama." Jawab Alan sembari melemparkan senyumannya yang manis.

"Yeah I know. Perusahaan aku memang lagi sering banget ngomongin kerjasama dengan perusahaan itu. Waktu itu juga jangan-jangan kamu di kantor aku lagi pas kita match?" Ucap Alana sembari mengingat saat itu ketika dia dan Alan terhubung di aplikasi TinTanjarak mereka pun hanya kurang dari satu kilometer.

"Siang ya kita match kalo gak salah?" Tanya Alan memastikan.

"Bener." Ucap Alana yakin.

*Flashback*

Sebelumnya di Middle Cafeteria...

"Selamat makan, Pak Alan. Kantor kami selain punya kantin sendiri, juga punya kantin satu gedung disini. Saya lebih suka makan siang disini, Pak. Selain makanannya enak, saya bisa cuci mata dengan karyawan-karyawan perusahaan lain disini hahaha." Harsono memberikan sedikit candaan.

"Haha iya, Pak. Makanannya enak." Jawab Alan seadanya sembari mengunyah makanannya. 

Setelah Alan selesai menyantap makananannya, Alan membuka aplikasi kencan online sembari menunggu Harsono menghabiskan dessert-nya.

Alan melihat wanita yang bernama Aleeta, memakai foto silhouete di dalam aplikasi TinTan. Alan seketika tampak penasaran dengan wanita yang memakai foto silhouete itu. Tanpa membuang waktu, Alan langsung menyentuh 'swipe right' agar bisa terhubung dengan Aleeta, nama samaran Alana.

Beberapa menit kemudian...

Now you matched with Aleeta

Tanpa membuang waktu, Alan langsung mengirimkan pesan kepada Aleeta. Lagipula, jarak Alan dan Alana pun hanya kurang dari satu meter. Hal itu sangat memungkinkan bagi Alan untuk bisa bertemu dengan Aleeta detik itu juga.

"Hei Aleeta. Aku Reza. Nice to match with you."

*Flashback Off*

"Oh iya, waktu itu aku lagi di kantin lunch bareng Pak Harsono."

Alan lagi-lagi mengingatkan Alana "Dan kalo gak salah aku pernah deh ketemu kamu pas di kantor kamu."

"Oh ya?" Tanya Alana membelalakkan matanya.

 "Iyaaa. Kamu kayaknya pernah nabrak aku deh, Al. Tapi namanya sih seinget aku Alana bukan Aleeta." Jawab Alan dengan ekspresi bingung.

"Oh iyaa!! ITU AKU!!!” Ucap Alana bersemangat “Kamu yang aku tabrak itu? Ya ampun aku minta maaf, ya." Ucap Alana kikuk.

"Nama kamu Alana apa Aleeta?" Tanya Alan penasaran.

Di samping Alan adalah pria yang manis dan memiliki tubuh yang ideal, Sepertinya Alan merupakan pria yang memiliki daya ingat yang cukup tinggi. Selain bisa mengingat wajah Alana, dia juga bisa dengan mudah mengingat nama Alana.

"Hmm... Nama aku sebenernya sih Alana. Aleeta itu nama samaran doang." Jawab Alana sembari menggigit bibir bawahnya.

"Yaaahh aku di bohongin ternyata selama ini." Alan tertawa kecil padahal dia pun memakai nama samaran!! 

"Hahaha, nggak kaya gitu. Aku tuh sebenarnya mau ngasi tau kamu pas kita udah pindah chat di WazzApp. Tapi aku lupa, lagian kamu manggil aku ‘Al’. Ya aku juga di panggil ‘Al’ sama temen-temen aku bukan Alana. So---"

"Well-- boleh lah alasannya." Ucap Alan mengangguk sembari tersenyum kecil.

"Hmm. Oh iya, nama Anstagram kamu apaan? Kamu udah janji mau kasi tau aku pas kita ketemu. Aku gak mau ya tiba-tiba jalan sama orang yang udah punya pacar. Kan bisa aja kamu modus udah putus sama pacar kamu tapi nyatanya kamu punya pacar atau lagi berantem doang terus mengunduh aplikasi TinTan dan jadiin aku pelampiasan." Ucap Alana dengan padat dan jelas. 

Alana memang lebih suka berterus terang dan tidak ingin bertele-tele apabila sedang berbicara dengan lawan bicaranya. Tidak terkecuali dia yang baru dikenal atau sudah lama kenal dengan Alana.

"Hahaha ada-ada aja kamu. Kamu gak percayaan banget, sih." Jawab Alan pelan dan lembut

"Bukan gak percaya, sih. Tapi aku udah sering berhadapan sama buaya." Celetuk Alana

"Hahaha" Alan terkekeh "Tapi aku buayanya beda. Masih baby buaya, jadi belom ngerti." Alan memberikan sedikit candaan.

"Mending gue milih baby cumi, masih bisa dimakan. Baby buaya sama aja, tetep buaya. Ntar juga berkembang biak jadi buaya sejati." Ucap Alana dalam hati

"Receh banget sih, Pak? Oh jadi karyawan PT. Industri jaya modelannya kaya begini? Receh?" Ucap Alana mengolok

"Haha rese banget sih kamu." Jawab Alan terkekeh. 

Entah mengapa, Alan merasa pertemuannya dengan Alana kali ini seakan sudah mengenal Alana bertahun-tahun. Alan memiliki sifat cuek dan tidak bisa dengan gampang mencairkan suasana dengan orang yang baru di kenal. Tapi kali ini, Alana bisa membuatnya tertawa lepas, seakan menjadi dirinya sendiri.

"Yaudah apa nama Anstagram kamu?" Tanya Alana menuntut

"Alan Pratama." Jawab Alan singkat

Alana mengetik nama Alan di pencarian Anstagram-nya "wait!  Alan? terus Reza?" Tanya Alana bingung

“Nama kamu Alan Reza Pratama?” Tanya Alana memastikan.

"Bukan. Reza itu nama samaran aku di TinTan. Nama asli aku Alan Pratama." Jawab Alan santai. 

"Ooohh. Sama dong?” Tanya Alana dengan tatapan sinis dan Alan haya mengangguk santai “Well, kayaknya ini waktu kita untuk saling ketawa satu sama lain." Ucap Alana menyindir sedangkan Alan hanya tersenyum melihat wajah Alana yang tampak kesal.

"Kenapa jauh banget dari Alan ke Reza?" Tanya Alana bingung sembari matanya terfokus mengetik nama Alan di pencarian Anstagram miliknya.

"Aku gak suka aja sama nama itu."

"Loh, gak suka kenapa malah di pake?" Alana pun semakin bingung dengan jawaban yang di berikan oleh Alan.

"Ada deh." Jawab Alan singkat. Alan masih enggan untuk menceritakan bagaimana dia tidak suka dengan nama Reza, nama seseorang yang sudah merebut Fina darinya

"By the way, Selain di kantor kamu, kita pernah ketemu lagi, loh. Di salah satu coffee shop. Waktu itu lipstick kamu jatoh pas lagi mesen." Ucap Alan berharap Alana mengingat dan juga mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dari nama Reza.

"Ooohhh! Iya aku inget. Wah ternyata kita udah pernah ketemu terus, ya. Kamu sering juga ternyata main ke daerah sini."

Alana mengingat penampilan Alan saat di coffee shop beberapa minggu yang lalu lebih tepatnya. Penampilan Alan waktu itu sangat berbeda sekali dengan penampilannya saat ini. Bagaimana tidak, hari itu adalah satu hari setelah Alan di putuskan oleh Fina.

Tak terasa Alana dan Alan berbincang sampai malam. Alan tampak sangat berwibawa dan berbicara dengan santun serta memiliki pengetahuan yang luas dari cara bicara dan gaya bahasanya.

Lewat matanya, Alan seperti melihat Alana jauh ke dalam dirinya hingga membuat Alan tak berhenti memandangi Alana.

Alana pun melihat Alan dengan penuh pesona. Ditambah lagi, Alana mengidamkan pria yang berwibawa dan punya pengetahuan yang luas. Alan sungguh telah berhasil membuat Alana terpesona dengan kesan pertamanya.

Suasana tampak hening. Alan dan Alana sudah kehabisan topik pembicaraan. Alan melihat Alana menatap di sekeliling coffee shop. Tampak dari wajahnya Alana sudah merasa bosan.

Alan melirik arloji yang berada di tangan kirinya dan waktu pun sudah menunjukkan pukul sebelas lewat beberapa menit.

"Jadi, kapan kita ketemu lagi, Al?" Tanya Alan memastikan kepada Alana.

"Hmm. Weekend ini?"

"Boleh. Aku jemput yaaa, Al." Ucap Alan sembari menatap Alana

Alana memberikan senyum "Oke." Ucap Alana tanpa ragu sedikitpun

***

Alana memperlihatkan wajah suka cita ketika bertemu untuk kedua kalinya bersama Alan. Dia tampak memerhatikan penampilannya karena menurutnya dia sudah mengacaukan kesan pertama yang terlihat kusut ketika bertemu Alan.

Mereka bertemu di coffee shop tempat pertama mereka bertemu. Menurut mereka tempat itu cukup nyaman untuk di jadikan tempat tongkrongan. Suasana yang disuguhkan oleh coffee shop itu lebih tenang dan tidak berisik sehingga tidak mengganggu setiap pengunjung ketika sedang mengobrol atau bahkan menyelesaikan pekerjaan.

"Alan, zodiak kamu virgo ya?" Tanya Alana yakin.

"Ha? Nggak, Al." Ucap Alan sedikit terkejut dengan pertanyaan Alana yang tiba-tiba membahas zodiak.

"Ooh, terus apa dong?" Tanya Alana ragu. Sepertinya dia sudah salah melemparkan pertanyaan kepada Alan.

"Aku sagitarius. Kenapa emang?" Tanya Alan dengan wajah penasaran.

"Oh gapapa. Keliatannya kamu kayak virgo" Shit! calm down Alana. Alana yang sudah kehabisan kata-kata bisa-bisanya mengeluarkan pertanyaan konyol seperti itu.

"Kalo kamu?" Alan membalikkan pertanyaan ke Alana.

"Coba tebak." Sudah salah bertanya masih saja ingin ditebak.

"Cancer?" Jawab Alan santai.

"Kok kamu tau?" Tanya Alana dengan keras sehingga membuat orang-orang di sekitarnya melirik ke meja Alan dan Alana "Sorry" Sambung Alana.

Alan hanya tersenyum "Keliatan aja."

Pipi Alana memerah dan dia paling tidak suka jika dirinya bisa dilihat begitu transparan atau mudah di tebak oleh lawan bicaranya. 

"Oh ya, Al. Kamu punya target apa nih untuk kedepannya? Kaya investasi mungkin?" Tanya Alan menatap Alana.

Plak! Alana seperti di tampar oleh pertanyaan Alan. Pertanyaan mereka benar-benar berbanding terbalik. Antara zodiak dan investasi. Alana benar-benar merasa malu dan kagum dengan Alan disaat bersamaan.

"Hmm. Rencana aku sih-- banyak-- pengen investasi sih iya banget. Tapi untuk saat ini sih aku pengen lanjut S2."

"Wah bagus dong. Kenapa tertarik ambil S2?"

"Karena--- Hmm-- Gimana ya cara jelasinnya--" Ucap Alana gugup karena masih memikirkan pertanyaan konyolnya tadi.

"Gapapa santai aja. Jelasin sebisa kamu, dengan bahasa kamu, dan senyamannya kamu aja. Aku bakal coba untuk mengerti." Jawab Alan dengan melemparkan senyum.

Salah satu kalimat favorit Alana ketika tengah berbincang dengan Alan. Alan selalu saja melontarkan kalimat itu apabila Alana sedang kebingungan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. 

Dari kalimat itulah Alana merasa bahwa Alan membuat Alana untuk menerima dirinya dengan cara merasa nyaman dengan jawabannya sendiri.

Alana tidak pernah seperti ini sebelumnya, yang tiba-tiba merasakan nyaman dengan mudah kepada seseorang yang baru pertama kali ditemuinya. Ada apa dengan Alana? Mengapa orang seperti Alana yang paling takut berbincang dengan orang asing malah ditaklukkan oleh Alan yang jelas-jelas orang asing baginya?

Apakah pesona Alan membuatnya lupa diri? Apakah perbincangan yang dilakukan Alana dan Alan selama dua minggu benar-benar mampu membuat Alana nyaman?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status