Bab 11[Kapan hari liburmu, Del?] chat dari Diana teman kuliahku. Hanya dia temanku yang tinggal di Yogja, yang lain diboyong suaminya, menyebar diseluruh Indonesia, walaupun saling berjahuan komunikasi tetap berjalan kewat group aplikasi hijau.Aku langsung mengetik...[Emangnya kenapa? Sewaktu-waktu aku bisa kok ambil libur, kok][Oh, ya? Gitu ya, kalau diambil menantu oleh sultan?] diiringi stiker mengejek[Sultan Hamengkubuwono kw] balasku, diiringi stiker gambar tertawa. [Ayuk kita ketemauan di Es Murni, tempat kita nongkrong dulu, sambil nostalgia] ajakku.[Ayuk, siapa takut?.Jam berapa?"][Besok sore, habis ashar. Selepas toko mertuaku tutup] Ajakku, walaupun belum minta izin Mas Irfan, aku sudah memutuskan sendiri.[Deal ya]Kuletakkan kembali ponsel diatas nakas, kutunda dulu rasa rindu kepada Bapak dan Ibu yang ada di kampung. Semoga pertemuan dengan Diana bisa mengobati rasa kangenku kepada mereka."Kenapa senyum-senyum," Mas Irfan keluar dari kamar mandi, hanya dibalut
Bab 12Sampai di perempatan aku bingung harus menuju kearah mana, kalau pulang aku tidak mau diomelin ibu mertua. Kalau kembali ke sekolahan tidak mungkin, karena sudah sepi, tidak ada satu guru maupun murid disana. Lalu aku haru mencari kemana?Secara tidak sadar, motor kubelokkan kekanan. Aku belum mau pulang. Akan aku cari sekali lagi, siapa tahu bisa menemukan balita cantik keponakanku itu. Setidaknya ada petunjuk, supaya ada jawaban kalau bertemu dengan Ibu mertua."Faraa, kamu ada dimana, Sayang?" bisikku berkali-kali. Terbayang wajah nya imut dengan lesung pipit dan rambut kriwil.Motorku masih menelusuri jalan kecil menuju selokan, aku tidak sadar sudah sangat jauh dari jangkauan. Gak pa-pa, siapa tahu aku menemukan petunjuk keberadaan Fara, begitu tekadku.Duijung selokan mataram, aku mengurangi kecepatan motor matic warna merah, lalu kutepikan. Kulihat banyak motor yang parkir disitu. Ada apa ini? Ada polisi yang berjaga, kulihat ada team SAR, ada beberapa wartawan.Aku men
Bab 13Aku masih menunduk, menunggu saat yang tepat untuk beringsut membantu Mbok Rah melayani pembeli. Lewat ekor mata, aku melihat Kang Nono dan Mbok Rah sibuk memindahkan barang ke motor, lalu mengikatnya.Aku ingin lari menjauh dari Ibu mertua lalu membantu mereka, aku rela capai asal tidak mati gaya seperti ini. Badanku kaku, gigiku kering karena mulut sedikit kubuka, apalagi perasaanku hampa."Sudah, Bu?" akhirnya kuberanilan dirii untuk mengucapkan kalimat itu, ketika Ibu mertua menuju meja kasir karena mbok Rah menyodorkan uang minta kembalian."Ya!" jawabnya ketus. Aku menghela nafas panjang, rasanya lega walaupun nadanya tidak mengenakkan hati. Kuikuti langkah wanita yang dipanggil Ibu oleh suamiku, dengan sorot mata iba. Baru kusadari Ibu berjalan terseok menuju meja kasir. Aku tersikap dengan cara berjalannya."Apa gula Ibu sedang naik?" batinku prihatin.Aku balik badan membantu mbok Rah sebentar, karena pembeli banyak yang antri. Setelahnya aku pura-pura memberesi pir
Bab 14"Kata Mama...." ucap balita kriwil itu tidak meneruskan kalimatnya, sambil menikmati es krem."Kata Mama apa, Far?" desak Mas Irfan.Bocah mengemaskan itu menjulurkan lidah, menyapu disekitar mulut yang kena es krem, mata bulatnya kekanan kekiri.Aku ikut tegang, sudah siap memakai jaket, helm, masker, karena akan diajak makan bakmi oleh Mas Irfan."Baca aja sendiri di hapenya, tante," jelasnyaDuh, menggemaskan, alias menjengkelkan, aku buru-buru mengambil gawai, ingin membaca sendiri apa chat dari Mbak Nung."Tan!' teriaknya, sambil jari-jarinya dimasukkan satu persatu ke mulutnya. Bikin mules itu anak."Kata Mama, Om Irfan suruh jemput. Mama gak jadi lembur," jelasnya setelah mencuci tangan di wastafel.Kuurungkan membuka chat dari Mbak Nung, karena sudah dijelaskan oleh putrinya sendiri. Jelas, akurat dan bukan hoak.Mas Irfan menatapku, aku sengaja membuang muka, kesal sekali. Seharusnya aku sudah bisa pesan bakmi godhog bersamanya, tetapi, ya sudahlah."Yang, maaf, ya. M
Bab 15Ada rasa bersalah kalau mengingat nama itu. Laki-laki asal Lombok, yang kugantung cintanya karena tidak mendapat restu dari kedua orang tuaku."Bapak dan ibuk tidak setuju, titik!" kata Bapak tegas ketika aku memperkenalkan Andre Sagara sebagai kekasihku"Apa alasannya, Pak, Bu?" tanyaku dengan uraian air mata, setelah Andre pulang. Bapak dan Ibuk hanya menunduk dengan kening berkerut. Aku tidak tega melihat orang tuaku sedih. Namun, aku juga ingin cintaku bersama Andre direstui."Aku ingin alasannya masuk akal, bukan mengada-ada," imbuhku, sambil menyusuti air mata yang kian deras."Dia orang luar jawa, Nduk. Jauh sekali asalnya," tegas Bapak, membuat aku tersikap, tangisku semakin menjadi. "Hanya itu? Hal yang sepele, Pak," bisikku diantara tangis."Kamu anak Bapak satu-satunya," jawabnya tegas."Bapak dan Ibu tidak mau kehilanganmu, Nduk" rintih Ibu sambil mengelus kepalaku."Bapak, Ibukmu sudah semakin tua, kalau kamu diboyong ke tempat asal Andre, kami akan kehilangan
Bab 16Entah kenapa tiba-tiba aku ingin sarapan bubur, tentu saja bikin sendiri. Kalau beli kadang rasanya kurang nendang, Mas Irfan sering protes, kurang gurihlah, kurang ini, itu, banyak sekali komentarnya.Mas Irfan ingin aku masak sendiri, katanya lebih enak, Kebetulan aku masih mempunyai sayur krecek, pas sekali kalau dipadukan dengan bubur buatanku.Aku sudah terbiasa berada di dapur, sejak remaja aku sering membantu ibu masak di dapur. Ibu selalu mengajariku cara mengolah masakan yang enak, dan memadu padankan antara sayur dan lauk supaya cocok."Bumbunya harus berani, Nduk," begitu pesannya."Gih, Buk,""Nanti tinggal ngepaskan, antara gurih, manis dan pedas bagi yang suka cabe," imbuhnya.Aku terapkan ilmu memasak dari ibu, hasilnya tidak mengecewakan. Mas Irfan selalu memuji masakanku. Katanya sejak menikah denganku selera makannya bertambah, walaupun berat badannya tidak ikut naik.Itu yang membuat ibu mertua mencibir dan tidak percaya kalau aku bisa masak. Sudah dijelaska
bab 17Bab 17Aku buru-buru keluar mencari keberadaan Mbok Rah di dapur, namun tidak ada. Kuayun langkahku menuju depan, tidak ada. Ternyata Mbok Rah sedang menyapu di dalam warung."Sini, aku yang nyapu aja, Mbok Rah dipanggil Ibu," seruku."Gak boleh, biar Mbok Rah selesaikan dulu," elaknya."Cepetan, ibu menunggu Mbok Rah," ucapku tidak sabar."Mbok Rah harus menyelesaikan menyapu dulu sampai selesai," jawabnya kekeh."Emang kenapa gak boleh aku terusin?" tanyaku heran."Orang jawa bilang, itu tidak baik kalau nyapu belum selesai kok diteruskan orang lain." jelas Mbok Rah."Kok gitu, Mbok?" aku penasaran.""Iya, Neng. Kata simbah zaman dulu, ada yang mengganggu rumah tangga kita, merebut suami kita, merusak rumah tangga kita. Kalau zaman sekarang istilahnya ada pelakor yang ingin meneruskan suami kita," jelas Mbok Rah sambil mulutnya manyun."Oh, ya udah," aku menyerah, supaya Mbok Rah segera menemui ibu, kalau aku tanggapi sampai siang juga belum selesai. Aku terkekeh sendiri."A
Bsb 18Diana mengirim link, ketika kubuka, Netraku langsung membulat, kulihat nama perusahaanya PT. A.Sagara Indonesia, aku tahu itu perusahaan milik Andre yang berada di Lombok dan Bali.Perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor buka cabang di Yogjakarta. Membutuhkan beberapa karyawan, diantaranya marketing dan seketaris."Oh, no. Aku tidak mau terjebak dengan kisah cinta yang lama, lebih baik aku menjadi karyawan di toko ibu mertua," aku langsung menghubungi Diana lewat ponsel. Terdengar suara Diana terbahak-bahak, "Sudah gila kamu, Di," protesku."Del, dicoba aja, apa salahnya, sih," desak Diana."Ogah, bisa-bisanya kamu,ya," hardikku."Andre sudah punya istri, tau? Punya anak juga. Gak mungkin cintanya bersemi lagi," jelas Diana sambil masih terkekeh."Teganya kamu! Apa gak kasihan sama Mas Irfan, kalau aku yang jatuh cinta lagi padanya. Akan kutuntut kamu, ya" omelku panjang lebar."Ampun, ampun Del, percaya deh, kamu sangat cinta sama Mas Irfan. Kamu istri yang setia!" ledek