Bab 35Mas Irfan bingung ketika aku menunjukkan foto di galeri, hasil tespack yang kuambil kemaren. Disitu menunjukkan bahwa ada garis dua, yang artinya positif. "Maksudnya apa, Yang? Mata laki-laki kurus hitam manis itu membulat, senyumnya merekah.Aku senang melihat perubahan wajahnya, aku pun ikut terharu. "Jadi? Aku akan menjadi Papa?" tanyanya seakan tidak percaya.Aku mengangguk. Mas Irfan langsung bersimpuh bersujud syukur kepada sang pemilik hidup. Mataku berkaca-kaca melihat pemandangan yang indah ini. Akupun ikut bersujud syukur di sampingnnya."Aku akan mengabarii ibu, Yang," kata Mas Irfan, tangannya berusaha mengambil gawai yang ada di sakunya.Kutahan tangannya, aku tidak setuju dengan idenya. Bukan karena apa, aku ingin melihat sendiri apakah ibu mertuaku senang mendapat kabar bahagia ini. Atau bahkan julid seperti biasanya. Rasa tidak suka kepadaku kurasakan beberapa tahun yang lalu, sejak pertama kali aku menjadi menantunya."Jangan dulu, Mas, kita sampaikan ber
Bab 36Tidak terasa hari sudah sore, rumah dalam keadaan sepi. Pintu masih terkunci rapat, kuncinya masih ada di bawah pot bunga. "Bapak dan Ibu kok belum pulang, ya?" tanya Mas Irfan ketika tidak ditemui keduanya."Iya, nih, Mas. Nah, kalau tidak ada alat komunikasi, kitalah yang kesulitan. Kita tidak tahu Bapak dan Ibu sekarang ada dimana, susah mencarinya," timpalku.Ada sedikit rasa kawatir karena mereka dalam sedang transaksi, posisi bapak dipastikan membawa uang banyak. Aku takut kalau mereka terjadi apa-apa, batinku."Yuk kita salat dulu. Nanti kalau sampai mahgrib kita tunggu belum pulang, antar aku kerumah Pak RT ya, Mas," ajakku."Lapor pak RT?" tanyanya. Bola matanya berputar keatas, barangkali dia bingung kenapa harus lapor kesana.Aku gegas mengambil air wudhu karena waktu ashar hampir lewat. Entah tiba-tiba perasaanku tidak enak.Setelah salat berjamaah, aku bersimpuh mendoakan kedua orang tuaku. Kukirim semua doa yang terbaik untuk mereka. Ya Alloh, semoga tidak terjad
Bab 37 Aku sudah tidak sabar untuk mengetahui isi chat dari ibu mertua yang berderet itu, termasuk miscall dan vidio call. Namun, aku harus bersabar. Kalau tidak, aku sendiri yang ujungnya sakit hati.Sampai pagi Mas irfan juga tidak segera memeriksa ponselnya, barangkali aku sudah ada di sampingnya sehingga dia tidak merasa ada yang saling membutuhkan."Aman, Yang. Ada Kang Nono," begitu jawabnya ketika aku pura-pura menanyakan bagaimana keadaan ibu setelah ditinggal anak kesayangan sampai berhari-hari.Mas Irfan juga masih membiarkan ponselnya tergeletak di atas meja, kendati kabelnya sudah kulepas karena baterai sudah penuh. Bahkan dia dan Bapak sedang asyik membahas sepeda motor butut milik laki-laki yang menjadi cinta pertamaku itu.Antusias sekali kalau membicarakan motor lawas, itu memang hobinya dia untuk mengutak-atik. Sebagai menantu yang baik dia juga memeriksa motor milik bapak, bahkan dicuci sampai bersih.Dari balik cendela dapur aku bungah menyaksisan antara bapak d
Bab 38 Tiba-tiba pintu digedor dengan kuat, jantungku mulai berdebar tidak karuan. Pandangan kami saling bertemu, Mas Irfan merapatkan alis sambil mengangkat kedua bahunya, kemudian gegas membukan pintu yang menghubungkan rumah ibu."Tante ...!" teriak suara anak kecil yang tidak asing lagi ditelingaku."Faraaa!" sambutku, gadis kecil menggemaskan itu berlari memelukku, kemudian bergelayut manja ke Mas Irfan.Syukurlah, aku bernafas lega, kukira ibu mertua sedang marah karena anak kesayangannya pergi berhari-hari menjemputku.Mungkin kriwil dan keluarganya disuruh tidur di sini karena menemani ibu selama ditinggal anak bungsunya ke Sragen. Baguslah untuk menemani ibu. Aku membatin."Kamu lagi liburan nginep di rumah Nenek?" tanyaku sangat percaya diri, menghampiri sambil mengacak rambut kriwilnya.Kulirik Mas Irfan, sedang menyesap kopi yang sudah kuhidangkan di meja makan, matanya melihat layar datar yang sedang menyiarkan berita politik masa kini."Enggaklah Tan, kita pindah kes
Bab 39 Kubuka pintu depan, kulihat di dalam mobil sudah ada keluarga cemara formasi lengkap. Sedetik aku tercengang, kulempar senyum untuk mengurangi rasa kagetku, padahal di dalam hati dadaku mendadak bergemuruh.Beberapa pasang mata yang ada di dalam mobil melihat penampilanku yang berbeda, entah mendapat pujian atau ejekan. Sorot mata itu menatapku dari ujung jilbab sampai sepatu.Barangkali mereka heran, aku yang biasanya hanya memakai kaos dan kulot kalau membantu ibu di toko, sekarang berpenampilan beda."Tante!" teriak Fara menyambutku. Ibu duduk di samping Mas Irfan sedang memangku bayi, di kursi belakang ada Mbak Nung dan Fara sudah memakai baju seragam paud."Tante! antar aku sekolah, sekalian antar adik imunisasi, ya," kata balita cantik dengan mimik yang menggemaskan. Kubalas dengan anggukan dan seulas senyum.Aku mengucapkan salam setelah membuka pintu, Mbak Nung menarik Fara agak bergeser supaya aku bisa duduk leluasa."Walaikumssalam" jawab mereka hampir bersama."Maa
Bab 40 Mata itu mengingatkan seseorang beberapa tahun yang lalu yang pernah singgah dihatiku. "Andre?" bisikku secara reflek.Pandangan kami menyatu, sedetik darahku berdesir. Mata elangnya masih tajam seperti dulu, kini menatapku lekat sampai aku hatiku luruh tidak berdaya."Dede? sebutnya lirih. Senyumnya langsung merekah,laki-laki berkulit bersih itu kelihatan bahagia menemukanku setelah sekian tahun aku menghilang.Dede adalah panggilan sayang Andre terhadapku. Aku kaget sekali karena tidak menyangka akan bertemu laki-laki yang tak kuharapkan kehadirannya. Tiba-tiba dia muncul begitu saja di depanku, saling terpaku. Sekarang kami berdiri hanya berjarak beberapa sentimeter saja."Duh, Gusti. Ini sebenarnya hal yang kuhindari, kenapa harus bertemu di sini?" batinku sambil berusaha menghilangkan rasa canggungku."Apa kabar, De?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku itu mengulurkan tangan yang tidak bisa kutolak."Ba-baik, Ndre. Apa kabarmu?" Sahutku dengan rasa gugup, terlebih
Bab 41 Hari pertama di kantor membuat aku bahagia, karena harus mengerjakan hal yang baru. Aku ditempatkan di bagian marketing bergabung bersama team yang lain.Karena marketing memasarkan produk kecantikan, maka karyawan baru diwajibkan ikut training selama tiga hari, supaya bisa menguasai produk yang dijual. Dan enaknya, aku harus mencoba produk itu sebelum dilempar kepasar.Aku ditempatkan di ruangan yang ber AC dengan interior yang unik, perpaduan jepang dan jawa klasik.Masih anak baru sih, jadi statusnya masih masa percobaan selama satu bulan, walupun begitu aku sudah bangga."Alhamdulullah aku sudah bekerja di kantor ini buk."Tidak lupa aku memberi kabar kepada kedua orang tauaku, sebagai orang yang menyayangiku dan selalu mendoakanku."Yang amanah ya, Nduk, kalau bekerja jangan setengah-setengah. Harus fokus supaya kamu menjadi orang yang sukses.""Aamiin, Buk.""Bapak dan Ibu jaga kesehatan, ya." Bapak dan Ibu kelihatan bahagia sambil melambaikan tangannya tanda mengakhiri
Bab 42 "Yang, mereka sebentar lagi sudah selesai, trus menghampiri kita. Ayuk, Sayang cepetan." Mas Irfan masuk kamar kemudian sekian detik memandangku yang hanya memakai baju dalam.Tanganya meraihku kemudian memelukku dari belakang. Kulihat benda pipih itu sudah tidak ada tangannya. Aku lega, karena kalau sudah main game lupa waktu.Aku masih berdiri di depan kaca, ingin mengambil baju di lemari. Namun, diam tidak berkutik, karena pelukannya sangat kuat. Perutku dielus, bahuku diciumi berkali-kali.Aku mengacak rambutnya dengan tangan kananku, dari pantulan cermin kulihat ekpresinya sangat manja. Aku tersenyum senang.Kubalikkan tubuhku, sehingga kami berhadapan. Laki-laki bungsu ibu mertuaku melepaskan pelukannya pelan-pelan. Kami saling menatap."Yang, teruslah bersama Mas, apapun yang terjadi tetaplah jadi makmumku, ya."Setelah menciumku berkali-kali, kemudian mencium benih buah hati cinta kita berdua yang ada di dalam perutku."Apapun yang terjadi?" Aku membatin. Mas Irfan h