Bab 38 Tiba-tiba pintu digedor dengan kuat, jantungku mulai berdebar tidak karuan. Pandangan kami saling bertemu, Mas Irfan merapatkan alis sambil mengangkat kedua bahunya, kemudian gegas membukan pintu yang menghubungkan rumah ibu."Tante ...!" teriak suara anak kecil yang tidak asing lagi ditelingaku."Faraaa!" sambutku, gadis kecil menggemaskan itu berlari memelukku, kemudian bergelayut manja ke Mas Irfan.Syukurlah, aku bernafas lega, kukira ibu mertua sedang marah karena anak kesayangannya pergi berhari-hari menjemputku.Mungkin kriwil dan keluarganya disuruh tidur di sini karena menemani ibu selama ditinggal anak bungsunya ke Sragen. Baguslah untuk menemani ibu. Aku membatin."Kamu lagi liburan nginep di rumah Nenek?" tanyaku sangat percaya diri, menghampiri sambil mengacak rambut kriwilnya.Kulirik Mas Irfan, sedang menyesap kopi yang sudah kuhidangkan di meja makan, matanya melihat layar datar yang sedang menyiarkan berita politik masa kini."Enggaklah Tan, kita pindah kes
Bab 39 Kubuka pintu depan, kulihat di dalam mobil sudah ada keluarga cemara formasi lengkap. Sedetik aku tercengang, kulempar senyum untuk mengurangi rasa kagetku, padahal di dalam hati dadaku mendadak bergemuruh.Beberapa pasang mata yang ada di dalam mobil melihat penampilanku yang berbeda, entah mendapat pujian atau ejekan. Sorot mata itu menatapku dari ujung jilbab sampai sepatu.Barangkali mereka heran, aku yang biasanya hanya memakai kaos dan kulot kalau membantu ibu di toko, sekarang berpenampilan beda."Tante!" teriak Fara menyambutku. Ibu duduk di samping Mas Irfan sedang memangku bayi, di kursi belakang ada Mbak Nung dan Fara sudah memakai baju seragam paud."Tante! antar aku sekolah, sekalian antar adik imunisasi, ya," kata balita cantik dengan mimik yang menggemaskan. Kubalas dengan anggukan dan seulas senyum.Aku mengucapkan salam setelah membuka pintu, Mbak Nung menarik Fara agak bergeser supaya aku bisa duduk leluasa."Walaikumssalam" jawab mereka hampir bersama."Maa
Bab 40 Mata itu mengingatkan seseorang beberapa tahun yang lalu yang pernah singgah dihatiku. "Andre?" bisikku secara reflek.Pandangan kami menyatu, sedetik darahku berdesir. Mata elangnya masih tajam seperti dulu, kini menatapku lekat sampai aku hatiku luruh tidak berdaya."Dede? sebutnya lirih. Senyumnya langsung merekah,laki-laki berkulit bersih itu kelihatan bahagia menemukanku setelah sekian tahun aku menghilang.Dede adalah panggilan sayang Andre terhadapku. Aku kaget sekali karena tidak menyangka akan bertemu laki-laki yang tak kuharapkan kehadirannya. Tiba-tiba dia muncul begitu saja di depanku, saling terpaku. Sekarang kami berdiri hanya berjarak beberapa sentimeter saja."Duh, Gusti. Ini sebenarnya hal yang kuhindari, kenapa harus bertemu di sini?" batinku sambil berusaha menghilangkan rasa canggungku."Apa kabar, De?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku itu mengulurkan tangan yang tidak bisa kutolak."Ba-baik, Ndre. Apa kabarmu?" Sahutku dengan rasa gugup, terlebih
Bab 41 Hari pertama di kantor membuat aku bahagia, karena harus mengerjakan hal yang baru. Aku ditempatkan di bagian marketing bergabung bersama team yang lain.Karena marketing memasarkan produk kecantikan, maka karyawan baru diwajibkan ikut training selama tiga hari, supaya bisa menguasai produk yang dijual. Dan enaknya, aku harus mencoba produk itu sebelum dilempar kepasar.Aku ditempatkan di ruangan yang ber AC dengan interior yang unik, perpaduan jepang dan jawa klasik.Masih anak baru sih, jadi statusnya masih masa percobaan selama satu bulan, walupun begitu aku sudah bangga."Alhamdulullah aku sudah bekerja di kantor ini buk."Tidak lupa aku memberi kabar kepada kedua orang tauaku, sebagai orang yang menyayangiku dan selalu mendoakanku."Yang amanah ya, Nduk, kalau bekerja jangan setengah-setengah. Harus fokus supaya kamu menjadi orang yang sukses.""Aamiin, Buk.""Bapak dan Ibu jaga kesehatan, ya." Bapak dan Ibu kelihatan bahagia sambil melambaikan tangannya tanda mengakhiri
Bab 42 "Yang, mereka sebentar lagi sudah selesai, trus menghampiri kita. Ayuk, Sayang cepetan." Mas Irfan masuk kamar kemudian sekian detik memandangku yang hanya memakai baju dalam.Tanganya meraihku kemudian memelukku dari belakang. Kulihat benda pipih itu sudah tidak ada tangannya. Aku lega, karena kalau sudah main game lupa waktu.Aku masih berdiri di depan kaca, ingin mengambil baju di lemari. Namun, diam tidak berkutik, karena pelukannya sangat kuat. Perutku dielus, bahuku diciumi berkali-kali.Aku mengacak rambutnya dengan tangan kananku, dari pantulan cermin kulihat ekpresinya sangat manja. Aku tersenyum senang.Kubalikkan tubuhku, sehingga kami berhadapan. Laki-laki bungsu ibu mertuaku melepaskan pelukannya pelan-pelan. Kami saling menatap."Yang, teruslah bersama Mas, apapun yang terjadi tetaplah jadi makmumku, ya."Setelah menciumku berkali-kali, kemudian mencium benih buah hati cinta kita berdua yang ada di dalam perutku."Apapun yang terjadi?" Aku membatin. Mas Irfan h
Bab 43 POV IRFAN SEBELUM KEJADIAN DINNER #1Aku sebenarnya berusaha menghindari ibu, setiap aku mendekati beliau, yang dibicarakan selalu Mbak Nung. Intinya aku dipaksa menikahi kakak iparku yang sudah menjadi janda itu.Mana mungkin aku menikahinya, perasaanku kepada Mbak Nung sebatas kakak, karena dia istri almarhum Mas Fadli, yang sekaligus sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.Selain itu, aku tidak akan mengkhianati Dela, yang sudah berkorban untukku. Apalagi dia dalam keadaan hamil, buah cinta ķita yang selama ini kita nantikan."Bagaimana perasaan Dela kalau sampai mendengar berita ini, Bu?" protesku, ketika aku menungguhi ibu sarapan, setelah Dela pamit pergi bekerja."Ibu tidak menyuruhmu untuk menceraikan Dela, Fan! Paham gak, sih? Harus berapa kali Ibumu ngomong kaya gini, ha?" bentak ibu."Menyuruh menikahi Mbak Nung, sama saja menyakiti hati Dela, Bu. Walaupun kita tidak sampai berpisah." Aku menggerundel sendiri."Dela anak yang baik, istri penurut, pasti dia ma
Bab 44POV IRFANSEBELUM KEJADIAN DINNER #2Aku sengaja menyambut Dela ketika suara motornya masuk ke halaman rumah. Kulihat wajah yang lelah, tapi bahagia di hari pertama dia bekerja.Dengan senyum yang khas dia mencium punggung tanganku, lalu kubiarkan dia masuk kerumah sendiri, karena aku masih menemui tamu-tamuku.Setelah membantu memasukkan motor, aku kembali ke bengkel, karena Pak Sofyan--makelar yang sering membawa pembeli sedang nego harga vespa. Beliau penggemar motor antik, sehingga kalau main ke bengkel tidak bisa sebentar, harus lama karena banyak yang dibicarakan.Sama sekali tidak ingat kalau kulit durian yang berantakan itu belum kubersihkan. Aku merasa bersalah, apalagi Dela sampai lari ke kamar mandi, mengeluarkan isi perutnya. Karena dia tidak suka dengan bau durian yang menyengat.Menyesal, merasa bersalah kenapa sampai teledor sehingga membuat Dela tidak nyaman ketika pulang dari kerja, seharusnya bisa melepaskan rasa lelahnya dengan tenang.Saat itu pikiranku mema
Bab 45 2 bulan kemudianDUA BULAN KEMUDIAN (Narasi tentang Dela)Mbak Nung sudah selesai masa cutinya, sehingga dia harus pergi ke kantor lagi. Kebetulan sejak usia kandunganku 10 minggu, Mas Irfan tidak mengizinkanku kerja naik motor, sehingga dia yang harus mengantarkan aku pulang dan pergi.Malam sebelumnya Mbak Nung sudah bilang kalau akan ngrusuhi Mas Irfan lagi, maksudnya akan kembali meminjam dan minta tolong suamiku."Maaf, ya, Dik.""Gak pa-pa, Mbak," jawabku ikhlas."Entah sampai kapan aku akan ngrusuhi suamimu, Dik." Mata Mbak Nung yang bening menerawang keatas, seakan mengingat sesuatu. Mungkin ingat almarhum suaminya.Aku ikut trenyuh, dan tidak mau suasana sedih ini berlarut, langsung kuusap bahunya."Gak pa-pa, Mbak. Kita kan bersaudara," ucapku menenangkan.Mbak Nung mengangguk, setelah itu dia pamit masuk ke rumah ibu, aku hanya memandangi dari belakang sampai menghilang di balik pintu.Bisa kurasakan perasaan Mbak Nung, pasti dia sedih. Seandainya aku diposisi dia,