Share

Bagian 7

Dua minggu telah berlalu. Hari spesial Celin masih sama seperti tahun sebelumnya, ia menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa sambil menunggu jam dua belas malam untuk merayakan hari ulang tahunnya sendiri, ia sudah menyiapkan cupcake dan lilin, sama seperti yang ia lakukan tahun lalu. Ia berdoa yang terbaik untuk dirinya sendiri, ia juga akan memberikan hadiah untuk dirinya sendiri.

Tepat sepuluh menit sebelum jam dua belas, Celin sudah mempersiapkan semuanya, ia sudah menyalakan lilin di atas cup cake kecil yang tadi dibelinya. Ia sangat fokus memperhatikan api lilin yang sedang meliuk-liuk seolah menertawakan kesendiriannya, saat tinggal hitungan detik, air matanya tidak terasa luruh begitu saja, ada banyak hal yang berseliweran di kepalanya, ia mengasihani dirinya yang mampu bertahan di pernikahannya selama dua tahun, ia juga mengingat bagaiman Evan menanyakan hadiah untuk Jeni yang berulang tahun dua minggu yang lalu ia tidak pernah merasa sesedih ini sebelumnya, setelah tau benar-benar ada nama orang lain di hati Evan, hatinya menjadi lebih cengeng dan matanya menjadi sangat sensitif.

Ia menutup matanya yang masih terus mengeluarkan air mata sambil menghitung mundur angka sepuluh hingga satu, tepat di hitungan ke lima ia merasakan kehadiran seseorang tapi ia tidak menggubris karena ia berpikir itu pasti halusinasinya saja, begitu membuka mata di hitungan terakhir, sosok Evan berada tepat di hadapannya. Ia bengong tidak percaya.

"Aku pasti sudah gila," lirihnya sambil memastikan apakah ia bermimpi? Evan bahkan membantunya menghapus air matanya.

"Ini mustahil, aku mungkin benar-benar sudah gila," Ia malah menjadi bingung dan semakin menangis karena terlalu tidak percaya dengan imajinasinya sendiri.

"Waktu terus berjalan, cepat tiup lilinnya, jangan lupa sebutkan harapanmu." Suara Evan benar-benar nyata di telinganya. Celin menutup matanya lalu berucap,

"Aku berharap ini bukan mimpi," Celin kembali membuka mata kemudian meniup lilinnya.

"Selamat ulang tahun, Celin," ucap Evan dengan tulus, tidak lupa mendaratkan ciuman hangat di bibir Celin.

"Evan? Kau benar-benar ada di sini?" Semakin luruh air matanya, ia sangat terharu.

***

Dua jam sebelumnya, Evan buru-buru pulang, ia sudah tahu tentang ulang tahun Celin, begitu tiba di rumah ia kelabakan mencari Celin, ia mengingat kemana Celin akan pergi di hari pentingnya, satu-satunya yang terbesit di pikirannya adalah kantor, ia bergegas menuju kantor dan menemukan Celin yang tampak kasihan merayakan ulang tahunnya sendirian, ia berjanji akan menebus kesalahannya kali ini.

Ia benar-benar gemas melihat tingkah Celin yang tidak bisa mempercayai kehadirannya, karena itu ia inisiatif mencium Celin agar ia percaya bahwa dia benar-benar ada.

"Kalau ini mimpi tolong jangan bangunkan aku, kalau ini nyata tolong hentikan waktu," ucapnya terdengar melantur. Rasa bersalah di hati Evan semakin besar, meskipun Celin berubah akhir-akhir ini, ia tahu Celin masih sangat mencintainya.

"Kamu suka perhiasan 'kan? Coba lihat ini,"

Celin menggeleng lalu berkata, "Aku tidak butuh apa-apa, ada orang yang menemaniku malam ini saja sudah cukup," Ia ingin melanjutkan lagi tapi sedikit malu.

"Apalagi itu adalah kamu,",

"Terus harus kuapakan benda ini?" Ia mengayunkan kalung yang sangat cantik di hadapan Celin.

"Akan sangat cocok kalau dipakai Jen... " Ucapan Celin terpotong karena Evan tiba-tiba meletakkan ujung jari telunjuknya di bibir Celin.

"Di sini hanya ada aku dan kamu, tidak ada yang lain,"

"Kalau kau seperti ini, aku bisa salah paham bahwa kau mungkin mencintaiku,"

Evan tidak bisa membalas. Ia ada di sini hanya karena merasa bersalah, ia pun langsung berdiri dan memakaikan kalung itu ke leher Celin.

"Sangat cantik... " Puji Evan, Celin hampir salah tingkah sampai Evan kembali bersuara.

"Kalungnya," lanjutnya terdengar bercanda. Ingin sekali Celin menonjok mukanya.

"Terima kasih, Evan. Kau harusnya tidak perlu memberiku benda yang sangat mewah, akan terlihat aneh di tubuhku, meski aku tidak kekurangan uang, aku masih belum cukup percaya diri untuk membeli ini, "

Celin menyupi Evan sepotong cup cake, awalnya Evan menghindar tapi Celin memaksanya. Mereka lalu tertawa bersama untuk pertama kalinya di sepanjang pernikahannya. Beberapa saat kemudian Celin tertidur di atas meja di saat Evan sedang ke toilet.

"Celin, bangun! Ayo pulang. " Evan menggoncang pelan tubuh Celin.

"Aku sangat mengantuk, pulang duluan saja." Celin kembali terpejam.

Evan malah duduk sambil memperhatikannya, ia benar-benar tidak mengenal Celin, ia berniat akan memperlakukan Celin lebih baik. Evan menunggu Celin hingga benar-benar lelap, ia lalu menggendongnya menuju mobil untuk membawanya pulang.

Keesokan harinya, Celin terbangun dan menemukan dirinya di atas tempat tidur bersama Evan.

"Bagaimana aku bisa berada di sini?" Ucapnya sedikit shok. Evan terbangun karena suaranya.

"Semalam aku tidur di kantor, kau yang membawaku pulang?" Celin sangat berharap.

"Jangan terlalu percaya diri, kau sendiri yang mengurus dirimu, kau berjalan seperti mayat hidup," Evan merasa gengsi untuk jujur.

"Apa aku seperti itu? Kenapa Aku tidak mengingatnya sama sekali," ucap Celin memegangi kepalanya untuk mengingat-ingat.

"Ayo tidur lagi, aku pun masih sangat mengantuk," Evan menarik selimutnya yang sedikit melorot.

"Aku harus bekerja hari ini," Celin bersiap-siap turun dari tempat tidur.

"Tidak perlu," Evan menarik Celin untuk kembali berbaring.

"Tidur saja, kamu kurang tidur gara-gara semalam," ucap Evan.

"Sejak kapan kamu seperhatian ini?"

"Hari ini adalah hari spesial, jadi aku sedikit perhatian."

Celin tersenyum mendengarnya. Ia berpikir untuk melakukan sesuatu pada Evan. Ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Evan yang matanya sedang tertutup lalu mengecup lembut bibirnya. Evan seketika membuka mata dan mengamati wajah Celin tanpa ekspresi.

"Karena ini hari spesialku, maka aku bebas melakukan apapun," ucap Celin sambil tersenyum malu-malu. Evan langsung mengubah posisinya, ia merengkuh tubuh Celin dan menindih di bawah tubuhnya.

"Kamu yang memancingku," Evan menyeringai penuh minat.

"Aku sama sekali tidak bermaksud," Celin gelagapan, ia berusaha melepaskan diri, tapi Evan tampaknya sangat menikmati pemberontakannya.

"Evan, aku harus bekerja," Celin belum menyerah.

"Oke, aku akan melepaskanmu, silahkan pergi bekerja, tapi setelah aku mengerjaimu terlebih dahulu," Evan langsung beraksi di atas tubuh Celin. Ia selalu bisa membuat Celin menyerah begitu saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status