"Saya bukan mau mencari babu, tetapi saya mencari seorang istri."
Seorang pria tampan dengan dagu yang tegas menatap Bunga dengan tatapan tajam. Sorot matanya menunjukkan kesombongan.Pria itu kemudian berucap lagi, "Jika Anda mau, ada banyak benefit yang akan Anda dapatkan," ucapnya tanpa bergerak sedikit pun dari duduknya. Tatapannya benar-benar begitu tegas.Bunga pun langsung mengajukan sebuah pertanyaan. "Mohon maaf, Tuan benefit itu apa, ya?" tanyanya dengan polos.Pria itu langsung melirik ke arah pengawalnya. "Anda pungut dari mana babu seperti dia? Bodoh sekali dia seperti Anda," ucapnya dengan memaki pengawalnya."I-Itu ...." Pengawal itu mendadak berbicara gelagapan. Terlihat jakun di lehernya naik turun saking takutnya. Keringat sebesar jagung juga turut memenuhi wajahnya. "M-Maaf, Tuan," ucapnya. "I-itu saya dapat dari Forum ART Se-Indonesia di F******k dan kebetulan yang sesuai kriteria adalah Nona ini. Perempuan dan berumur 20 sampai 25 tahun. Dan yang pasti ... dia bisa dipercaya dibandingkan calon ART yang lain, sebab kami sudah mengetesnya."Tatapan pria itu kembali beralih pada Bunga. Meski penampilannya sangat cupu, yang terpenting Bunga lolos ujian para pengawalnya. Sebab rata-rata calon pembantunya tidak lolos karena ketidakjujuran mereka. Mereka banyak yang kabur sambil membawa barang-barang mewah di rumah pria itu."Anda yakin hanya dia saja?" tanya pria itu lagi.Pengawal itu dengan mantap me jawab. "Iya, Tuan."Tiba-tiba ponsel pria itu berbunyi. Buru-buru dia meraih ponselnya. Di layar ponselnya, tertulis 'My Future Wife' dilengkapi dengan emoticon merah hati. "Halo, Sayang. Ada apa?" tanyanya yang terdengar begitu manis. Lalu, dia beralih kepada pengawalnya dan memberi isyarat menggunakan kedua matanya agar pengawalnya yang mengurus Bunga.Pengawal itu pun langsung mengangguk. "Baik, Tuan Bryan," ucapnya.Setelah itu, pria yang diketahui bernama Bryan itu segera beranjak pergi dari ruangannya.***Bunga dipindah ke sebuah ruangan kosong yang tak jauh dari ruangan Bryan. Lalu, di hadapannya sudah ada pengawal Bryan yang tadi mengantarnya bertemu dengan Bryan. "Begini Nona ...," ucapnya sambil mengepalkan tangannya di atas meja. "Sebelumnya ... saya minta maaf atas ucapan Tuan Bryan, beliau memang suka begitu, tapi tenang saja, sebenarnya beliau itu baik kok.""Kalau baik, kenapa tadi mengatai Bapak bodoh?" tanya Bunga sambil menatap lekat kedua mata pengawal itu."Ah, dia emang suka gitu kok untuk menunjukkan kebaikannya, jadi gak usah dipikirkan," ujar pengawal itu. Lalu, buru-buru dia mengalihkan pembicaraan mereka. "Kita langsung saja pada intinya ya. Jadi, Tuan saya namanya adalah Bryan Bahuwirya. Beliau adalah calon pewaris tunggal warisan kakeknya, tetapi untuk bisa mendapatkan harta warisan itu beliau harus menikah dengan seorang gadis yang bukan berasal dari keluarga Abraham."Dahi Bunga langsung mengernyit. "Keluarga Abraham?" tanyanya."Iya," ucap pengawal itu dengan penuh semangat. "Jadi keluarga Abraham adalah rival terkuat di keluarga Bahuwirya. Keluarga itu bahkan sangat licik. Makanya, di surat wasiat dijelaskan kalau Tuan Bryan dilarang menikahi gadis yang asal usulnya berasal dari keluarga Abraham.""Pak, rival ini apa ya?""Lawan."Bunga pun mengangguk tanda mengerti. "Ooh.""Kemudian ...," ucap pengawal itu melanjutkan. "Kami hendak menjadikan Anda sebagai istri kontrak beliau selama setahun.""Apa? Istri kontrak? Maksudnya bagaimana?" tanya Bunga. "Kami pura-pura nikah?""Tidak. Siapa bilang?" Sang pengawal jadi salah bicara. "Maksudnya ... Anda nanti akan disewa beliau dalam jangka waktu tertentu dan ... yaa kalian nanti beneran menikah dan pernikahan kalian akan tercatat oleh negara, hanya saja pernikahan kalian hanya dalam jangka waktu satu tahun, kayak sewa gitu," ucap sang pengawal. "Selama setahun itu, Anda akan mendapatkan bayaran yang cukup fantastis.""Memangnya berapa bayaran yang akan saya dapatkan?" tanya Bunga."50 juta perbulan, masih belum yang lain-lain. Kalau pun nanti uang 50 juta habis, Anda masih bisa memintanya lagi."Kedua mata Bunga membelalak lebar saking kagetnya. Bibirnya sampai melongo. 'Wow! Sebegitu kayakah orang itu?' batinnya yang tak percaya bayaran yang diberikan Bryan cukup fantastis."Nah ...." Pengawal itu kemudian melanjutkan ucapannya. "Nanti Anda kerjanya hanya pura-pura layaknya seorang istri seperti biasanya. Dan tenang saja, Tuan Bryan tak akan pernah menyentuh Anda dalam kurun waktu tersebut. Sebab, dia sendiri sudah ada pacar."Namun, di hati Bunga tak ada sedikit pun terbersit keserakahan. Sebab ia sendiri pergi ke kota karena dia hanya ingin mencari nafkah demi ibunya yang ada di desa. Bukan malah menjadi istri sewaan dari majikannya dengan bayaran yang cukup fantastis."Bagaimana? Apakah Anda mau?"Bunga pun menatap dengan lekat kedua mata sang pengawal yang penuh harap. Lalu, dengan mantap dia berkata, "Maaf, Pak, saya tidak bisa ...."Sang pengawal langsung memajukan tubuhnya ke depan. "Tapi, kenapa? Apakah uangnya masih kurang?" tanyanya. Sebab, dia sendiri suka sekali dengan kepribadian Bunga yang begitu tulus. Makanya, dia mati-matian membawa Bunga ke Bryan."Kedatangan saya ke kota ini hanya bekerja sebagai pembantu, Pak, bukan sebagai istri sewaan Tuan Bryan.""Tapi bayarannya gede lho. Apa Anda gak mau?" ucap pengawal itu berusaha mengiming-imingi Bunga agar mau menerima tawaran itu. "Selain itu, Anda bisa memakai fasilitas di rumah Tuan Bryan, memakai pakaian dan tas branded, makan makanan high class ...."Dengan mantap Bunga menggelengkan kepalanya. Ia sudah penuh dengan tekad bulat menolak tawaran itu. "Saya tetap pada pendirian awal saya."Sang pengawal pun menarik nafas panjang. Ia amat kecewa, tetapi dia bisa apa? Sebab semua keputusan ada di tangan calon istri Bryan. "Baiklah, tak mengapa, Nona. Kami tak akan memaksa."***Bunga diantar oleh security menuju ke arah lobby kantor. Sebab, dia sendiri sangat gaptek naik maupun turun lift.Sejenak, Bunga memperhatikan kantor Bryan yang amat megah dengan beberapa lantai yang menjulang tinggi. Kantor itu juga terlihat indah dengan air mancur yang berada di tengah lobby.Tiba-tiba ...Ponsel Bunga berdering. Ia pun segera meraih s ponsel keluaran lama yang pernah dibelikan mendiang bapaknnya saat masih kelas 1 SMA. Ponse itu diikat dengan karet karena baterainya sudah mulai menggelembung.Di layarnya, ada nama sang ibu yang sedang menelepon.Bunga pun segera mengangkatnya dengan riang gembira. "Assalamualakum, Bu," ucapnya kepada sang ibu.Dan secara bersamaan, seorang pria tua dengan rambutnya yang sudah putih berjalan masuk ke dalam lobby. Di belakangnya sudah ada enam orang yang mengawalnya. Seketika semua orang yang ada di sana terdiam sejenak sambil membungkuk.'Mereka pada ngapain?' batin Bunga yang beda sendiri.'Bunga ... ini bukan ibumu ....' Terdengar suara tetangga Bunga di balik telepon.Pria tua itu kemudian masuk ke dalam lift. Lalu, saat lift tertutup rapat, orang-orang itu kembali seperti semula dan seperti tidak sedang terjadi sesuatu.'Bunga? Kamu masih sama saya kan?'Bunga pun tersadar dari lamunannya. "I-iya. Ini Bu Aisyah, kan?" tanyanya. "Kenapa ponsel ibu saya ada di Bu Aisyah?"'Iya, Bunga, soalnya Bu Ningrum keadaannya semakin parah dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Kata dokter, Bu Ningrum harus segera dioperasi karena keadaannya makin parah."Bunga langsung terkejut mendengarnya. Baru saja seminggu yang lalu dia tinggalkan ibunya. Kini keadaan sang ibu semakin parah.Ningrum memang sedang sakit keras. Ia terkena gagal ginjal. Ia juga harus segera dioperasi dan melakukan cangkok ginjal. Jika tidak segera dioperasi akan menyebabkan keadaan Ningrum semakin menurun dan menyebabkan kematian.Namun, apalah daya Bunga dan ibunya? Mereka hidupnya sangat miskin dan berada di bawah garis kemiskinan. Bisa makan saja sudah sangat bersyukur.'Bunga? Apa kamu masih di sana?' tanya Aisyah."Iya, Bu. Terus uang yang buat bayar biaya rumah sakit punya siapa?"'Kamu gak usah pikirin itu dulu, untuk sementara uangnya dapat dari iuran warga. Seenggaknya, ibumu dirawat dulu.'Air mata Bunga pun mengalir di pipinya. Rasanya, masalah selalu datang bertubi-tubi. "Ya Allah ...."Bunga tak ada pilihan lain sekarang. Satu-satunya jalan untuk masalah yang dia hadapi adalah menerima tawaran nikah kontrak dari Bryan."Baiklah, Bu. Saya akan berusaha mencari pinjaman dulu. Mungkin nanti saya dapat."***"Kamu sudah kakek beri waktu hingga 3 bulan, Bryan, tetapi kamu masih belum membawa calon istrimu kepada kakek," ucap Baskoro kepada Bryan. "Sampai kapan kakek menunggunya?" lanjutnya. Bryan pun langsung melirik ke arah pengawalnya karena dianggap tak becus mencari calon istri kontrak untuknya. Tatapan Bryan ke arah pengawalnya begitu tajam setajam silet. "Bryan! Kakek sedang berbicara dengamu, matamu jangan ke mana-mana!" ucap Baskoro dengan tegas.Bryan pun langsung tertunduk lemas. 'Aduh, bagaimana ini?' batinnya yang mendadak. 'Kalau aku tak segera mendapatkan calon istri, harta kekayaan kakek akan diberikan kepada badan amal. Lalu, nanti aku tak dapat apa-apa.'"Bryan!" ucap Baskoro lagi. "Jangan menunduk, angkatlah kepalamu dan tatap mata kakek."Dengan ragu-ragu Bryan menatap mata Baskoro. Lalu, dia berkata sambil memilin jari-jari tangannya. "Maaf, sebelumnya, Kek, a-aku ...." Bryan pun mulai bingung harus bagaimana. Sebab, waktu yang diberikan sang kakek sudah jatuh tempo.
"Dia kampusnya di dalam negeri, Kek," ucap Bryan dalam keadaan yang masih ngos-ngosan. Ia kemudian menyeka keringat di dahinya. "Lebih tepatnya, dia mahasiswa Sastra Inggris."Pandangan Baskoro langsung teralihkan ke arah Bunga. "Really? So, you can speak English, Bunga?" tanyanya.Glek!Bunga kembali menelan ludah. Raut wajahnya amat menegang. Bahkan, muncul keringat sebesar jagung di dahinya. 'Aduh, ngomong apa si kakek?' batinnya. Ia kemudian menundukkan kepalanya ke bawah. 'Lagian mana mungkin aku kuliah di Sastra Inggris?' batinnya yang mulai ketir-ketir. 'Aku saja bisanya cuma yes-no, yes-no.'Bryan mengangguk ke arah Baskoro. Lalu, dia menggenggam tangan Bunga yang sangat dingin seperti habis dari kulkas. Bunga pun langsung kaget saat tangan kekar nan hangat menggenggamnya. Ia pun hendak melepaskannya. Akan tetapi, Brtan mencegah dirinya. "Dia tak terlalu lancar, Kek, soalnya dia berhenti kuliah saat semester dua, makanya dia cuma bisa basic saja," elaknya. 'Semoga saja kali in
"Mengapa Anda malah merestui hubungan pernikahan mereka, Tuan Baskoro?" tanya salah satu sahabatnya yang selama ini selalu berada di dekatnya baik susah maupun senang. "Padahal, cucu Anda dan calon istrinya telah menipu Anda."Baskoro yang sedang memegang alat pancing di tangannya melirik ke arah sahabatnya, Wiyoko. Dia kemudian tertuju kembali arah sungai yang biasa ia gunakan untuk memancing ikan bersama sahabatnya sambil menikmati angin malam. "Saya sebenarnya sudah tahu kalau mereka telah menipu saya sejak awal, Tuan Wiyoko," ucapnya. "Ditambah, informasi detail dari mata-mata saya semakin membuat saya semakin yakin kalau calon istri Bryan adalah orang yang saya cari."Wiyoko menoleh ke arah Baskoro. Ada tanda tanya besar di kepalanya. "Maksud Anda apa?" tanyanya."Entah mengapa, setiap saya melihat calon istri cucu saya, membuat saya teringat akan seseorang."Kedua mata Wiyoko pun langsung menyipit. "Siapa yang Anda maksud?" tanyanya."Seruni," jawab Baskoro dengan singkat."Seru
Suara ponsel Bryan berdering di pukul 2 pagi dan membuat Bunga terbangun. Ia pun hendak beranjak dari tidurnya, tetapi Bryan tiba-tiba terbangun dan meraih ponselnya. "Halo, Sayang," ujar Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Kenapa kamu telepon aku di jam-jam segini? Kamu gak tidur kah?"'Kamu gak suka ya kalau aku telepon?' tanya Cassandra dengan suara yang terdengar ngambek. 'Apa jangan-jangan kamu habis melakukan malam pertama sama babu itu?' cecarnya dengan banyak pertanyaan. 'Ayo ngaku!'Dahi Bryan pun langsung mengernyit mendengarnya. "Malam pertama apa maksud kamu sih?" tanya Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Aku lagi tidur sendirian kok di ranjang aku. Sementara, dia di sofa. Lagian, siapa juga yang mau menyentuhnya? Dia saja bau bawang gitu."Bunga yang mendengar ucapan Bryan secara refleks mencium bau tubuhnya. 'Apa aku sebau itu, ya?' batinnya. 'Padahal aku sudah pakai tawas di ketiak dan sering minum jamu. Aku bahkan sering ganti pakaian dan pakai parfum.''Bohong!'
Wiyoko dan Baskoro langsung menunduk malu saat melihat Bryan terlihat beringas mencium bibir Bunga. Mereka sama-sama mendadak salah tingkah karena adegan itu.Tanpa berkata sepatah kata, Baskoro menarik tangan Wiyoko keluar agar tak mengganggu kedua cucunya yang sedang menghabiskan malam pertama mereka berdua.Setelah itu, Baskoro segera menutup pintu kamar Bryan lagi dengan pelan.***Baskoro segera mengusap keringat di dahinya. Lalu, dia melirik ke arah Wiyoko. Dan secara bersamaan, mereka tersenyum lebar. Lalu, diikuti dengan tawa yang langsung lepas begitu saja."Benar kan apa kata saya?" tanya Wiyoko kepada Baskoro. Mereka itu tak mungkin berpura-pura, Tuan. Rumor yang mengatakan Bryan menyukai Cassandra tidaklah benar. Buktinya Bryan tadi mesra sekali dengan istrinya.""Iya, Tuan," ucap Baskoro yang dibuat kesemsem saat mengingat ciuman itu. "Sumpah, saya benar-benar kaget saat melihat mereka berciuman seperti itu."Wiyoko kemudian menepuk pundak kanan Baskoro. Lalu, dia menatap
"Wih, ini dapur apa gimana?" tanya Bunga pada dirinya sendiri yang dibuat takjub dengan dapur di rumah Bryan. "Luas banget dapurnya." Bunga terlihat takjub sekaligus kebingungan dengan isi dapur rumah Bryan yang begitu luas. Bahkan, luasnya hampir sama dengan luas rumahnya yang ada di kampungnya. Bahkan, peralatannya juga sangat lengkap dan bersih. "Di mana ya aku cari susu coklat?" tanya Bunga tiba-tiba yang teringat dengan tujuan awalnya. Sebab, dia sendiri belum pernah masuk ke dapur itu. Bahkan, rumah yang ia datangi awal-awal bekerja bukanlah rumah yang ia tempati sekarang. Sebab, rumah sebelumnya lebih kecil dan tak memiliki dapur seluas itu. Bunga pun berjalan ke arah kulkas dua pintu yang begitu besar. "Ini apa ya?" tanyanya pada dirinya sendiri. Ia pun segera menarik pintu kulkas itu. Sejenak, Bunga dibuat takjub dengan kulkas yang begitu besar dan isinya sangat lengkap. "Waaah, ternyata ini kulkas. Masyaallah, ada banyak bahan makanan di sini!" Kedua pipinya langsung meng
Bryan semakin melambung tinggi. Ia merasa semua orang memang harus tunduk padanya, tak terkecuali babu tua di hadapannya.Bunga pun langsung meraih tangan Darsih agar Darsih tidak bersimpuh di kaki Bryan. "Bibi, tolong jangan lakukan itu!" ucapnya kepada Darsih.Akan tetapi, Darsih justru langsung menolak permintaan Bunga. "Tidak, Nyonya. Tolong jangan cegah saya," ucapnya yang terus bersimpuh di kaki Bryan. "Ini adalah kesalahan saya.""Astaghfirllah, Bi, Bi Darsih tak pantas melakukannya," ucap Bunga. "Ini gak boleh. Ini gak sopan. Bi Darsih ini lebih tua dari kami berdua.""Tidak, Nyonya. Tetap saja, saya harus bersimpuh di kaki Tuan Bryan sebagai bentuk permintaan maaf saya."Bunga pun segera beralih kepada Bryan. "Mas Bryan, aku mohon, tolong hentikan Bi Darsih," ucapnya dengan sungguh-sumgguh.Akan tetapi, Bryan nampak tak peduli. "Bodo amat!" ucap Bryan. Tiba-tiba, secara bersamaan, Bryan mendengar suara Baskoro yang terbatuk-batuk dari balik pintu dapur. Lantas, pandangannya
Baskoro langsung melirik ke arah Wiyoko. Lalu, tak lama setelah itu tersungginglah bibirnya dengan lebar. Ia seakan seperti baru mendapatkan durian runtuh."Sepertinya, obat per4ngsang yang saya taruh di minuman mereka terlalu banyak, Tuan," ucap Baskoro yang tertawa cekikikan kepada Wiyoko. "Sampai-sampai mereka berdua berteriak kencang kayak tadi."Wiyoko yang turut menguping teriakan Bryan langsung menutupi bibirnya saking menahan tawa. Sebab, akhirnya apa yang mereka inginkan kejadian juga. "Iya, Tuan. Lain kali satu kapsul cukup kali, ya. Jangan kebanyakan kayak tadi."Baskoro mengangguk kegirangan. "Iya, Tuan," ucapnya. "Mari, Tuan, kita kembali lagi ke kamar saya. Jangan ganggu mereka yang lagi malam pertama."***Bunga langsung menutup kedua matanya dan memutar tubuhnya membelakangi Bryan. Ia sangat kaget karena Bryan yang hanya memakai handuk. Dia bisa dengan jelas melihat betapa six packnya perut Bryan. "Astaghfirullah, tadi itu apa?" tanyanya kepada dirinya sendiri. Detak ja