“Kamu berangkat sama Dewangga ya, Nay. Bunda ada urusan mendadak di toko. Tolong ya, Ngga.” ujar Ika menepuk bahu Dewa sembari tersenyum untuk menyakinkan Dewangga.Dewangga hanya membalas dengan senyum tipis dan mengangguk.Naya hendak protes namun bundanya seolah memang sedang buru-buru membuat Naya akhirnya mengangguk. Karena selama dirinya disini sudah sering merepotkan bundanya.“Ayo..” Dewa mengulurkan tangannya untuk mengandeng Naya. Namun wanita itu hanya menatapnya sekilas kemudian berjalan keluar lebih dulu, Dewa hanya bisa menatap punggung kecil istrinya yang sudah berjalan kearah mobilnya.Dewa segera melangkahkan kakinya untuk menyusul Kanaya, namun saat wanita itu hendak membuka pintu belakang Dewa segera berlari dan menahannya.“Di depan, Kanaya.”Naya memutar mata jengah, menatap laki-laki ini yang mulai kembali seperti Dewa sedia kala selalu mengaturnya. Sebenernya laki-laki di depannya ini memang sudah banyak berubah, sekarang lebih perhatian kepadanya bahkan lebih
Hari ini setelah beberapa minggu mengurung diri di rumah, hari ini Naya keluar untuk refreshing dan mencari suasana baru. Naya memilih pergi ke cafe kebetulan Naya sedang menginginkan es Cream dan minuman berasa matcha itu.Disaat dirinya sedang asik dengan beberapa makanannya, setelah sekian lama dirinya tidak makan dengan enak sekarang dirinya bisa menikmati makanan di depannya.“Nay,” suara itu membuat Naya mendongak menatap laki-laki yang berdiri di depannya dengan senyum merekah.“Ngapain lo disini?” tanya Naya.“Dih ibu hamil marah-marah mulu,” ujar Rian kemudian duduk di depan Kanaya.“Mendingan lo pergi deh.” “Nay, lo masih cinta sama gue, Ya?” tanyanya menatap wajah Naya.“Hah!” Naya menatap Rian dengan wajah bingungnya.“Itu nyatanya lo kalau ketemu gue marah-marah terus, artinya lo emang belum bisa move on dari gue.” Naya memutar bola matanya jengah. Memang ya bicara sama mahluk aneh di depannya ini susah. “Justru karena gue benci sama, Lo!”“Gue doain anak lo mirip gue,
Hari semakin berlalu, namun hubungan Dewangga dan Kanaya masih belum banyak perubahan. Dewangga masih berjuang untuk kembali mendapatkan maaf dari Kanaya. Sedangkan Kanaya sudah mulai berdamai dengan keadaanya dan sudah mulai melakukan aktivitas yang membuatnya senang. Seperti jalan-jalan keliling kompleks setiap hari, dan belanja kebutuhan untuk babynya.Semenjak Naya tinggal dirumah orang tuanya. Dewa juga ikut tinggal dirumah ini dengan alasan untuk menjaga Naya. Dan laki-laki itu bahkan benar-benar menunjukan kesungguhannya untuk memperbaiki hubungan mereka.Seorang Dewangga yang sejak dulu terkenal dengan sifat dingin dan cueknya, sekarang berubah menjadi suami yang perhatian dan siaga. Bahkan laki-laki itu rela begadang demi menemani Naya yang kesulitan tidur akhir-akhir ini, membuatkan susu hamil setiap hari, mengelus punggungnya ketika nyeri dan memijit kakinya yang akhir-akhir ini sering membengkak.Namun hal itu belum membuat Naya luluh begitu saja, wanita itu memang sudah m
"Nggak nyangka sih gue, kalau lo bentar lagi punya anak." Ujar Citra terkekeh membuat Naya ikut tertawa kecil.Saat ini mereka ada di salah satu cafe yang tidak jauh dari kantor suaminya, karena kebetulan Naya baru saja dari mall untuk membeli segala perlengkapan untuk bayinya nanti. Dan karena ini jam makan siang jadi Naya mengajak Citra untuk makan siang bersama. "Gue juga masih nggak percaya," Bahkan sampai sekarangpun rasanya masih tidak percaya jika sebentar lagi dirinya akan memiliki seorang anak. Dan menjelang lahiran ini Naya sering tiba-tiba takut untuk melahirkan, takut tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya nanti dan masih banyak lagi. "Nay, sekarang gimana setelah melihat perubahan Pak Dewangga?" tanya Citra."Gue nggak tau." Naya menggeleng. "Sebenernya gue bingung sama semuanya, Cit. Tapi gue juga takut kalau harus kembali memulai, kan lo tau hidup sama orang yang masih terikat sama masa lalu itu sangat berat." ujar Naya."Coba lo bicara sama pak Dewangga soal
"Hamil?" tanya Naya menatap Savira. Entah dirinya harus percaya atau tidak dengan ucapan wanita di depannya ini. Tapi rasanya tidak mungkin jika suaminya berbuat sampai sejauh itu, tapi bagaimana kalau benar jika memang wanita di depannya ini hamil. 'Tapi bisa jadi bukan anak suaminya, bukan?' batin Kanaya. Naya berusaha untuk tenang dan tidak terbawa emosi. "Terus hubungannya sama saya apa?" "Aku hamil anak Dewangga," Naya terkejut mendengar pengakuan wanita di depannya ini. Namun rasanya sangat susah untuk mempercayai wanita di hadapannya ini, apalagi Dewa sekarang lebih sering dirumah orang tuanya. Bahkan setiap jam hampir mengirimkan pesan singkat kepadanya. "Sudah berapa bulan?" tanya Naya berusaha untuk mencari tau. "Baru masuk 3 bulan." Jawabnya membuat Naya menghela nafas. Tiga bulan, artinya mereka melakukannya sejak rumah tangganya masih baik-baik saja. Karena rumah tangganya dengan Dewa baru renggang sebulan ini. Jika memang benar itu anaknya Dewa. "Terus kenapa k
Sesampainya di rumah sakit, Kanaya sudah masuk kedalam ruang perawatan dan Dewangga sudah menunggu di depan ruang perawatan Naya dengan wajah cemasnya.Mendengar pintu terbuka Dewa segera menghampiri dokternya. "Gimana keadaan istri saya, Dok?""Pak Dewangga, karena ketuban bu Naya sudah pecah dini jadi harus di lakukan operasi untuk menyelamatkan anak dan ibunya...." Jelas dokter yang menangani Naya."Lakukan yang terbaik buat istri saya, Dok." ujar Dewa cepat yang di balas anggukan oleh Dokter itu."Baik, Pak. Sus.. siapkan ruang operasi untuk persalinan Bu Kanaya." "Baik Dok."Dewa terdiam cukup lama, dirinya benar-benar merasa bersalah sudah membentak Naya barusan, dan sekarang istrinya sedang kesakitan di dalam sana untuk melahirkan anak mereka. Dewa benar-benar menyesalinya, dia hanya tidak suka jika Kanaya mengatakan perpisahan di depannya karena dirinya tidak akan pernah bisa berpisah dengan Kanaya."Ngga," suara itu membuat Dewa mendongak dan menatap ayah mertuanya yang bar
Seminggu ini putranya masih berada di dalam inkubator, dan hari ini putranya sudah bisa lepas dari alat-alat medis hal itu membuat Dewangga dan Kanaya sangat bersyukur. Dewangga menecup kening istrinya, "Terimakasih, sudah bertahan Kanaya. Dan membawa malaikat kecil yang sangat tampan untuk saya.."Naya menoleh menatap suaminya beberapa hari terkahir ini Dewangga selalu menemaninya di rumah sakit, dan mungkin laki-laki itu melupakan kewajibannya di kantor."Kamu nggak kerja?" tanya Naya membuat Dewa menggeleng."Kalian lebih penting," seorang Dewangga Aditama mengabaikan pekerjaanya sungguh luar biasa."Aku udah bisa sendiri, kalau kamu mau ker..""Saya ingin disini bersama istri dan anak saya, Kanaya." Potong Dewangga membuat Naya diam."Tapi..""Permisi bapak dan ibu.." suara itu membuat Naya menatap kearah pintu kamar rawat inapnya melihat suster dan dokternya dengan mendorong box bayi putranya seketika matanya berair biasanya Naya hanya bisa melihat di balik kaca dan masuk ketik
Naya hanya diam di atas ranjang rumah sakit, menunggu Dewa menyelesaikan administrasi sebelum mereka pulang. Mereka kembali berdebat akan pulang kemana, Dewa ingin kembali pulang kerumah mereka namun rasanya Naya belum siap karena jika dirinya pulang kerumah mereka artinya mereka akan kembali bersama. Tapi Naya masih ragu dengan semuanya.Karena permasalahan rumah tangganya belum selesai, dan Naya ingin semuanya selesai dulu jika nanti dirinya dan Dewa harus pisah Naya sudah menyiapkan diri dan hatinya.Tapi jika sekarang dirinya harus bersama dengan Dewa dirinya belum bisa karena masalalu suaminya itu masih terikat dengan suaminya. "Nay...," suara itu membuat Naya menatap pintu ruang rawat inap, di sana ada seorang wanita yang menyebabkan dirinya dan Dewa berantem barusan.Ya, dia Savira mantan istri suaminya yang sudah berdiri di depan pintu dengan sebuah paperback berwarna biru. Dia berjalan masuk tanpa di persilahkan kemudian duduk di kursi yang di sediakan di sebelah ranjangnya.