Share

6. Tak Sengaja Melihat

Untungnya, Bi Tati menyusul masuk dengan teko di tangannya.

Wanita paruh baya itu langsung menyapa mantan Nyonya mansion itu yang sedang menatap Lela.

"Selamat datang, Nyonya. Mau ketemu sama Tuan Muda ya?" tanya Bi Tati.

Jujur, Lela kaget karena Bi Tati terlihat sangat berani menghadapi Riri yang memiliki wajah judes itu.

Bi Tati bahkan tak peduli dengan Riri yang terlihat kesal.

"Hallo, kamu pengasuh barunya?" tanya wanita itu menatap tajam Lela.

Lela mengangguk, "Betul, Nyonya."

"Gak pelu panggil Nyonya, aku bukan istri Bos kalian lagi," ujarnya lalu maju untuk melihat putranya.

Baby Dam terlihat menatapnya dengan heran seolah menelisik siapa yang ada di depannya.

Melihat respon Baby Dam yang pasif, wajah Riri seolah kecewa dan langsung melepaskan tangannya dari kepala si bayi.

"Ck! Saya pamit dulu!" ujarnya pergi dari sana.

Bi Tati pun mengikutinya, meninggalkan Lela dengan Baby Dam. Melihat kepergian sang ibu, Baby Dam seolah tak merasa terusik, ia hanya diam dan menikmati bermain sendiri dengan dunianya.

Entah kenapa Lela merasa tak nyaman, hatinya terusik dan merasa prihatin. Namun, Baby Dam sama sekali tidak merasakan apa-apa, ia benar-benar mengabaikan ibu kandungnya.

"Sayang, kalau besok kamu sudah besar, kamu temui Mama kamu terus bilang kalo kamu sayang sama dia, ya," ujar Lela.

Ia mencium kening Baby Dam dengan hikmat, membuat Baby Dam malah tertawa geli.

Siangnya, Lela pun menuju kampus untuk bimbingan dengan Bara seperti yang sudah disepakati.

Meski mereka tinggal di atap yang sama, Bara tetap menyarankan untuk membuat janji di kampus bukan di rumah.

Hal itu bertujuan untuk menegaskan profesionalismenya sebagai seorang dosen dan mahasiswa bimbingan.

Jadi di sinilah Lela--menunggu Bara melihat hasil revisiannya.

Pria itu terlihat mengetik di laptopnya, tetapi Lela tidak tau apa yang ia kerjakan.

Hanya saja, kali ini Lela tidak diwajibkan untuk mencetak hasil revisinya dan hanya menyerahkan soft copy.

Ting!

"Sudah saya kirimkan, silahkan kamu pahami, kemudian tanyakan jika ada yang perlu kamu ketahui!" perintah Bara--memecah keheningan.

"Baik, Pak, terima kasih."

Lela lantas membuka emailnya dan melihat ada file yang tadi dikoreksi Bara.

Padahal, ia sudah optimis bahwa ia sudah mengikuti kiat-kiat yang diberikan Bara sebelumnya. Tetapi, ia salah lagi.

Ada banyak sekali coretan di sana...!

Melihat Bara yang tampaknya sibuk mengerjakan sesuatu, Lela jadi ragu. Tapi, dia ingin sekali memprotes ini!

"Pak, mohon maaf izin bertanya. Di bab tiga ini, saya sudah mengikuti seluruh catatan Bapak yang kemarin," ujarnya, "Tapi, kenapa--"

Belum sempat menyelesaikan ucapan, Bara sudah memotongnya, "Mana catatan saya yang kemarin?"

"Tidak saya bawa Pak, ketinggalan di rumah," ujar Lela menyesal.

"Kalau mau protes, sertakan bukti. Udah kerjain aja sesuai yang saya koreksi!"

Lela mengepalkan tangan menahan, kesal.

Rasanya, Bara sedang mempermainkannya!

Padahal, gadis itu sudah berusaha memenuhi standar yang Bara sampaikan padanya. Tapi, kenapa malah sekarang ia membuat revisiannya semakin banyak dan rumit?

"Tapi, kemarin Bapak menulis kalau menggunakan data ini gak apa-apa, sekarang kenapa jadi tidak bisa?" protes Lela lagi.

"Lela, kalo kamu protes terus, kamu gak selesai-selesai. Saya tunggu besok siang!" ungkap Bara langsung pergi dari sana.

Lela terdiam. Jelas, dirinya stress.

Segera, dia berkutat di perpustakaan--mencari referensi, mencatat yang ia perlukan, dan mengetik dengan gila-gilaan!

Dia merasa Bara sengaja memberikan kasus yang jarang ditangani sehingga informasinya sangat langka.

Dan Lela ... harus mengumpulkan semua itu besok siang!

"Ya Allah... begini amat punya Dosen Pembimbing," keluhnya berbisik.

Kepalanya mau pecah. Rasanya menyesal mengambil topik aneh ini.

Tapi, dia pun sadar Bara juga tidak akan membiarkannya mengerjakan topik yang mainstream.

Pria itu tipe Dosen yang selalu ingin 'beda'. Keluhan itu bukan hanya ia yang rasakan, tapi semua mahasiswa bimbingannya.

Mereka sampai membuat grup chat tanpa Bara untuk menggunjing pria itu dengan bebas.

Tapi, Lela selama ini diam saja.

Sekarang, dia rasanya ingin join misuh-misuh bersama mereka.

Namun, siapa sangka kalau stres akan skripsi ini akan berdampak besar bagi Lela dan Bara?

Sebab, ini mempengaruhi banyaknya asi yang ia hasilkan untuk Baby Dam!

"Oeeeee!"

Baby Dam menangis saat disusui oleh Lela, padahal biasanya ia akan gembira saat menerima susu darinya.

"Ada apa ini?" tanya Bi Tati.

Lela menggeleng, bingung. "Gak tau Bi, aku kira asiku gak enak, tapi rasanya gak berubah kok."

"Loh kenapa ya?" tanya Bi Tati, lalu mengangkat Baby Dam dari gendongan Lela dan menimangnya.

Ia kira mungkin Baby Dam sedang bosan atau tidak nyaman?

Diceknya juga popok Baby Dam yang ternyata baru diganti.

Bayi itu juga sudah mandi.

Bi Tati bingung. Dia pun mengajak Baby Dam ke taman, lalu bermain dan berputar-putar di sana, tapi tangisnya belum juga reda.

Bahkan, sampai Bara pulang!

Melihat anaknya menangis, pria itu pun menghampirinya dan mencoba mengangkatnya, tapi Baby Dam memberontak dan mencari seseorang sambil menangis.

"Lela mana, Bi?" tanya Bara to the point.

"Di kamar, Tuan. Lagi mompa Asi," balas Bi Tati.

Entah mengapa, wajah Bara kelihatan sekali mengeras melihat anaknya tantrum. Ia pun segera menghampiri kamar Baby Dam yang agak terbuka sedikit, di sana Lela sedang membelakangi pintu.

Sret!

Lela pun kaget dan menoleh, ia tak menyangka kalau yang datang Bara.

"Pak...?"

Panik, Lela segera merapihkan bajunya dan hijabnya, ia sungguh malu dengan posisi sedang memompa asi meskipun dari belakang.

Sementara itu, Bara yang pun terkejut. Dia bahkan sampai terbengong! "Kamu..."


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status