Untungnya ... setelah pertemuan itu, Lela berhasil menghindari Bara. Dia hanya berkomunikasi lewat chat atau email untuk mengirim dokumen revisinya.
Tampaknya, Bara juga berlaku demikian.
Hanya saja, tepat tengah malam, Bara yang baru pulang dari kantor mampir ke kamar Baby Dam yang didesign agar diapit kamar utama yang ditempatinya dan kamar pengasuhnya.
Namun, Bara tak menyangka jika Lela tertidur di sana dengan posisi memberikan asi padanya.
'Shit...' ucapnya dalam hati.
Seketika, dia teringat bahwa mahasiswinya itu sudah menjadi ibu susu putranya.
Masalahnya ... posisi Lela miring menghadap ke pintu, sehingga sebagian dada gadis itu terlihat!
Srak!Bara langsung melemparkan jasnya ke arah Lela sebelum mendekat untuk memindahkan Baby Dam ke keranjang bayinya. Sebisa mungkin, dia tak melihat aset mahasiswinya itu.
Sayangnya, saat ia akan mengambil Baby Dam, tiba-tiba Lela bangun. "Aaaaa!" teriaknya, kaget.
Matanya melebar dan penuh tuduhan.
"Oeeek!" Gara-gara teriakan Lela, Baby Dam juga ikut menangis.Suasana tenang di kamar bayi itu seketika berubah menjadi chaos.
Beberapa pembantu yang tinggal di rumah itu sampai menghampiri kamar Baby Dam. Hanya saja, mereka pergi setelah mengetahui Tuan mereka ada di sana.
Di sisi lain, Bara memijit keningnya.
Ia hanya bermaksud untuk memindahkan Baby Dam, tapi kenapa Lela bereaksi berlebihan?
Jangan-jangan Lela mengira ia akan macam-macam?
"Ssstttt!" kode Bara pada Lela agar gadis itu tenang.
Untungnya, Lela mengerti.
Gadis itu bahkan segera menenangkan Baby Dam agar tidur lagi.
Dan ajaibnya, anaknya langsung tenang!
Jujur, Bara takjub. Tapi, sebisa mungkin dijaganya ekspresi di wajah.
Pria tampan itu bahkan memilih duduk di sofa kecil--berjauhan dari Lela yang kini berada di ranjang single milik Baby Dam.
Sepertinya, dia harus memastikan sesuatu pada gadis di hadapannya ini.
Untungnya, tak butug waktu lama Lela memindahkan Baby Dam ke keranjang bayi.
"Sudah tidur?" tanya Bara--memastikan.
"Sudah, Pak."
Bara mengangguk puas, sebelum kembali berbicara, "Lela, saya perlu menegaskan ke kamu kalau saya gak tertarik sama kamu baik fisik ataupun non fisik. Jadi, tolong jangan berlebihan seperti tadi."
Jujur, ia merasa harga dirinya terluka karena dikira pria mesum oleh Lela!
Sebagai Dosen pembimbing, dia harusnya menjadi sosok yang karismatik dan teladan bagi mahasiswanya itu.
Dan itu tak boleh berubah!
Sementara itu, Lela langsung menunduk. "Maaf, Pak."
Ia merasa bersalah karena bereaksi seperti itu. Hanya saja, di sisi lain, bukankah ia tak salah sepenuhnya? Itu 'kan reaksi spontan dan wajar sebagai manusia jika kaget?
Hanya saja, ucapan Bara selanjutnya membuat dia kaget!
"Revisian kamu sudah betul, kamu tinggal meneruskan ke Bab selanjutnya."
Hah?
Dari kesal, Lela rasanya ingin berteriak bahagia.Jika tidak di depan Bara, pasti Lela akan guling-guling di kasur untuk mengekspresikan perasannya saat ini.
Dia tak menyangka akhirnya bisa di titik mencapai standar Bara...!
"Terima kasih banyak Pak, akan saya lakukan," ucap Lela pada akhirnya.
Bara hanya mengangguk santai, lalu beranjak untuk melihat anaknya.Pria itu mencium kening Baby Dam sejenak sebelum pergi ke arah pintu keluar.
Hanya saja, sebelum benar-benar meninggalkan anak dan ibu susunya itu, Bara menoleh ke arah Lela dan berkata, "Saya ingin anak saya bebas dari radiasi. Jadi jangan sampai kamu bawa laptop atau main HP di ruangan ini."
"Mengerti?" tegasnya.
"Baik, Pak." Lela langsung mengangguk tanpa bantahan. Toh, ia juga bukan orang yang gila gadget, sehingga syarat itu bukanlah beban baginya. Tak lama, Lela pun kembali memastikan bayi tampan kesayangannya, lalu kembali ke kamarnya.Dia baru terbangun untuk salat subuh.
Setelahnya, dia pergi ke kamar Baby Dam.
Memang, Lela akan mengurus bayi tampan itu sampai Bi Tati datang ke rumah. Setelahnya, Lela diberi waktu entah ke kampus atau mengerjakan skripsi di kamarnya.
Hanya saja, jika Lela di rumah, Baby Dam bisa kapan saja mencarinya untuk meminum Asi atau hanya sekedar rindu padanya. Sejujurnya, Lela sudah mirip seperti ibunya Baby Dam....Kebetulan, bayi itu selalu bangun jam 5 pagi. Jadi, Lela pun langsung menyusuinya. Hanya saja, begitu selesai, tiba-tiba terdengar seorang perempuan berdebat dengan Bara dari arah pintu utama mansion. "Harusnya kebun kopi di Tangerang itu punyaku!" tuntutnya pada Bara, "jadi, berikan hakku!""Bagian kamu udah selesai diproses. Bahkan, itu lebih dari yang sebenarnya."
Percakapan itu tampak memanas.
Lela sontak membawa Baby Dam ke taman samping ruang tamu untuk mengintip bersama Bi Tati.
"Siapa Bi?" tanya Lela bisik-bisik. "Ibunya Baby Dam." Segera, gadis itu mengamati wanita yang sedang berdebat dengan Bara.Diakuinya ibu Baby Dam sangat cantik. Bahkan, lebih cantik daripada fotonya!
Akan tetapi, mendengar perdebatan mereka, Lela jadi tak yakin kalau wanita itu memiliki hati secantik wajahnya..... apalagi melihat enyataan bahwa Baby Dam juga menjadi korban dari keegoisannya.
Demi keamanan telinga bayi tampan di pelukannya, Lela lantas membawanya ke kamar.
Kasihan kalau bayi sekecil itu harus menerima suara buruk sejak dini, kan?
"Abububu...bu?" oceh Baby Dam menunjukkan boneka robotnya begitu tiba di kamar.
Bocah itu sepertinya ingin bermain itu.
Lela pun menanggapi dengan riang, "Iya, Sayang."
Ditemaninya bayi itu bermain sembari sesekali mengecek lembaran hvs yang sudah berisi jurnal-jurnal referensi skripsinya.
Lela memang sengaja mencetaknya di sana untuk menghindari radiasi bagi Baby Dam sesuai perintah sang dosen.
Semoga saja, nanti ia bisa mengerjakan Bab selanjutnya tanpa kendala.
Jujur, dia ia sudah lelah karena skripsinya, tidak maju-maju.
Hanya saja, konsentrasi Lela terpecah kala pintu kamar Baby Dam dibuka mendadak.
Tak hanya itu, sosok cantik yang tadi ia lihat di lantai dasar masuk ke ruangan itu!
Deg!
"Ha...hallo, Nyonya?" ucap Lela, bingung.
Untungnya, Bi Tati menyusul masuk dengan teko di tangannya.Wanita paruh baya itu langsung menyapa mantan Nyonya mansion itu yang sedang menatap Lela. "Selamat datang, Nyonya. Mau ketemu sama Tuan Muda ya?" tanya Bi Tati. Jujur, Lela kaget karena Bi Tati terlihat sangat berani menghadapi Riri yang memiliki wajah judes itu.Bi Tati bahkan tak peduli dengan Riri yang terlihat kesal. "Hallo, kamu pengasuh barunya?" tanya wanita itu menatap tajam Lela. Lela mengangguk, "Betul, Nyonya." "Gak pelu panggil Nyonya, aku bukan istri Bos kalian lagi," ujarnya lalu maju untuk melihat putranya. Baby Dam terlihat menatapnya dengan heran seolah menelisik siapa yang ada di depannya. Melihat respon Baby Dam yang pasif, wajah Riri seolah kecewa dan langsung melepaskan tangannya dari kepala si bayi. "Ck! Saya pamit dulu!" ujarnya pergi dari sana. Bi Tati pun mengikutinya, meninggalkan Lela dengan Baby Dam. Melihat kepergian sang ibu, Baby Dam seolah tak merasa terusik, ia hanya diam
"Kamu.. kalo udah selesai, cepet susuin Baby Dam. Jangan males-malesan!" ujarnya judes, setelah berhasil mengendalikan diri.Tanpa basa-basi, pria itu berbalik dan keluar kamar. Lela sendiri hanya bisa mengangguk, mengiyakan. Tapi, entah mengapa rasanya dia jadi malu dan takut menemui Bara lagi!Untungnya, Lela berhasil memompa asi meski tidak sebanyak biasanya.Gadis itu pun keluar untuk mencari Baby Dam.Namun siapa sangka dia malah menemukan Dosen sekaligus Bosnya itu sedang menunggunya sambil mencoba menenangkan Baby Dam yang terus menangis. Tatapan Bara sudah seperti namanya--membara!Lela sampai takut saat mengulurkan tangan untuk menggendong Baby Dam.Diambilnya Baby Dam lalu diberikannya bayi itu, adi di kamar.Sementara itu, Bara pergi ke kamar untuk bersih-bersih.Namun belum sempat masuk kamar, Bara langsung disuguhkan pemandangan Baby Dam tantrum. Putranya itu menangis kencang.Segera saja, Bara menghampiri Lela dan Baby Dam. "Astagah, La! Kenapa nangis lagi?!" omeln
Sang dokter tertawa. Ternyata, dia bercanda.Hanya saja, gara-gara konsultasi tadi, Lela dan Bara masih canggung, bahkan saling diam selama perjalanan pulang.Syukurlah tadi Lela sudah diajari stimulasi oleh dokter sehingga kini Baby Dam bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang. Akan tetapi, mereka berdua tak sengaja bertemu di dapur saat Lela sedang makan! "Ehem..." deham Bara menormalkan suara, "Kita perlu bicara." "Di--di mana, Pak?" tanya Lela berusaha menelan makanannya dengan susah payah. "Di kamar Baby Dam, saya mau Bi Tati juga dengar.""Baik Pak," balas Lela, meski bingung.Segera dia berusaha menghabiskan makannya meski agak sulit karena konsentrasinya terpecah saat memperhatikan Bara yang mengambil air minum di dekatnya. Jujur, suasananya sangat canggung, sampai Lela rasanya mau pingsan saja, biar bisa kabur."Oke. Setelah kamu makan, langsung naik." Lela tersentak kaget dari lamunannya, tapi ia lalu mengangguk dan menatap kepergian Bosnya dengan perasaan khawa
"Kamu belum revisi ini, kan?" Lela mengangguk. "Belum semua, Pak."Bara menatap hasil revisian Lela yang masih seberantakan sebelumnya. "Lela, saya tau kamu sibuk dengan anak saya, tapi apa kamu mau minta simpati saya karena kamu yang mengurusnya? Kamu pikir dengan itu saya akan menoleransi segala kesalahan kamu?" ucapnya pedas. "Enggak Pak, saya tau saya salah. Tapi beri waktu saya lagi, semalam saja untuk merevisi lagi." "Kamu kira saya akan menyetujui itu?" Lela menggeleng lagi, tetapi kali ini ia diam tanpa meminta keringanan waktu. Ia tau bahwa permohonannya hanya akan terbuang sia-sia.Bara tetaplah Bara yang disiplin dan tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil apapun. "Kalau gitu, saya tunggu sejam dari sekarang," putus Bara. Ia menyerahkan laptopnya dan langsung menyuruh Lela merevisi skripsi itu di laptopnya. Tanpa pikir panjang, Lela langsung merevisinya. Saking fokusnya, ia sampai tidak menyadari kalau ia masih ada di ruangan sang dosen. Meski begitu, usah
"Astagah!!!"Dika ikut kaget saat Bara kaget. Ia tahu Bara sedang melamun, tetapi ia tak pernah melihat Bosnya kaget sampai seperti itu."Ma--maaf, Bos. Tadi saya sudah mengetuk pintu tapi Anda sepertinya sedang serius," ujar Dika, takut bosnya marah.Bara berdeham, lalu mengangguk. "Ada apa?""Ini draft Tim Perencana yang tadi pagi Anda minta," jawab Dika menyerahkan file tersebut.Bara pun menerimanya dan melihat perencanaan yang mereka susun. Lalu ia mengangguk, merasa cukup dengan file tersebut.Namun, moodnya turun setelah mendengar ucapan Dika selanjutnya, "Oh ya, Pak. Untuk acara makan malam dengan Nona Cantika, jadi kan? Saya disuruh Tuan Besar untuk menanyakan kepastiannya."Ck! Ayahnya terus menjadwalkannya untuk bertemu dengan anak perempuan kolega bisnisnya."Bilang sama Papa, saya agak gak enak badan. Saya ingin pulang dan langsung istirahat.""Baik, Pak," balas Dika sebelum akhirnya pamit pergi.Bara menyenderkan badannya di kursi. Ia ingin istirahat saja setelah kerja
Mendengar ucapan asal Alex, Bara menggelengkan kepala. "Jaga ucapan lo ya, Tokek! Gue sama sekali gak fokus sama dianya, gue justru bingung sama diri gue sendiri yang tertarik sama dia!" "Oke-oke, jadi lo gak terima dengan perasaan itu?" Bara mengangguk, "Lo bayangin aja, masa gue suka sama dia?" umpatnya. Saking frustasinya, dosen galak itu pun minum banyak wine sampai Alex kualahan menghentikannya. Pria itu sampai meminta wanita penghibur yang dipesannya untuk pergi! Sepertinya, Bara benar-benar galau. Tapi jujur, baru kali ini ia melihat Bara bertanya soal permasalahan yang mudah tapi ia seolah terus menyangkal. Bara tak mungkin tak tau kalau ia sedang tertarik dengan seorang wanita secara khusus, tetapi berusaha menyangkalnya dengan keras. Coba bayangkan dua botol wine dihabiskannya, sampai mabuk? "Udah cukup, anjir! Lu udah mabok!" ucap Alex, menghentikannya. Sahabat Bara itu langsung meminta pelayan night club memindahkan semua gelas dan botol alkohol di mejanya dan m
Sayangnya, Bara tak bisa berkonsentrasi karena alkohol! Melihat itu, Alex menghela napas dan membawanya pulang ke mansion mewah milik ayah Damian itu. Maka, ketika pulang, pegawai di mansion sudah tertidur, kecuali satu orang. Lela! Dan gadis itu sangat takut melihat Bara yang pulang dipapah oleh temannya. Terlebih, bau alkohol menguar dari keduanya. Gadis polos itu sampai bengong. Bara yamg biasanya bersikap dingin dengan wajah datar, sekarang tersenyum teler. "Hai!" Suara teman Bara menyadarkan Lela dari lamunan. "Hai!" balasnya, "Anu... Pak Bara kenapa ya?" Jujur, dia sedikit khawatir. Namun, pria yang memapah Bara itu tak menjawab hanya senyum menatapnya. Tanpa basa-basi, ia kemudian masuk ke ruang tamu dan menidurkan Bara di sofa yang ada di sana. "Gak apa-apa, Bara cuma mabuk. Kamu baru pertama liat orang mabuk?" Lela sontak mengangguk polos, ia juga agak was-was dengan Alex. Meski wajahnya tampan, dia terlihat memakai pakaian seperti bad boy. Jaket kulit,
"Ehmm..." Lela merasakan dekapan yang sangat erat di sekeliling tubuhnya. Ini pertama kalinya semenjak ia remaja merasakan pelukan yang seperti ini. Rasanya seperti tali yang mengikat, tapi tali itu terlalu besar dan hangat. Teksturnya tidak keras, tapi tidak lembek juga. Asing dan aneh, tapi kok nyaman? Ingin mencari tahu, Lela perlahan mulai membuka mata. Namun, pemandangan di depannya membuat gadis itu hampir menjerit! Ada Bara di sampingnya yang masih tidur dan memeluk Lela dengan hangat. Hah? Panik, Lela pun mencoba melepaskan tangan pria itu dari tubuhnya. Untung, tak sesulit kemarin, sehingga dia bisa menjauh. Hanya saja.... "Aaaaaaa!" Bugh! Lela gagal untuk tidak berteriak saat melihat Bi Tati yang sedang menggendong Baby Dam. Saking paniknya, Lela bahkan terjatuh ke atas karpet dan lupa kalau teriakannya itu tipe yang menggelegar. Semua penghuni mansion seketika kaget. Bahkan, Bara sampai terbangun dari tidurnya! "Kenapa kalian di sini?" tanya pria itu, ta