Share

4. Syok

"Lela? Ngapain kamu di rumah saya?"

Mendengar itu, Lela seketika merapikan bajunya. "Ja–jadi... Bapak adalah Ayah dari Baby Dam?" tanyanya–memastikan.

Melihat Bara mengangguk, Lela tercengang.

Ruangan seketika hening dan baru terpecah karena Baby Dam mulai menangis.

Jadi, Lela langsung bereaksi untuk menggendongnya dan memberikan Asi kembali untuk Baby Dam.

Lela bahkan lupa kalau Bara masih di sana.

Untungnya, pria dingin itu peka dan langsung keluar dari kamar anaknya agar Lela leluasa memberikan asi pada anaknya.

Hanya saja, wajah Bara tampak mengeras. saat menemui asistennya.

"Dika, kamu apa-apaan sih, dia itu mahasiswa bimbingan saya! Kok bisa kamu sampai nggak tahu?!"

Dika sendiri tampak terkejut. "Mohon maaf Pak, tapi saya tidak mendapatkan informasi itu. Hanya, yang saya tahu, Mbak Lela atau Laila itu memang kuliah di Universitas yang sama dengan tempat Anda mengajar, tapi saya tidak tahu kalau dia anak bimbingan Anda," jelasnya.

Ctas!

Bara membanting tempat pulpennya hingga jatuh dan pecah.

Dika yang terbiasa dengan itu tidak gentar. Ia tahu bosnya tidak sepenuhnya menyalahkannya.

"Masalahnya dia adalah mahasiswa saya, gimana jadinya kalau dia bekerja sebagai ibu Asi dari anak saya?"

"Maafkan saya Pak, tidak mencari informasi dengan lengkap, tapi ... bukannya Anda juga melihat informasi Mbak Lela?"

Bara menghela napas kasar. "Saya pikir hanya namanya yang sama karena saya tidak mengira kalau dia benar-benar mau menjadi Ibu Asi dengan statusnya yang masih mahasiswa."

"Salah saya tidak membuka foto itu," ujar pria itu pada akhirnya.

Bara tampak merutuki kesilapannya. Dika sendiri hanya memilih diam. Ia mengerti bagaimana sibuknya Bara karena masalah bisnis di Singapur, mmungkin itulah yang menyebabkannya tak focus pada urusan Baby Dam.

"Bagaimana kalau kita batalkan kontrak ini?" tanya Bara–tiba-tiba.

"Mudah membatalkan kontrak, tapi masalahnya induksi laktasi itu sudah berjalan, Pak. Bahkan jika Mbak Lela tidak menyusui Tuan Muda. Air asinya akan terbuang sia-sia atau berakhir di bank asi. Lalu kita harus mencari orang lain lagi," jelas Dika lesu, “dan belum tentu juga Tuan Muda bisa menerimanya.”

"Atau mungkin Bapak bisa bicara dulu dengan Mbak Lela, agar semuanya bisa clear?" saran sekretaris pria itu pada Bara.

Bara akhirnya mengangguk dan memberi kode pada Dika untuk menjalankan tugasnya.

Dia menunggu Lela di ruangannya dan tak lama gadis itu masuk menemuinya. "Permisi!"

“Silakan duduk.”

“Baik, Pak.”

Setelahnya, gadis itu duduk di hadapan Bara.

Jika biasanya Bara akan kesal melihat gadis itu yang selalu gagal merevisi skripsinya, kini pria itu malah merasa berdosa karena sudah memanfaatkan mahasiswanya sendiri untuk hal pribadinya.

Penampilan Lela juga berubah. Ia bahkan menggunakkan blazer untuk menutupi dadanya terkadang basah karena tidak ditampung.

Bara menghela napas kasar. "Tolong jelaskan apa yang terjadi. Kenapa kamu daftar padahal kamu gak punya asi...." Merasa salah bicara, pria itu buru-buru meralat. "Kami punya kriteria dan sudah tertulis. Jadi, kenapa kamu daftar? Kamu kan masih kuliah dan belum menikah?"

Lela mengangguk, ia bingung harus menjelaskan dengan cara seperti apa.

"Maaf sebelumnya Pak, saya salah baca dan waktu itu saya akan pergi sebelum Baby Dam melihat saya, lalu dia gak mau lepas dari saya."

"Saya juga baru tahu kalau nama keluarga Anda adalah Raniero, karena di dalam penulisan nama di kampus, Anda hanya menggunakan inisial 'R'."

Bara seketika bersandar di kursinya dan memijit keningnya.

Ia frustasi menghadapi semua kesalahan-kesalahan kecil yang berdampak besar seperti ini.

Padahal, biasanya Bara hati-hati. Namun, bisa-bisanya dia melewatkan membaca data Lela.

Walau memang sedang tidak fokus gara-gara mantan istrinya membuat rumor tak jelas di media sosial dan membuat citranya tercoreng, seharusnya Bara tetap melakukannya.

"Lalu bagaimana? Apakah kamu akan membatalkan kontraknya atau...?"

"Sebenarnya, tadi Mas Dika juga udah menyampaikan hal itu. Kontrak bisa dengan mudah dibatalkan, tapi saya sudah terlanjur memproduksi Asi. Jadi biar gak mubazir, sepertinya kita lanjutkan saja, Pak," jelas Lela, "terlebih, saya juga memiliki utang pada Anda."

Bara sontak mengerutkan kening. Di satu sisi lega, tapi di sisi lain moralnya... "Kamu yakin?" tanya pria itu ragu.

Lela mengangguk. "Iya, Pak. Saya sudah memikirkan banyak konsekuensi sebelum menyetujui itu."

"Jadi, kamu siap untuk jadi Ibu Asi Damian 2 tahun ke depan?"

Sebenarnya pertanyaan itu tidak perlu dijawab karena sudah pasti ia harus menyetujuinya, tapi Lela tetap menjawabnya dengan sopan, "Iya, saya siap, Pak."

"Oke, karena kamu sudah siap, mari kita bicarakan teknisnya dan rahasiakan kontrak ini pada siapapun itu."

"Baik, Pak."

Setelahnya, mereka terdiam sejenak. 

Bara juga sedang melihat data Lela dan mengepaskannya. Dalam diam, Lela sebenarnya sedang berpikir keras.

Berhadapan dengan Bara di kampus, sudah cukup membuat ia stress karena temperamennya yang tidak bagus. Akan tetapi, dua tahun ke depan ia akan sering terlibat dengan pria ini setiap saat karena mereka bisa bertemu setiap saat di mansion mewah itu.

Mampukah dia...?

'Pilihanku gak salah, kan?' batinnya campur aduk, 'tapi, di mana lagi aku mendapat kerja dengan gaji sebesar ini?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status