Share

Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri
Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri
Penulis: Tifa Nurfa

Bab 1. Berkhianat.

Bab 1. Berkhianat.

[Tyas, ini Iqbal suamimu kan?]

Sebuah pesan masuk dari Amel sahabatku, di susul satu pesan berikutnya sebuah foto.

Aku langsung mengunduh foto yang dikirimkan Amel.

Netra ini membeliak sempurna menatap foto yang Amel kirimkan, reflek aku membekap mulutku sendiri dengan telapak tangan karena terkejut.

Sebuah foto yang menunjukkan Mas Iqbal tengah merangkul pundak seorang wanita di pelataran sebuah gedung.

Gawaiku kembali berdering. Amelia menelpon.

"Sudah lihat? Itu aku lihat mereka di depan hotel Cempaka kemarin sore. Tadinya aku pikir itu kamu, udah siap mau kupanggil lho! Eh, ternyata pas aku perhatikan itu bukan kamu, jadi aku nggak jadi manggil." Amel menjelaskan. Sedangkan aku masih terdiam, otakku sibuk mencerna, siapa wanita itu?

Mas Iqbal jalan sama wanita lain? Ya Tuhan, apa suamiku selingkuh?

"Yas! Kamu denger aku kan?!"

"Hah, iya aku denger kok. Kamu tahu wanita itu siapa? Saudara atau kerabat Iqbal mungkin?"

Aku menggeleng. Aku belum pernah melihat wanita sebelumnya.

"Nggak. Kalau saudara Mas Iqbal aku rasa bukan, Aku belum pernah melihatnya sebelumnya."

"Terus siapa dong? Apa jangan-jangan Iqbal selingkuh Yas?"

Pertanyaan Amel membuatku tersentak. Bagai di tusuk belati tajam, rasanya sakit tak terkira, laki-laki yang amat kucintai ternyata diam-diam memiliki wanita lain.

Melihat perubahan sikapnya sebulan belakangan ini ... Apa mungkin?

Tidak. Tidak! Itu tidak mungkin! Mas Iqbal tidak mungkin nyakitin aku. Walau hati ini cemas dengan prasangka ke arah sana. Tapi otakku seakan tak terima dan berusaha menepis semua itu.

"Nggak mungkin Mas Iqbal selingkuh Mel. Dia itu sayang banget sama aku." Aku mengelak. Lebih tepatnya aku seakan menghibur diriku sendiri.

"Ya, bisa aja kan! Apalagi sekarang Iqbal bukan lagi Iqbal yang dulu, sekarang Iqbal sudah punya jabatan! Perempuan mana yang sanggup nolak pesona laki-laki mapan! Ya kan! Apalagi, pas kemarin aku lihat mereka jalan rangkulan gitu, mesra banget Yas! Suerr! Kalau hanya teman atau saudara aku rasa nggak akan semesra itu, Yas. Semalam Iqbal pulang jam berapa?"

Aku meneguk saliva dengan susah payah. Semalam memang Mas Iqbal nggak pulang, itu artinya dia nginap di hotel sama perempuan itu?

Hatiku sudah seperti di cabik-cabik, membayangkan apa yang dilakukan sepasang laki-laki dan perempuan di dalam kamar hotel

"Semalam dia nggak pulang Mel," sahutku dengan suara bergetar.

"Nah kan! Pasti dia nginep di hotel Cempaka sama tuh cewek Yas!"

Astaghfirullah! Mas benarkah kamu setega ini sama aku Mas? Aku menunggumu semalaman di rumah, tapi justru kamu enak-enakan sama perempuan lain. Aku pejamkan mataku erat, menahan sesaknya rasa menghimpit di dada.

"Saran aku kamu selidiki dulu, aku tahu kamu orangnya seperti apa. Kamu itu kan nggak akan percaya kalau belum lihat sendiri buktinya."

Aku mengangguk. Meski Amel di sana tak melihatku.

"Entahlah Mel, aku bingung, antara percaya dan enggak, benarkah Mas Iqbal sejahat itu sama aku," ucapku parau.

"Haissh, Tyas ! Nggak usah bingung-bingung! Gini aja, Hotel Cempaka itu tempat kerja Om Rudi, dia Manager di sana. Nanti aku minta tolong sama dia untuk cek apa benar Iqbal check in di sana apa nggak. Kalau iya, kamu bisa susulin dia kesana. Dan pergoki mereke secara langsung."

Aku masih diam. Entahlah belum apa-apa rasanya tubuhku sudah lemas, mencium bau-bau perselingkuhan Mas Iqbal dengan perempuan lain.

Lagi kupejamkan mata ini erat-erat, mencoba menguatkan hati. Bersamaan dengan air mata yang luruh tanpa permisi.

"Oke ya! Gitu aja ya! Dah kamu tenang. Nanti aku kabarin lagi kalau udah tahu informasi selanjutnya."

"Makasih Mel!"

Panggilan selesai.

Aku duduk di kursi yang seharusnya kami duduki malam tadi untuk makan malam bersama Mas Iqbal.

Niat hati hendak membereskan semua makanan ini, tapi tiba-tiba aku malas mengerjakan apapun. Tulang dan persendian rasanya lemas.

"Benarkah kamu bermain api di belakangku Mas?" Aku bermonolog dengan suasana hati yang sulit tergambarkan.

Apa kurangnya aku selama ini Mas? Aku berusaha mengimbangi kamu, aku sudah melakukan banyak hal hingga kamu berada di titik ini. Tapi apa ini balasannya untukku?

Aku menggeleng cepat. Aku tak terima jika benar kamu selingkuh di belakangku, Mas! Aku akan buat perhitungan. Enak saja, saat masih jadi karyawan biasa kita jalani sama-sama sekarang kamu sudah punya jabatan mulai banyak tingkah!

[Gimana Mel! Sudah kamu tanyakan sama Om kamu belum?]

Aku mengirim pesan pada Amel, rasanya tak sabar menunggu informasi darinya.

[Bentar ya. Ini lagi di cek.]

Aku menunggu dengan gelisah. Beberapa menit berlalu begitu ada notifikasi pesan masuk dari Amel aku buru-buru membukanya.

Amel.

[Benar Yas. Iqbal menginap di sana. Ini datanya.]

Sebuah pesan disertai foto layar komputer, yang berisi data tamu. Tertulis nama Mas Iqbal sudah check in di sana terhitung dari hari kemarin jam lima sore.

Aku menggenggam erat ponselku, tanpa sadar telapak tangan kiriku terkepal sempurna hingga buku-buku jari ini memutih karena menahan gejolak emosi yang tiba-tiba memuncak.

Keterlaluan kamu Mas Iqbal. Aku menunggu kamu di rumah sampai lumutan, ternyata kamu sedang bersenang-senang dengan gundikmu.

Aku langsung menekan tombol panggil. Menelpon Amel.

"Mel! Tolong bantu aku, supaya bisa punya akses masuk ke kamar hotel tempat Mas Iqbal menginap. Apakah Bisa?"

"Bisa. Itu gampang. Om Rudi adalah orang kepercayaan sang pemilik hotel, jadi itu bisa di atur."

Aku lega mendengarnya.

"Oke. Kalau gitu aku siap-siap sekarang juga. Aku mau datangi mereka," ucapku tanpa ragu.

Aku ingin lihat, apa Mas Iqbal masih bisa berkilah jika aku memergokinya secara langsung.

Aku bergegas masuk ke kamar, mandi dan bersiap untuk ke Hotel Cempaka. Urusan membereskan makanan di belakang bisa kukerjakan nanti. Atau bisa meminta tolong Mbak Yanti, salah seorang tetangga yang kerap kali kumintai tolong untuk bantu-bantu jika aku memerlukan bantuan.

Selesai bersiap aku langsung mengemudikan mobilku menuju ke hotel Cempaka.

[Aku sudah di depan Mel]

Sengaja aku mengajak Amel untuk ikut serta, biar ada saksi jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

[Sip. Tunggu bentar, aku sebentar lagi sampai.]

Menunggu beberapa menit sampai Amel sampai, baru kemudian kami masuk ke dalam.

"Om Rudi, ini Tyas, temenku yang tadi kuceritakan di telepon."

Sampai di dalam area hotel, kami langsung masuk ke ruangan Om Rudi.

"Oh. Saya Rudi."

"Tyas."

Kami berjabat tangan.

"Saya sudah mendengar semuanya dari Amel, dan saya turut prihatin jika benar suamimu menginap di hotel ini bersama perempuan lain, padahal saat check-in mengakunya istrinya. Apa mau langsung menuju ke kamarnya? Tapi sebelumnya mohon maaf, saya mohon untuk tidak memantik keributan di area hotel. Bisa?"

"Baik Om. Saya hanya ingin memastikan apa benar suami saya ada di dalam bersama wanita itu."

"Iya saya mengerti. Kalau gitu mari ikut saya. Sebenarnya ini adalah hal privasi bagi tamu. Kalau saja Tyas bukan teman Amel, saya tak bisa bantu."

"Sekali lagi terimakasih banyak Om Rudi, sudah berkenan bantu saya."

"Iya sama-sama. Amel sudah seperti anak saya sendiri, jadi rasanya saya merasa bersalah kalau tak bisa membantu."

"Makasih banyak ya Om." Amel menyahuti.

Kami berjalan menyusuri lorong hotel sambil berbincang.

Hotel Cempaka tidak begitu besar, entah apa yang ada di pikiran Mas Iqbal menginap di hotel ini. Tapi sekarang aku tahu jawabannya.

Karena kalau dia menginap di hotel besar yang berbintang, tentu dia tak bisa membawa selingkuhan masuk.

Kami bertiga terus berjalan, seiring dengan degup jantungku yang berpacu cepat.

Hingga kami sampai di depan kamar 201. Om Rudi menatap aku Amel, lalu mengangguk.

Tok! Tok! Tok!

Om Rudi mengetuk pintu kamar. Lalu memberi kode padaku dan Amel untuk tidak berdiri tepat di depan pintu. Karena dari lubang intip mereka bisa melihat kalau yang datang adalah aku.

Setelah beberapa saat menunggu. Terdengar suara kunci di putar.

Ceklek.

Pintu terbuka. Mas Iqbal menyembul dari balik pintu. pintu hanya di buka sedikit selebar tubuhnya.

Di saat yang sama aku bergeser menunjukkan diri ke hadapannya.

Jantungku seakan berhenti beberapa saat, melihat penampilan Mas Iqbal saat ini, ia bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek, rambutnya acak-acakan. Cukup membuatku paham, akan aktivitas apa yang baru saja dilakukan.

"Ty–Tyas!"

Mas Iqbal terkejut melihatku, kedua netranya melebar sempurna melihatku kini berdiri di. Wajahnya pucat pasi seolah melihat suatu hal yang menakutkan.

"Ya, ini aku Mas. Kenapa? Kaget?" tanyaku, sambil menerobos masuk. Mendorong tubuhnya, membuat pintu hotel itu terbuka lebar dan aku berhasil masuk ke dalam. Amel mengekor di belakangku.

"Tyas! Tunggu dulu tunggu! Kamu nggak bisa asal langsung masuk gini dong! Tyas!"

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
flam_boyan
lanjut kak...seru banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status