Share

Bab 4 Rumah Gael

Perkataan Shella sangat menyakitkan untuk Vio dan membuat air matanya keluar. Vio bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Tidak lupa kebiasaannya menutup rapat kedua kakinya, seperti di saat masa-masa terpuruk seperti sekarang.

"Shella!" tegur Jia dengan lantang. "Mengapa kau mengatakan hal seperti itu? Vio datang ke rumah kita dengan niat baik tetapi kau..."

"Apa? Mengapa denganku? Apakah salah jika aku mengatakan itu? Bagaimana menurut Ibu jika Pria seperti ini mendatangi Ibu dan membanggakan diri atas pencapaian yang bukan miliknya?" Ibu akan menerimanya?"

"Ibu tidak seperti dirimu Shella."

"Benar. Ibu tidak seperti diriku, Ibu adalah Wanita yang mengedepankan harta, tentu kita berbeda."

Jia bangkit dan menatap tajam kepada Shella. "Sebenarnya ada apa dengan dirimu, Shella? Sejak kematian Ayahmu... Kau tidak pernah menghargai Ibu? Apa karena kita hanya keluarga tiri jadi kau bertingkah seperti ini?"

Aku tidak takut pada wanita tua seperti Jia ataupun keluarga besar ku lainnya. Hanya saja karena tanggung jawab yang diberikan ayah untuk ku terlalu berat, untuk menjaga keluarga ini tetap harmoni. Aku bahkan menerima semua perlakuan mereka yang memojokkan diriku dan akupun rela berbagi gajiku dengan keluarga ini supaya mereka hidup dengan baik. Tetapi terkadang aku membenci keluarga ini yang hanya memihak ibu tiriku.

"Berhentilah menjadi seorang malaikat Wanita iblis. Aku tahu semua tentang dirimu Jia-"

"Shella!!" Karena terbawa emosi Jia melayang sebuah tamparan untuk Shella yang terdengar hingga menggema.

Wajah bagian kananku terasa panas akibat tamparan dari Jia. Sesungguhnya aku terkejut karena Jia dengan berani menamparku di depan anggota keluarga. Akan tetapi yang membuatku lebih mengejutkan adalah tidak adanya pembelaan dari pihak keluargaku sendiri, mereka justru hanya diam dan memandangiku seolah aku pantas mendapatkannya.

"Shella... maaf..."

Aku menepis kasar tangan Jia yang mencoba menggapai wajahku. Aku mengedarkan pandanganku pada setiap anggota keluarga. "Aku pikir ini adalah saatnya aku pergi dari rumah." Aku lantas menaiki anak tangga dengan cepat dan membereskan seluruh barang-barang ku.

Beberapa Menit Kemudian.

Dengan membawa sebuah koper besar aku menuruni anak tangga. Semua orang menatapku seolah khawatir. Namun aku tahu mereka tidak mengkhawatirkan diriku melainkan hanya uangku.

Rose dengan berani menghentikan Shella yang berniat meninggalkan rumah. Sedikit demi sedikit airmata nya jatuh. "Jangan pergi Kakak... Aku... Aku tidak ingin sendirian."

Rose memeluk tubuhku dengan erat. Di antara anggota keluarga ini, hanya Rose yang membuat ku bertahan selama ini. Akan tetapi tidak untuk kali ini. "Rose aku akan mencari tempat tinggal untuk kita berdua. Jadi beri aku waktu untuk mewujudkan itu dan sementara itu tolong tinggallah di sini." Perlahan-lahan aku melepaskan pelukan Rose dan pergi dari rumah.

Tidak ada yang berkenan untuk menghentikan kepergian Shella begitu pun Jia. Sebaliknya, Jia berharap jika Shella benar-benar pergi dari rumah untuk waktu yang lama. "Dasar Anak itu... Kita lihat saja, sampai kapan kau bisa bertahan di luar sana?"

Di Kediaman Gael

Gael yang tinggal di rumah seorang diri sangat merasa kesepian. Untuk itulah terkadang Gael meminta Shella untuk bermalam di rumahnya seminggu sekali. Ia memeriksa handphonenya. "Shella sibuk atau tidak? Aku harap tidak." Panggilan telepon akhirnya ia tujukan pada Shella. "Mengapa lama sekali?" Gael seketika terduduk saat Shella menjawab panggilannya.

"Di mana kau sekarang?" ucapku.

"Aku berada di rumah saat ini. Ada apa?"

"Turun sekarang dan buka gerbangnya." Panggilan itu aku akhiri. Aku menatap ke atas pagar yang menjulang milik Gael. Selain Gael aku tidak mempunyai tempat tujuan. Tujuanku pergi ke rumah Gael, karena aku yakin Gael akan membiarkanku tinggal cukup lama bersamanya.

Gael kemudian turun dengan cepat lalu sesegera mungkin membuka pagar. Bisa ia lihat jika Shella telah berada di sana. Gael berlari kecil menghampiri Shella. "Tepat sekali. Awalnya aku ingin memintamu untuk kemari. Tetapi kau datang lebih awal."

"Baiklah, baiklah... Bagaimana jika kau membantuku membawa barang ini?" pintaku dengan senyum.

Gael merampas koper yang dibawa oleh Shella. Namun ia tidak tahu alasan Shella kemari dengan membawa barang bawaan sebanyak ini. Apa Shella berniat kabur dari rumah? Sebagai seorang sahabat. Ia tahu jika hubungan Shella dengan keluarganya tidak dalam kata baik-baik saja setelah ayah kandung Shella tiada. "Am... Shella? Kau baik-baik saja?"

Hanya dengan sebuah anggukan kepala aku menjawab pertanyaan Gael. Aku terus berjalan bersama Gael hingga tiba diruang tamu milik Gael. Ketika seluruh tubuhku berbaring di sofa aku merasa jauh lebih baik. Sejujurnya aku sangat menyukai rumah Gael, karena menurutku di sinilah aku bisa bebas dari segala hal. Aku pun perlahan-lahan menutup mata akibat kantuk yang tiba-tiba datang.

Gael tersenyum melihat tingkah Shella. Ia pun pergi meninggalkan Shella sejenak untuk menikmati istirahatnya. Kemungkinan Shella sangat lelah hingga tertidur di sofa. Untuk itulah sebaiknya Gael meletakkan koper Shella ke kamar lebih dahulu.

Di area Luar Apartemen Nissin

Elisa cukup lama berada di luar Apartemen, tepatnya di sebrang jalan. Ia mempunyai banyak kecurigaan atas pengakuan Max hari itu. Untuk itulah mulai hari ini ia harus memantau Max ataupun wanita bernama Shella itu, dengan begitu Elisa bisa mendapatkan titik terang atas sejauh apa hubungan Max dengan wanita itu.

Sebuah teropong Elisa gunakan untuk melihat kondisi Max. Guratan rona merah terlukis di wajah Elisa. Mengapa? Itu karena Max tengah membuka jendela dengan telanjang dada. Bibir Elisa mengulum. "Sangat indah... Sungguh indah Max..."

Max sedikit menenangkan pikirannya dengan menikmati terpaan angin yang melewati jendelanya. Masih terpikirkan oleh Max tentang wanita yang di temuinya hari ini. Apakah ia terlalu berlebihan melibatkan Shella dalam urusan pribadinya seperti ini? Akan tetapi itu bukan sepenuhnya salah Max bukan? Seandainya Shella tidak ada di sana tidak mungkin Max melakukan itu, tetapi jika benar begitu Max justru mendapat masalah dari Elisa.

Max mengacak-acak rambutnya, menuangkan rasa frustasinya. "Hah... Ini sangat memusingkan. Bagaimana jika Shella tidak mendatangiku... Dan Elisa? Dia akan terus meneror diriku secara terus-menerus... Sial! mengapa hidupku harus rumit seperti ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status