Share

Bab 3 Kesepakatan Sepihak

Aku tahu singkat ceritanya dan siapa wanita cantik di hadapanku ini, dia adalah Elisa mantan kekasih pria bernama Max. Dari yang aku dengar dari Max, Elisa adalah mantan kekasih yang selalu mengusik kehidupannya, lebih tepatnya obsesi terhadap Max. Seperti perkataan Max sebelumnya, aku hanya perlu membantunya berpura-pura menjadi calon istri untuknya. Tentu tidak ada pilihan untuk ku menolak karena aku telah mendengar perbincangan mereka sebelumnya.

"Berhentilah tidak menerima kenyataan Elisa. Kau benar-benar terlihat sangat menyedihkan."

"Apa kau pikir aku akan percaya semudah itu? Mungkin saja saat ini Wanita yang kau bawa itu bukanlah calon Istrimu, mainkan seseorang yang baru kau kenal. Jangan meremehkan ku Max, aku lebih mengenalmu dari siapa pun di dunia ini," jelas Elisa. Tidak ada satu pun yang luput dari ingatan Elisa tentang beberapa kebiasaan Max. Tidak ada.

Max mencoba mencari jalan keluar. Jika ia tidak bisa melepaskan ikatan yang di bentuk Elisa maka hidupnya tidak akan kembali normal seperti biasa. "Baiklah... Seminggu. Biarkan aku membuktikan kebenarannya di depan matamu. Karena hari itu..." Max merangkul Shella dengan santai. "Aku akan mengantarkan kartu undangan pernikahanku kepadamu. Benarkan sayang?"

Seketika kedua bola mataku melebar. Sejujurnya aku tidak tahu jika persetujuanku untuk membantu Max berakhir seperti ini. Tetapi apakah ini hanya ancaman untuk wanita itu agar lepas dari obsesi? Jika itu benar maka aku harus ikut bersandiwara bukan?

Aku tersenyum lebar. "Sejak tadi aku hanya mendengar perkataan aneh Wanita ini. Apa kau berniat merebut calon Suamiku?" Sebuah pelukan balasan aku berikan untuk Max.

Sedangkan Max yang tidak terbiasa dengan sentuhan sedekat ini merasa tidak nyaman. Ia benar-benar membenci situasi ini tetapi jika tiba-tiba Max mendorong Shella maka Elisa akan curiga. Oleh karena itu ia mencoba senyaman mungkin dengan tindakan Shella.

Elisa yang melihat keduakalinya ketidaknyamanan dari ekspresi wajah Max menaruh sedikit rasa curiga. Benarkah mereka sepasang kekasih yang berniat menikah? Atau hanya ide gila Max untuk menjauh dari dirinya? Tentu Elisa tidak bisa menyimpulkan hal itu sekarang. Elisa perlu bukti untuk mengungkap kebohongan Max. "Baiklah. Aku menunggu undangan pernikahan itu Max... Pastikan kau tidak sedang membual." Elisa tersenyum dan kemudian pergi.

Setelah kepergian Elisa, Max dengan cepat melepaskan diri dari rangkulan Shella. Ia merasa bulu-bulu halusnya berdiri seperti tengah melihat hantu. "Kau sengaja?" hardik Max.

Ketika Max mendorong tubuhku yang kecil ini dengan tenaga prianya hingga membuat ku terhempas. Aku terjatuh dengan tanganku lebih dahulu mendarat. Ketika aku mencoba bangkit ternyata kedua tanganku mengeluarkan sedikit darah. Air mataku pun jatuh karena rasa sakit ini.

Suara tangis Shella membuat Max menatap penuh keheranan. mengapa tiba-tiba menangis? Mungkinkah karena ia mendorongnya terlalu berlebihan? Max tidak menyangka jika wanita seperti Shella sangat sensitif. Ia mengulurkan tangannya berniat membantu. "Maaf aku tidak sengaja."

Aku berdiri dan membersihkan debu-debu kotor yang mungkin menempel di bajuku. "Terimakasih."

Max kembali menarik uluran tangannya yang tidak diterima oleh Shella. "Kita harus bertukar nomor bukan?"

"Untuk apa?"

"Bukankah kau tadi mengatakan, menikahlah denganku, saat di Restoran? Kau tidak melupakan itu bukan?"

Wajahku memerah karena malu. "Lalu mengapa? Bukankah Kau akhirnya menolak. Mengapa tiba-tiba membicarakannya lagi?"

"Mari membuat kesepakatan Shella. Kau akan membantuku lepas dari Elisa dan aku akan membantumu.

"Lupakanlah... Aku tidak ingin membuat kesepakatan apa pun dengan Pria sepertimu. Walaupun kau tipe yang sempurna untuk ku." Aku pun pergi menjauh.

"Apartemen Nissin lantai lima nomor 503. Datanglah ke sana jika kau berubah pikiran. Karena Elisa sudah mengenalmu maka dia juga akan mengikuti dirimu Shella."

"Aku tidak dengar... Tidak dengar..." ucapku sembari terus berjalan.

Di Kediaman Jia

Tibalah aku di rumah pukul 18:45. Di sana keluargaku seperti biasa telah berkumpul di ruang tamu menunggu kepulangan ku. Dapat aku lihat wajah baru seorang pria ikut bergabung bersama mereka. Aku yakin itu adalah kandidat pria untuk hari ini. Aku berusaha mengabaikan tatapan mereka dan masuk.

"Shella. Sambut tamu kita hari ini," ucap Jia, ibu tiri Shella.

"Aku lelah hari ini. Dari jauh pun dia tidak terlihat menarik, lebih baik kau kembalikan Pria itu pada Ibunya-"

"Shella! Ibu minta kepadamu untuk kemari. Jadi patuhilah perintah Ibu." Kepribadian Shella sangat mirip dengan Teddy, mendiang suaminya dan ayah kandung dari Shella. Itulah mengapa Jia menginginkan pernikahan Shella segera di laksanakan agar Jia bisa bernapas lega.

Rose menghampiri Shella dengan riang gembira, lalu merangkul tangan Shella dengan lembut. "Ayolah Kakak... Tidak ada salahnya untuk menyapa tamu kita." Rose kemudian berbisik di telinga Shella. "Bicaralah seperti biasa Kakak, dengan begitu dia akan segera pergi dari rumah kita."

Aku tersenyum. "Baiklah."

Jia beralih ke tempat duduk lain sementara Shella menempati tempat duduk awalnya. "Bicaralah dan buat Shella menyukaimu Vio," ucap Jia.

Tatapanku menyiratkan ketidaksukaan dari pria di dekatku melebihi siapa pun. Akan tetapi aku mencoba tersenyum. "Tanya apa pun yang kau inginkan."

Vio membenarkan kacamata bulatnya dan dasi kotak-kotaknya serapi mungkin. "Begini Shella... Ibuku mempunyai kebun dan kami juga mengelola peternakan yang besar. Jadi... Karena aku menyukaimu... Apakah kau bersedia menjadi Ibu dari anak-anak kita?"

Mulutku sedikit terbuka dengan gaya perkataannya, dan caranya membesar-besarkan harta yang bukan dari hasil kerja kerasnya sendiri, dan aku sangat membenci pria seperti ini.

"Menjijikkan!" ucapku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status