‘Apa yang hendak dilakukannya?’ Dzurriya sontak membuka matanya dan bangkit, tapi malah itu seperti menyodorkan bibirnya ke bibir Eshan yang berada di depannya begitu dekat tanpa sengaja. Dzurriya membelalak, begitu juga Eshan. Ia langsung mendorong tubuh suaminya sampai kepalanya membentur kaca depan mobil. “Akh!” Terdengar jeritan kecil Eshan yang sedang memegangi kepalanya kemudian kembali bersandar di kursinya. “M–maaf, apa tidak apa-apa?” tanya Dzurriya cemas sambil memeriksa kepala suaminya, tapi Eshan malah terlihat memandangnya dalam-dalam. Dzurriya yang gugup langsung berbalik dan keluar mobil. Ia memegang bibirnya dan tersenyum simpul sambil tanpa sengaja melihat sekeliling tempat itu. Ia agak terkejut karena ia berada di pantai yang sama yang pernah ia kunjungi bersama Ryan. ‘APAKAH INI PANTAI KELUARGA? Kenapa mereka bisa samaan membawaku kesini?’ Dalam keadaan heran tiba-tiba suaminya berdiri di sebelahnya sambil menatap laut luas. “Bagaimana menurutmu?” tanya E
Mobil itu telah melaju pulang dengan sangat cepat.Mereka hanya sebentar saja di pantai itu. Dzurriya terus menatap keluar jendela supaya ia bisa memandang wajah suaminya yang terpantul dari kaca tersebut tanpa ketahuan. “Seandainya kau tau perasaanku sekarang, Mas’ Gumam Dzurriya dalam hati. Eshan berada di sampingnya, namun ia merasa begitu merindukannya. Ia ingin mobil itu melaju lambat selambat-lambatnya, kalau perlu berhenti saja supaya ia bisa terus bisa menikmati saat-saat bersama dengan suaminya. Sayangnya, ia tak mampu mengutarakannya.Kembali, ia usap dan sentuh wajah yang terpantul di kaca tersebut seraya terus menatapnya lebih dalam. Tanpa terasa, wajah itu kini menoleh dan menatapnya sambil tersenyum tipis.“Apakah aku begitu tampan?”Dzurriya mengangguk pelan sambil membalas senyuman itu tanpa sadar.‘Apa yang kau lakukan, Dzurriya?’Sampai akhirnya ia sadar dan matanya membelalak.Langsung ditolehnya sang suami karena kaget dalam sekejap kemudian menatap ke depan lag
Bayangan suaminya yang sangat menyebalkan itu terus saja muncul, ingin sekali ia keluar dari rumah itu sejenak supaya suaminya itu tahu bagaimana rasanya jika ia benar-benar kabur dari rumah itu. Namun sepertinya itu sangat suli dan thampir tidak mungkin.Para pengawal terlihat selalu berjaga satu kali dua puluh empat jam sehari di sekitar pintu dan gerbang depan.Dzurriya menunduk pasrah di kursi depan. Jangankan gerbang, ia juga tidak mungkin diizinkan keluar dari pintu itu.“Apa kau ingin keluar dan berjalan-jalan sebentar?” Ia mendongak kaget, Ryan telah berdiri di depannya dan tersenyum manis.‘Bagaimana dia tahu?’ tatapnya heran.“Aku melihatmu mondar-mandir melihat depan dari tadi.”‘Aku bahkan belum bertanya’ tatapnya bengong.“Kalau tidak mau tak apa, aku akan keluar sendiri.” Ujar Ryan yang tampaknya menyadari kebingungannya.“T–tunggu, apakah boleh?” Tanya Dzurriya dengan berbinar-binar. Setelah dikurung begitu lama dan merasakan sedikit keluar, ia jadi ingin keluar dan k
“Hi, Nyonya Eshan, lama tidak bertemu. Apa kamu kabur lagi? Mau kubantu?”Dzurriya mengabaikan ucapan nakal lelaki tua itu, dan berbalik hendak pergi saat lelaki itu menarik tangannya sambil berkata, “Jangan takut, aku akan membantumu.”Dzurriya menginjak kaki lelaki itu dengan keras sampai lelaki itu berteriak kesakitan dan tanpa sadar melepaskan pegangannya. Dzurriya berlari menyeberang kembali menuju tempat Ryan ketika karena tergopoh-gopoh sebuah mobil mewah melaju cepat ke arahnya.“Arrrgh!”Dzurriya mematung kaget di tengah jalan tersebut, kakinya kaku terdiam, lampu sorot mobil itu bertambah dekat dan membunyarkan pandangannya. Sementara bunyi klakson berdering panjang dan keras memekak telinga.Sekelebat bayangan muncul seperti apa yang dialaminya sekarang, Ia berlari dan melompat ke jalanan hingga sebuah mobil yang melaju cepat kehilangan kendali ke arahnya dan menabraknya hingga ia terjatuh bersimbah darah.******Eshan membuka pintu. Dia masuk ke dalam ruangan sempit denga
Beep……. Terdengar bunyi klakson mobil begitu keras dan panjang memekak telinganya. Seketika pandangan Dzurriya tertuju pada cahaya putih dari lampu mobil hitam yang siap meluncur ke arahnya. Sontak Dzurriya terbangun dengan mata membelalak kaget, napasnya ngos-ngosan. Ia menatap langit-langit dan sekitar yang begitu senyap. Ia telah berada kembali di kamarnya. ‘Apa yang terjadi?’ Terakhir yang ia ingat ia berlari dari paman Braha dan menyeberang jalan…. Kriek Suara pintu dibuka seseorang, Ryan masuk dan menghampirinya dengan tersenyum… ‘Kemana Eshan? Apakah lelaki yang semalam menolongnya bukan Eshan, tapi Ryan’ Dzurriya merasa agak kecewa. Sepertinya rasa rindunya pada lelaki itu, membuatnya berhalusinasi. “Apakah kau sudah merasa baikan?” Dzurriya mengangguk pelan, ia menatap wajah dokter muda itu yang terlihat begitu khawatir. Mungkin dia merasa bersalah mengajaknya keluar dan tidak menjaganya dengan baik. “Terima kasih sudah membawaku jalan-jalan kemarin,” ujar Dzurriya
Dzurriya bangkit dari tempat duduknya.Ia sangat merindukan suaminya, tapi ketika bertemu ia merasa sangat jengkel karena teringat bagaimana lelaki itu mengabaikannya beberapa hari. Meski ia tahu jelas, itu terjadi karena Alexa terus menempel padanya. “Mau kemana, kamu?” Tanya Eshan dingin dan lirih sambil membuka ponselnya. Wajahnya pun terlihat begitu tenang, membuat Dzurriya semakin kesal saja.“Ke toilet,” jawab Dzurriya singkat sambil berbalik.‘Untuk apa dia duduk menyerobot begitu, kalau tetap mengabaikanku’Dzurriya berjalan ke toilet dan masuk ke salah satu partisi cubicle. Tiba-tiba terdengar suara dari luar.“Gimana, apa aku sudah cukup cantik?”Suara kecil itu terdengar sangat bersemangat.“Lupakan saja! Sepertinya kamu tak ada kesempatan. Aku dengar pagi ini Dokter Ryan bertukar shift supaya bisa menemani seorang gadis,” ganti suara seorang gadis yang terdengar agak serak.“Apa kau yakin?” tanya gadis bersuara kecil itu lagi.“Ya.”Terdengar desahan napas kehilangan hara
‘Masuk tol? Kemana ia akan membawaku?’Dzurriya menoleh pada suaminya dengan ekspresi penasaran, ia kira ia akan dibawa ke tempat yang jauh. Berbeda dengan suaminya yang sepertinya tak begitu memperdulikan ekspresinya. Buktinya ia tetap fokus menyetir dan mempercepat laju kendaraannya di tol tersebut tanpa sepatah katapun. Sampai akhirnya mereka tiba di rest area. Eshan menepikan mobilnya, dia menghela nafas panjang kemudian menoleh ke arah Dzurriya.Dzurriya yang gugup dan teringat bagaimana lelaki itu beberapa kali mendekat kepadanya di dalam mobil, mendadak menutup dadanya dengan kedua tangannya sambil berdesah cepat.Ehsan tampak tersenyum dan menundukkan kepalanya beberapa saat, kemudian dengan ekspresi serius, dia kembali mengangkat kepalanya dan mulai mendekati Dzurriya. “Kau mau apa, jangan macam-macam!” jerit Dzurriya.Sayangnya, Eshan tak mengindahkannya. Dia mendekat semakin dekat dan semakin dekat hingga ia mencapai footrest di sisi bawah tempat duduk Dzurriya. Dia turu
“Turun!”Dzurriya benar-benar tersentak kaget mendengar perintah suaminya yang bernada dingin itu setelah mengirim pesan dari ponselnya.Ia benar-benar tak mengiranya, bukankah baru beberapa menit yang lalu hubungannya bersama sang suami terlihat baik-baik saja.Ia menatap dalam-dalam lelaki di depannya yang terkadang sulit ditebak tersebut.‘Apa aku salah bicara? Perasaan dari tadi setelah aku menyebut nama Paman Braha, tidak ada percakapan lagi diantara kami’ Pikir Dzurriya sambil memandang jalanan tol dengan mobil-mobil yang melaju begitu cepat di depannya, seperti mobil yang tengah dikendarainya saat ini.“Tapi mas aku nanti pulangnya gimana?” toleh Dzurriya sambil bertanya mengiba dan kebingungan.“Itu urusanmu, turun!” jawab Eshan kasar.‘Tega kamu, Mas’ Dzurriya memandang sebal pada suaminya yang begitu menyebalkan itu.“Dasar Labil! Sebentar baik, sebentar marah tanpa alasan.” gumam Dzurriya lirih sambil berbalik dan bersiap membuka pintu mobil.“Apa? kau berani mengataiku,”