Pada sore harinya ....Rosmala yang terlanjur merasa senang dengan hari ini karena pesta pernikahan anaknya akan segera berlangsung pun membuatnya memasak banyak sekali makanan.Namun, Zsalsya yang merasa bahwa Endrick belum juga pulang membuatnya khawatir. Sesekali ia melihat ke arah jarum jam, tetapi rupanya belum ada tanda-tanda Endrick pulang."Apa aku coba hubungi saja, ya?" gumamnya. Zsalaya mengambil ponsel yang gergeletak di meja, lalu ibu jari itu siap menekan nomor Endrick untuk ia hubungi via telepon. Tetapi ...."Sebaiknya biarkan saja. Nanti juga pasti pulang. Kalau aku hubungi dia sekarang, nanti bisa-bisa dia malah semakin risih."Di tempat lain, Endrick rupanya sedang tidak di kantor. Pria itu hendak pergi ke suatu tempat yang mana memang tidak ia beritahukan terlebih dahulu kepada Zsalsya. Sengaja begitu, karena ia hanya ingin berinisiatif saja demi melancarkan rencananya, supaya tidak akan yang menggosip dengan sesuatu hal yang tidak-tidak lagi.Akan tetapi, Endrick
Endrick melirik ke tangan Zsalsya dan kemudian menggenggamnya dengan lembut. Dua orang tangan itu saling bertautan erat. Tatapan dalam semakin melekat dan tidak bisa lepas dari Zsalsya."Harusnya saya yang berterima kasih sama kamu karena masih ada di samping saya. Oh ya, ada yang mau saya katakan sama kamu!""Soal apa?" tanya Zsalsya. "Tentang berita terbaru itu--..."Rosmala yang mendengar obrolan itu pun langsung menyela. "Oh, kalau itu Zsalsya sudah tahu. Dia sudah setuju menikah sama kamu!"Mendengar apa yang dikatakan oleh Rosmala itu seketika membuat Endrick menjadi sangat antusias. Kedua belah matanya terbuka lebar dengan binar bahagia."Sungguh? Kamu sungguh menerimanya?"Zsalsya terdiam sejenak. Lalu, mengangguk samar sembari tersenyum.Endrick yang tak kuasa menahannya pun tiba-tiba refleks memeluk Zsalsya. "Terima kasih!" katanya.Sontak, Zsalsya pun langsung diam mematung dengan jantung berdetak sangat kencang. Ada perasaan dalam dada yang belum bisa ia utarakan kepada
"Pa, aku bakal ikut Papa pulang ke rumah, asal Papa setuju dengan pernikahan ini!""Tidak bisa! Daripada kamu menikah dengan orang yang mengajak kamu buruk sampai rela membohongi Papa seperti ini, lebih baik sekarang kamu pulang dan menikah dengan Arzov yang sudah jelas dan pasti dia ada pas kamu sakit!" balas Firman.Zsalsya menyungging kesal. "Rupanya Papa masih belum mengerti Arzov yang sebenarnya.""Papa lebih tahu apa yang terbaik buat kamu dibanding kamu sendiri!""Kalau tahu, kenapa Papa malah memilihkan aku seorang pria yang jelas-jelas hanya memanfaatkan situasi yang ada?"Firman yang mendengarnya merasa tersinggung. "Apa maksud kamu? Dia baik, kok!" balasnya.Namun, Zsalsya yang sudah terlanjur lelah meladeni perdebatan dengan Ayahnya sendiri membuatnya memilih diam. Tetapi, ia berusaha menentukan pilihannya."Sekarang aku ikut Papa, tapi setelah itu aku akan menikah."Kini, Firman tidak tahu lagi harus bagaimana dalam menyikapi hal ini. Sifat keras kepala Zsalsya jauh lebih
"Sudah malam begini juga belum pulang-pulang! Jangan-jangan, Ma, Papa malah menginap di sana! Bagaimana ini?" ucap Nana dengan panik. Mariana yang ada bersamanya hanya diam sembari menyusun rencana yang nanti akan dirinya jalankan. Kriieett! Tak lama dari mereka berbicara. Suara pintu terbuka terdengar. Mereka yang saat itu tengah menunggu di sofa ruang tamu pun langsung beranjak.Keduanya sontak melihat ke arah pintu dengan antusias. Melihat Zsalsya yang berada di dekat pintu tengah melepas sendalnya pun segera ia hampiri."Kak Zsalsya ke mana saja? Aku kangen tau!" katanya seraya memeluk.Zsalsya hanya terdiam dengan bibir menyungging, seolah tengah menertawakan sikap Nana yang tampak bermuka dua."Aku tahu kamu pasti sedang merencanakan sesuatu," batin Zsalsya seraya membalas pelukan itu.Yang dahulunya Zsalsya memberontak demi keadilan hidupnya, kini ia memilih cara tenang untuk menghadapi semuanya. Agar, dirinya bisa menjalankan semuanya dengan baik tanpa ada pihak yang menyer
"Mbok, sebenarnya aku tidak mau memindahkan barang apapun dari kamar itu. Soalnya barang-barang di kamar itu semuanya penting, Mbok. Ada banyak sekali kenangan yang tidak ingin dibuang begitu saja," tutur Zsalsya dengan lembut. Mencoba untuk tidak membuat pembantunya tersinggung dengan apa yang terlontar keluar dari mulutnya tersebut.Pembantunya paham. Ia mengangguk, bahkan tampak sekali merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya tersebut."Mbok minta maaf, Non. Benar-benar minta maaf karena ternyata Mbok salah mempercayai orang. Mbok pikir benar-benar Non Zsalsya yang menyuruh, rupanya tidak begitu," ucap pembantu itu. "Kalau begitu, biar Mbok bantu Non Zsalsya buat menemukan semua barang itu kembali," tambahnya.Tentu saja, Zsalsya merasa senang jika dirinya dibantu semacam itu. Zsalsya yang mendengar penjelasan langsung dari pembantunya pun berusaha memaklumi karena memang posisi wanita lima puluh lima tahun itu hanya sebagai asisten rumah tangga saja di sana. Apapun yang
Keesokan harinya ....Ting-Tong! Pagi itu bel rumah sudah berbunyi. Nana yang mendengar langsung menduga bahwa yang datang adalah Arzov. "Bi, buka pintunya!" perintah Nana kepada pembantu yang ada di rumah itu. "Baik, Non," sahutnya sembari pergi dari sana, lalu bergegas menuju pintu.Mariana yang juga mendengar suara bel rumah, tetapi Nana malah abai itu membuatnya sontak bertanya. "Tumben kamu tidak bersemangat membuka pintu!""Ah, untuk apa mau membuka pintu. Yang datang 'kan tidak sepenting itu. Lagi pula, dia datang menjemput, tapi seperti tidak terniat. Aku juga sudah bosan!" jawabnya sembarang tanpa memikirkan apapun sembari memainkan ponsel."Kamu sendiri yang selalu minta menjemput, 'kan?""Iya, Ma, tapi 'kan--...!""Ah, sudahlah!" Suara langkah kaki memasuki ruangan, tetapi tidak sampai benar-benar masuk karena tahu bahwa penghuni rumah itu banyak yang tidak menyukainya.Pembantu yang melihat bahwa ternyata itu bukan melainkan Endrick, membuatnya segera bergegas pergi da
"Kita duduk di sana, yuk! Berdiri terus di sini pasti sangat pegal!" ajak Nana kepada Endrick dengan nada manja. Bahkan, suaranya sengaja ia imut-imutkan agar bisa menarik perhatian Endrick.Namun sayangnya, ketika itu Endrick tidak terlalu merespon apa yang dikatakan oleh Nana. Ia terus berdiri sambil menunggu Zsalsya keluar dari dalam kamarnya. Walaupun ia sendiri tidak tahu sebenarnya di mana saat ini Zsalsya tidur."Kalau kamu mau, kamu sendiri saja! Saya akan tetap menunggunya di sini sampai dia datang!"Endrick mencoba menjauh kala Nana terus mendekat bahkan mepet-mepetin badannya. Mencoba untuk menyentuh Endrick. Tetapi, begitu tangan itu hendak menyentuh bagian lengannya, dengan cepat Endrick menghindar dari wanita tersebut."Daripada kamu terus mendekati saya begini, lebih baik sekarang panggil Kakak tirimu itu untuk segera datang ke sini menemui saya!" pinta Endrick.Namun, tentu saja Nana tidak mau. Jika Zsalsya sampai tahu dan datang ke hadapan Endrick, tentu dirinya tid
Kepastian sangat penting bagi Zsalsya. Supaya dirinya dapat memposisikan diri dengan baik. Tidak hanya sebagai teman hidup, tetapi juga agar dapat diyakinkan bahwa bukan dijadikan alat semata.Sebab, kini Zsalsya sudah paham dan tahu betul bahwa ternyata ada seseorang yang sangat terobsesi dengan calon suaminya itu, tak pernah bosan untuk mengejar."Mas, kita akan pergi ke mana dulu?" tanya Zsalsya.Sembari terus memeluk bahu Zsalsya dari samping, Endrick terus berjalan santai dengan pandangan ke sana kemari seperti tengah mencari sesuatu."Kita ke sana dulu!" ajaknya.Karena ini adalah hari kerja, Zsalsya pun semakin penasaran. Ia yang kini sudah tidak canggung lagi Endrick pun mulai terbuka dengan menanyakan apa yang membuat penasaran kini."Mas, bukannya ini hari kerja, ya? Mas tidak pergi ke kantor?" tanya Zsalsya dengan santainya sembari sesekali menoleh ke arah Endrick -- menatap wajahnya."Masalah pekerjaan sudah saya serahkan pada sekretaris. Sekarang ini waktunya sama kamu, j