Kepastian sangat penting bagi Zsalsya. Supaya dirinya dapat memposisikan diri dengan baik. Tidak hanya sebagai teman hidup, tetapi juga agar dapat diyakinkan bahwa bukan dijadikan alat semata.Sebab, kini Zsalsya sudah paham dan tahu betul bahwa ternyata ada seseorang yang sangat terobsesi dengan calon suaminya itu, tak pernah bosan untuk mengejar."Mas, kita akan pergi ke mana dulu?" tanya Zsalsya.Sembari terus memeluk bahu Zsalsya dari samping, Endrick terus berjalan santai dengan pandangan ke sana kemari seperti tengah mencari sesuatu."Kita ke sana dulu!" ajaknya.Karena ini adalah hari kerja, Zsalsya pun semakin penasaran. Ia yang kini sudah tidak canggung lagi Endrick pun mulai terbuka dengan menanyakan apa yang membuat penasaran kini."Mas, bukannya ini hari kerja, ya? Mas tidak pergi ke kantor?" tanya Zsalsya dengan santainya sembari sesekali menoleh ke arah Endrick -- menatap wajahnya."Masalah pekerjaan sudah saya serahkan pada sekretaris. Sekarang ini waktunya sama kamu, j
Setelah memilah dan memilih, Zsalsya pun keluar dari ruang ganti itu untuk menunjukkannya langsung kepada Endrick. Sesuai dengan dugaan, Endrick memang menunggunya sejak tadi. Pria itu tidak sabar ingin melihat Zsalsya dengan pakaian yang beberapa saat lalu ia ambilkan itu.Suara ringan langkah kaki membuat Endrick segera menoleh. Ia tahu bahwa yang datang dan menghadap kepadanya adalah Zsalsya, sebab perasaannya mengatakan demikian.Sorot mata tajam sekaligus meneduhkan tanpa berkedip membuat Endrick tidak bosan-bosan memandangi wanita yang kini tepat berada di hadapannya.'Aku tidak menyangka kalau ternyata kamu bisa secantik ini!' Raut mukanya seakan mengatakan hal demikian itu."Mas, menurutmu bagaimana? Aku cocok pakai yang ini atau sebaiknya ganti sama yang lain saja?" tanya Zsalsya dengan polosnya. Ia memutar sedikit tubuhnya dengan wajah ceria. Melihat Endrick yang tampak melamun, Zsalsya pun kemudian menyeru dengan suara yang agak tinggi. "Mas!" Sontak, Endrick pun langsu
[Bagaimana? Tunggu nanti atau sekarang saja?][Lakukan sekarang juga! Aku sudah tidak sabar dengan apa yang terjadi nanti! Kabar itu, aku sangat menunggunya!]Kyora menyeringai dengan tatapan tajam penuh harap pada siasat jahatnya. Ia selalu ingin agar Zsalsya dan Endrick berpisah, karena dirinya tidak pernah bosan ataupun lelah demi bisa mendapatkan Endrick ke dalam pelukannya.Walaupun, rintangannya selalu ada saja. Sulit sekali dirinya untuk memisahkan mereka. Selalu gagal dan ada saja yang membuat Zsalsya, Endrick ataupun keduanya selamat dari bahaya.Kalaupun berhasil, selalu ada jalan penyelamatan yang bisa membuat mereka kembali bersatu sampai ikatan cinta keduanya semakin kentara. Menjadi lebih baik dan lebih terbuka satu sama lain.[Memangnya mereka sedang apa sekarang?][Mereka sedang bersama dan baru selesai berbelanja!]Sejak Endrick pergi ke rumah Firman, wartawan bayaran yang mendapat perintah langsung dari Kyora itu terus mengikuti diam-diam tanpa sepengetahuan Endric
"Kalau tidak ada yang mau ditanyakan lagi. Saya rasa cukup sampai di sini saja, karena kami juga masih ada banyak persiapan yang perlu diurus!" tambah Endrick dengan santainya. Selepas itu, Endrick pun langsung menggenggam tangan Zsalsya memasuki mobil. Ia tidak mau membuang-buang waktu lagi, karena baginya sudah cukup mengatakan hal yang penting saja. Endrick menduga bahwa wartawan yang datang itu pasti bukan hanya wartawan biasa yang mencari berita. Tetapi, ia memikirkan sesuatu hal yang aneh karena tiba-tiba menanyakan bukti pertunangan. Namun, untungnya sebelum itu terjadi ia sudah menyiapkan segalanya yang membuat wartawan itu melongo dan tidak mampu bertanya lebih banyak lagi. Sebab, apa yang ingin mereka dengar itu sudah terjawab. "Omong-omong, ternyata kamu hebat juga menanggapi pertanyaan mereka!" puji Zsalsya dengan agak gengsi. Meskipun memuji, tetapi terdengar sangat dingin dengan muka datar sembari menahan diri agar tidak menunjukkan perasaannya. Dengan bangga, E
Perjalanan terus berlanjut. Tetapi, Zsalsya hanya bisa mengecap lidah tanpa berani mengambil atau bahkan membuka makanan tersebut."Bagaimana aku mengatakannya sebelum mengambil itu?" gumam Zsalsya. "Ah, kenapa aku tidak berani, sih? Padahal sudah jelas dan pasti diberikan," batin Zsalsya.Zsalsya merasa gengsi karena sebelumnya ia sempat mengatakan bahwa dirinya tidak lapar, sehingga ia harus terus berpura-pura tidak lapar demi menahan malunya."Jangan malu-malu! Makan saja! Malah saya senang kalau makanan itu kamu habiskan~!" kata Endrick dengan santainya. Pandangannya terus mengarah ke depan -- tepatnya ke jalan."Bukan begitu, Mas! Saya tidak malu-malu, kok!" jawab Zsalsya dengan nada agak tinggi. "Lagi pula .... Aduuhh!" Zsalsya agak menekan perutnya yang terasa sakit. Ia membungkukkan badannya ke depan ketika rasa sakit yang tak tertahankan itu kian terasa semakin kuat.Endrick tersenyum mendengarnya. Tetapi, begitu menoleh ke arah Zsalsya yang tampak kesakitan, Endrick langsung
Endrick melihat ke arah Zsalsya. Ia yang tidak tega dengan kondisi calon istrinya langsung putar balik. "Kita pulang saja, ya! Besok saja kita fitting baju pengantinnya.""Iya, Mas," sahut Zsalsya. Kali ini, dirinya benar-benar tidak nyaman dengan kondisi tersebut. "Tapi tidak apa-apa, 'kan, Mas, kalau kita tidak jadi sskarang ke sananya?""Iya .... Perut kamu 'kan lagi sakit, kalau terlalu dipaksakan Pasti tidak akan nyaman juga. Tapi, kamu mau pulang ke rumah Papamu atau rumah saya?" tanya Endrick.Zsalsya pun merasa bingung, tetapi karena tidak mungkin ke rumah Endrick ketika media tahunya mereka bertunangan, sehingga dirinya merasa tidak mungkin jika tinggal bersama dengan calon suaminya. Karena, itu pasti akan mengundang masalah yang bisa berbahaya bagi perusahaan Endrick. "Ke rumah Papa saja!""Ya sudah. Tapi kamu yakin mau tinggal di sana?" "Iya, Mas. Pokoknya saya mau pulang saja daripada mendapatkan masalah baru.""Maksudnya masalah baru bagaimana?" Endrick mulai tidak men
"Tunggu sebentar! Siapa yang nyuruh kamu masuk kamar itu begitu saja! Bukannya kalian belum ... sah ...?" sindir Mariana sekaligus menghalangi Endrick untuk menghampiri Zsalsya yang memang sudah ada di kamar. Dengan menahan rasa kesal dalam dada, Endrick pun menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke arah Mariana sembari menyeringai samar. "Zsalsya sendiri yang sudah memberi izin! Apa saya masih perlu meminta izin darimu?" balas Endrick. "Ingat, ya, saya ini Ibunya, kamu harus tunduk juga sama saya!" Endrick kembali menyeringai. Tampaknya ia sedang menertawakan sikap Mariana yang bersikap seolah Tuan ruamh dan memiliki hak atas semuanya, termasuk Zsalsya. Padahal, ia juga sudah tahu sendiri apa yang memang sebenarnya. "Maksudnya Ibu tiri?" Endrick menatap wajah Mariana. "Sudah, Tante. Saya tidak punya banyak waktu lagi, saya harus mengantarkan ini masuk ke kamarnya!" Tanpa berlama-lama lagi. Sontak saja Endrick memutar tubuhnya, lalu melangkah pergi dari sana menuju kam
"Mbok...?" tanya Endrick kepada Mbok Minah. Saat itu, ia tidak tahu siapa namanya. Sehingga, dirinya seolah bertanya sekaligus memberi kode agar Mbok Minah mau menyebutkan namanya.Namun, Mbok Minah bertanya-tanya. Ia hanya diam dengan segala kebingungan dalam kepala."Itu Mbok Minah. Panggil saja begitu. Ya 'kan, Mbok?" Minah pun mengangguk. "Betul, Non. Panggil saja saya Mbok Minah.""Oh ya, Mbok, saya titip Zsalsya, ya! Kalau ada apa-apa, Mbok bisa hubungi ke nomor saya saja!"Endrick mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. "Mbok punya ponsel, 'kan?" tanya Endrick.Minah pun mengangguk. "Ada." Ia pun mengambil ponselnya dari dalam rok yang dipakainya saat itu. "Tuan mau nomor saya?""Bukan!" sergah Endrick. "Saya pinjam ponsel Mbok Minah, biar nomor saya yang dimasukkan ke sana!"Minah melihat ke arah ponselnya. Sembari tersenyum, ia pun menyerahkan ponsel itu kepada Endrick. "Oh ya, silakan!"Endrick mengambil sodoran itu, kemudian memasukkan nomor ponselnya itu.Karena t