Share

Bab 2

Pukul tujuh pagi, aku baru keluar kamar. Perjalanan yang jauh membuatku kelelahan. Ditambah mengetahui fakta kalau suamiku berselingkuh. Parahnya selingkuhannya adalah orang yang selama ini kuanggap sebagai sahabat. Semakin bertambah lelah yang kurasakan. Lelah hati, lelah pikiran, lelah badan.

Melewati ruang tamu, samar-samar kudengar suara orang yang tengah berbincang.

“Tapi, Mas ... sampai kapan kita kayak gini? Aku gak mau, aku gak mau terus menerus pisah denganmu! Aku ingin satu rumah sama kamu! Kamu lihat, Mas ... aku lagi mengandung anakmu! Apa kamu tidak cemasin aku, heuh?”

Kupejamkan kedua mata mendengar pengakuan Vera, yang tak lain sahabatku sendiri. Sahabat yang kini berubah menjadi pengkhianat. Menghela napas panjang, berusaha menetralisir perasaan kecewa dan sakit hati. Aku harus kuat, harus kuat menghadapi dua manusia tidak berguna itu. Kalau memang Vera ingin satu rumah dengan Bang Dino, aku akan mengabulkannya.

Memundurkan badan, agar terkesan tidak mendengar percakapan mereka.

“Baaaangg ... Abang ... Kamu di mana, Bang?” panggilku setengah berteriak.

Berjalan kembali ke depan, membuka pintu. Bang Dino dan Vera tersentak melihat kedatanganku. Aku bersidekap, tersenyum semanis mungkin.

“Pagi-pagi ada tamu rupanya? Ada apa, Ver? Kamu mau pinjam uang? Kalau mau pinjam uang, langsung ke aku, ya? Soalnya sekarang ... keuangan aku yang pegang. Mau pinjam berapa?” tanyaku pura-pura terlihat bodoh di hadapan mereka. Pura-pura tidak tahu tentang hubungan laknat dua manusia itu.

Vera membuang muka, terlihat sangat canggung.

“Sayang, Vera ke sini cuma minta tolong pasangin gas aja bukan mau pinjam uang.”

Ck, dasar tukang bohong. Aku kembali tersenyum, mendekati Vera.

“Memangnya kenapa kalau kamu sendiri yang pasang gas? takut meleduk?”

“Iya,” sahutnya memalingkan muka, seolah enggan menatapku.

"Kalau begitu, aku juga gak akan izinin Bang Dino pasangin gas di rumahmu. Ya aku takut kalau gas-nya meleduk, terus Bang Dino mati! Ish, Ngeri! Mending kamu aja yang masangin gas, biar kalau gas nya meleduk, kamu yang mati!”

Kedua mata Vera melotot, menatapku dengan sorot kebencian. Aku tersenyum puas melihat kemarahan dari raut wajahnya.

“Kamu jahat sekali, Reni!”

“Lho, jahat apanya? Aku ...peduli sama Bang Dino. Aku gak mau dong, gara-gara nolongin kamu masangin gas, terus gas-nya meleduk, terus bang Dino mati. gak lucu kan, mati gara-gara masangin gas di rumah istri orang? Jahat itu ... Kalau kamu punya niat, pura-pura minta tolong pasangin gas eh gak tahunya gatel sama Bang Dino. Nah itu baru jahaaatt ... Aku kan cuma takut Bang Dino mati!”

Aku semakin sengaja membuat Vera emosi.

“Sayang udah dong, kok ngomongnya jadi mati-mati mulu. Abang ... abang Cuma sebentar aja kok masangin gas-nya. Kamu tunggu sebentar, ya?”

“Gak mau, Bang! Aku bilang, Abang jangan ke rumah dia!” kataku tegas. Biarlah, terkesan aku bucin banget sama si Dinosaurus. Mau bagaimana lagi, sementara waktu aku harus melakukan rencana ini dulu.

“Tapi, Sayang ... Vera lagi hamil. Vera juga kan sahabat kamu.”

Dasar tukang bohong! Tukang selingkuh! Masih saja mencari kesempatan di dalam kesempitan. Pandanganku beralih pada Vera yang berdiri agak kepanasan di bawah teras rumahku.

“Kapan suami kamu pulang?”

“Gak tahu,” jawab Vera, suaranya terdengar acuh.

Menarik napas panjang, menghadapi wanita tidak punya urat malu yang berdiri di depanku.

“Okelah. Supaya suamiku gak mondar-mandir ke rumahmu, selama suami kamu belum pulang, kamu boleh tinggal di rumahku!”

Vera dan Bang Dino melongo, mereka menatapku lekat, mulutnya menganga lebar.

“Kamu serius, Ren?” tanya Bang Dino.

“Ah, kamu pasti Cuma nge-prank,” kata si Vera tak percaya.

Aku tersenyum melihat keduanya.

“Tidak. Aku tidak nge-prank atau bercanda. Aku serius mengizinkan si Verek tinggal di rumah ini.” Sengaja, aku menyebut namanya Verek. Nyatanya dia memang seperti itu. Sebenarnya aku sangat muak melihat mereka berdua tapi demi rencana yang telah disusun, aku harus bersabar dan membuat mereka jera terlebih dahulu.

Bang Dino dan Vera masih melongo, aku berdehem dan melanjutkan ucapan.

“Tapi ada syaratnya. Ada syarat yang harus kamu penuhi selama tinggal di rumahku!”

Vera dan Bang Dino mengerutkan kening.

“Syarat apa, Sayang?”

Duh, kalau bukan karena ingin memberi mereka pelajaran, ingin sekali kubungkam mulut Dinosaurus itu agar tidak memanggilku ‘Sayang’ lagi.

“Syarat dia boleh tinggal di rumahku.”

“Apa syaratnya, Ren?”

Vera menyela, seolah tidak sabar ingin tinggal di rumahku. Lihat saja, Vera. Permainan baru aku mulai. Kamu siap-siap saja.

“Gak sulit, gak ribet.”

“Iya, apa? Apa syaratnya?” tuntut Vera, mengelus perutnya yang aku prediksi sudah menginjak enam bulan.

Kasihan sekali anak yang dikandungnya, harus memiliki orang tua yang licik dan picik seperti Bang Dino dan Vera. Semalam aku baru sadar, kalau bantuan Vera dulu merupakan rencana mereka berdua untuk menyingkirkanku. Vera sengaja membantuku agar mudah menjadi TKW.

“Syaratnya hanya satu. Kamu ... kamu harus mengikuti segala apa yang aku perintahkan! Hanya nurut sama aku! Bagaimana? Kalau kamu keberatan, silakan pulang. Aku dan Bang Dino mau kangen-kangenan.”

Amit-amit ... aslinya aku muak sekali pada lelaki sok kegantengan itu. Lelaki yang sok bijak, sok setia, padahal lelaki buaya berwujud Dinosaurus.

“Baiklah, aku mau mengikuti syaratmu. Tapi, mulai hari ini kan aku tinggal di rumahmu?”

Benar dugaanku, dia pasti sangat antusias tinggal satu atap dengan kami. Dari kemarin, ingin sekali menjambak rambutnya sampai rontok. Apalah daya, lagi-lagi aku harus bersabar dan menahan diri.

“Iya. Detik ini juga, kamu bisa langsung tinggal di rumahku. Ayok, masuk! Kamu pasti capek dan kepanasan kan, berdiri di situ! Uuh ... aku pikir, setelah bertahun-tahun gak ketemu sama kamu, kamu semakin cantik, Ver. Ternyata ... makin kusam, makin ... ck, berantakan. Udah kayak emak-emak banget kamu apalagi pake daster gitu. Kasihan banget yang jadi suamimu, pasti muak melihat istrinya kucel kayak kamu. Jerawatan lagi! Kamu gak ngurus diri banget sih, Ver? Apa karena gak punya uang, ya?”

Aku terus menyindirnya tapi kenyataannya memang begitu. Dulu, sebelum aku pergi keluar negeri, wajah Vera sangat glowing dan wangi parfum. Entah kenapa, penampilannya sekarang persis sekali emak-emak yang punya anak banyak.

“Sayang, Vera gak make-up karena dia hamil. katanya, kalau dia pake make up, mukanya jadi banyak jerawat. Itu sekarang jerawatnya udah agak mendingan. Waktu awal-awal dia hamil, jerawatnya banyak banget. Sampe aku aja lihatnya jijik!”

Nah lho! Bang Dino akhirnya keceplosan. Kulihat Vera melotot, menarik lengan Bang Dino. Tapi, aku pura-pura gak lihat. Tetap berjalan anggun ke dalam rumah. Setelah di ruang keluarga, aku berhenti, mengintip mereka dari dinding pembatas.

"Tadi kamu bilang apa, Mas? Jijik sama aku? Kalau jijik, kenapa tiap malam nyentuh aku terus?” Vera memukul Dinosaurus dengan brutal.

‘Halah, bodo amat! Ngapain juga, aku ngintip mereka? Lebih baik nonton tivi.’

Aku duduk santai di atas sofa depan televisi. Lalu berteriak,

“Veraaaa ... Veraaaa ... cepetan ke siniii ... tolong buatin aku Jus Alpukaat! Veraaa ... Aku hauuuss ... Veraaaa ... Bang Dinooo ....”

“Iya, aku buatin Jus Alpukat sekarang. Sebentar ya?”

“Kenapa, Sayang? Apa perlu sesuatu?”

“Abang katanya mau nge-cat kamarku! Beli cat-nya sekarang gih! Nih duitnya!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status