Mata Keisha bergantian menatap dari Kenzie dan papanya. Setelah mereka turun dari mobil, Wisnu langsung menyambut mereka dan menggiring mereka masuk.Awalnya, Kenzie tidak mau melangkahkan kakinya. Pria itu hanya menatap dingin sosok Wisnu yang mencoba tersenyum ramah. Sampai akhirnya, Keisha yang turun tangan dan menggandeng lengan pria itu.Di sinilah mereka sekarang, duduk bertiga di ruang tamu Wisnu. Interior yang didominasi kayu memberikan kesan hangat, tapi itu tidak membuat suasana canggung ini menghilang.“Gimana kabar kamu, Ken?” Wisnu memulai percakapan.Namun, Kenzie tidak menjawab sama sekali. Pria itu hanya menatap lurus ke depan.Keisha meringis sambil menggigit bibir bawahnya. Ia pun menyenggol lengan Kenzie dengan sikunya.“Bang, ditanya Papa tuh,” bisik Keisha.“Bilang sama dia, dia tidak perlu tahu,” jawab Kenzie akhirnya, dengan nada datar.“B-baik-baik aja, Pa.” Keisha lagi-lagi yang turun tangan, sambil bergerak gelisah di tempatnya. “Maaf ya, kita baru bisa datan
Sebelum Kenzie menariknya keluar rumah, Keisha menyempatkan diri untuk berpamitan ala kadarnya. Mereka bahkan tidak menyentuh teh dan camilan yang disajikan. Amarah Kenzie terlalu banyak untuk ditahan.Sekarang, mereka sudah ada di dalam mobil. Terjebak dalam suasana dingin yang canggung.“Bang,” panggil Keisha.Kenzie tidak menjawab.“Marah ya?” tanya Keisha lagi.“Gak.”“Marah beneran ternyata kan.” Keisha menundukkan kepalanya. Walaupun Kenzie terkenal dingin, dia tidak pernah menjawab sesingkat itu kepada Keisha. “Aku… aku minta maaf, Bang.”Lagi-lagi Kenzie tidak menjawab, membuat Keisha mengangkat kepala dan menatap wajah tampan itu dari samping. Rahang tegas pria itu sudah tidak sekaku sebelumnya, walaupun tatapan matanya masih datar. Kenzie hanya menatap jalanan tanpa minat, tanpa senyuman.“Serius deh, Bang. Aku gak bermaksud ikut campur,” Keisha mulai mengoceh. “Papa tuh nge-chat aku, minta ketemu sama Bang Kenzie. Aku pikir, dia mau baikan sama Abang, dan minta maaf. Papa j
Pagi ini, kampus dihebohkan dengan cuitan yang bermula dari media sosial. Semua mahasiswa sibuk membicarakan dosen mereka yang kerap kepergok check in di banyak tempat. Herannya, walaupun sudah sering ditemukan bukti-bukti foto dosen itu, Kenzie tidak pernah dikeluarkan dari kampus. Tuduhan itu tidak berdasar, menurut pihak kampus. Dan selagi tidak mengganggu kegiatan mengajar di kampus, Kenzie masih dinyatakan aman. Namun, kali ini berbeda. Keisha yang sedang berada di kantin bersama dengan Naura dan Cindy, tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Itu foto kamu sama Pak Kenzie, kan?” tanya Naura dengan suara pelan sembari menyedot es jeruknya. “Pas lagi di Bali?” sambung Cindy.Keisha mengangguk lemas. “Aku takut banget.”Sebenarnya foto itu diambil tidak begitu jelas, hanya saja bentuk tubuh Kenzie yang menonjol, jadi bisa dikenali dalam sekilas. Sedangkan Keisha—atau mahasiswa yang kepergok sedang bersama Kenzie—terhalang tubuh tinggi pria itu. “Ya udah santai, muka kamu juga g
"Bang, ayo buka bajunya... udah nggak sabar, nih." "Nggak." "Sekali aja, Bang." "Saya bilang nggak!" Keisha mendelik karena tangannya yang sudah berada di kancing kemeja Kenzie ditahan oleh pria tersebut. "Ih! Bang Kenzie 'kan harus tanggung jawab udah bikin aku begini!" "Kenapa jadi saya yang harus tanggung jawab?" balas Kenzie dengan wajah dingin dan alis tertaut. Bola mata Keisha berputar. "Ya gara-gara Abang kasih tugas gambar dada pria, aku jadi kerepotan cari model! Makanya, Abang yang harus tanggung jawab jadi model aku!" Kenzie yang mendengar hal itu mendengus, dia malah membalas, “Loh, tugas juga tugas kamu, tanggung jawab kamu. Nggak ada urusan sama pemberi tugas dong.” Rasanya, Keisha ingin mencakar wajah tampannya itu. Kalau bukan karena Kenzie, memangnya dia kira dia akan melakukan semua hal ini?! Kenzie adalah tetangga sekaligus dosen gambar bentuk di kelas Keisha. Beberapa waktu lalu, dia memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk menggambar dada pria, termas
Setelah kepergok dalam kesalahpahaman tadi, Keisha dan Kenzie segera dibawa oleh Ibu ke ruang tamu. Wanita paruh baya tersebut kemudian memanggil Ayah dan anak keduanya—Aldi, untuk ikut dalam proses interogasi terhadap dua sejoli di hadapannya saat ini. Tidak lupa juga Mama Yunita, mamanya Kenzie, yang langsung dijemput Aldi dari rumah sebelah. Ya, mereka ini memang tinggal tetanggaan. “Sumpah, Bu! Ini tuh cuma salah paham aja," rengek Keisha dengan wajahnya yang memerah padam, menahan tangis karena takut dituduh telah berbuat hal yang tidak senonoh. "Apa yang Ibu liat tuh, nggak seperti apa yang ada dipikiran Ibu sekarang!" lanjut Keisha. Kenzie sendiri, duduk dengan tatapan datar, mencoba untuk tetap tenang. Sementara Keisha tampak gelisah di sampingnya, sesekali melemparkan pandangan takut ke arah orang-orang di sekelilingnya. "Gimana Ibu nggak mikir yang aneh-aneh, kalau posisi Kenzie itu lagi dalam keadaan telanjang, Kei," sergah Ibu menepis ucapan Keisha. “Setengah doang,
Meledak. Mungkin itulah gambaran yang paling pas untuk perasaan Keisha sekarang. Ia begitu marah karena Kenzie malah menyanggupi keinginan Ayah untuk menikahinya. Padahal jelas-jelas jika di antara mereka berdua itu hanyalah kesalahpahaman saja. Setelah keluarga mereka memutuskan untuk menikahkan keduanya, dan masing-masing lanjut pergi dengan kesibukan mereka, Keisha memberanikan diri untuk menemui Kenzie di rumahnya. "GIMANA SIH, BANG?!" jerit Keisha sambil melempar bantal ke arah tubuh Kenzie yang tengah duduk santai di atas tempat tidurnya. "Kenapa main iya-iya aja pas mereka nyaranin buat kita nikah?!" lanjut Keisha dengan masih bernada tinggi. "Udah nggak waras, ya?!" Berkali-kali memukul Kenzie untuk melampiaskan amarah, Keisha yang berujung lelah akhirnya memutuskan untuk membaringkan tubuh di atas kasur Kenzie. "Udah habis baterainya?" Sudut bibir kanan Kenzie terangkat membentuk senyum seringai. "Masih mau mukulin saya lagi?" "MASIH!" semprot Keisha, tapi kemudian dia
"Kawin kontrak?" ucap Keisha ketika ia membaca judulnya. "Maksudnya?" "Baca dulu sampai selesai baru bertanya." Keisha melirik Kenzie sambil mengambil surat itu. Ia bisa melihat Kenzie diam-diam tersenyum menyeringai. Wajahnya seolah tengah menyiratkan suatu hal yang mencurigakan, dan tentu saja membuat penasaran. “Abang nggak lagi kerjain aku, kan?” tanya Keisha penuh kecurigaan. Namun, Kenzie hanya menghela napas. “Baca, Keisha.” Keisha mendengus dan mulai membaca isi kontrak itu secara detail. Dahinya terus berkerut di setiap kalimat yang dibacanya. Memang tidak aneh, tapi kenapa dia merasa sedang dipermainkan Kenzie di sini. Perjanjian Pernikahan Kontrak Keisha - Kenzie. Pernikahan ini hanya berupa status semata. Oleh karena itu kedua belah pihak harus berakting di depan kedua orang tua. Tidak diperkenankan melakukan skinship jika salah satu di antara mereka tidak menginginkannya. Mereka juga bebas melakukan apa pun termasuk berpacaran, dengan catatan harus dilakukan s
Baru dua hari yang lalu Keisha menyesali dengan keputusan gila yang ia buat, hari ini sang ibu semakin membuatnya menyesal. Pagi-pagi sekali, Keisha dibangunkan oleh sang ibu karena kedatangan Kenzie di rumahnya. Hari ini ia memang ada kelas, tapi tidak biasanya laki-laki itu menjemput Keisha di rumah. Ralat. Bukan tidak biasanya, tapi tidak pernah! “Aneh banget, nih, orang tiba-tiba jemput,” gerutu Keisha ketika ia bersiap-siap. Kalau bukan karena dipaksa Ibu, Keisha mana mau semobil dengan Kenzie. Apa kata warga kampus nanti kalau tiba-tiba ia terlihat keluar dari mobil dosen dingin ini? Keisha bahkan menyembunyikan fakta kalau mereka bertetangga dan Kenzie adalah sahabat Reyhan, kakak pertamanya. Sibuk dengan pemikiran aneh dan ketakutannya, Keisha sampai tidak menyadari kalau mereka sudah memasuki area kampus. Ia baru sadar ketika mobil Kenzie melewati halte bus di depan Fakultas Seni. Keisha refleks berteriak, “Eh, Bang! Stop, stop! Sampe sini aja.” Keisha buru-buru melepa