Share

BAB 5

Baru dua hari yang lalu Keisha menyesali dengan keputusan gila yang ia buat, hari ini sang ibu semakin membuatnya menyesal.

Pagi-pagi sekali, Keisha dibangunkan oleh sang ibu karena kedatangan Kenzie di rumahnya. Hari ini ia memang ada kelas, tapi tidak biasanya laki-laki itu menjemput Keisha di rumah.

Ralat. Bukan tidak biasanya, tapi tidak pernah!

“Aneh banget, nih, orang tiba-tiba jemput,” gerutu Keisha ketika ia bersiap-siap.

Kalau bukan karena dipaksa Ibu, Keisha mana mau semobil dengan Kenzie. Apa kata warga kampus nanti kalau tiba-tiba ia terlihat keluar dari mobil dosen dingin ini? Keisha bahkan menyembunyikan fakta kalau mereka bertetangga dan Kenzie adalah sahabat Reyhan, kakak pertamanya.

Sibuk dengan pemikiran aneh dan ketakutannya, Keisha sampai tidak menyadari kalau mereka sudah memasuki area kampus. Ia baru sadar ketika mobil Kenzie melewati halte bus di depan Fakultas Seni.

Keisha refleks berteriak, “Eh, Bang! Stop, stop! Sampe sini aja.”

Keisha buru-buru melepas seat belt yang dipakainya. “Aku mau turun di sini!”

“Kenapa?” Kenzie bertanya setelah menghentikan mobilnya.

“Nanti kalau ada yang liat kita bareng, gimana? Aku nggak mau ya digosipin!” cerocos Keisha. Ia berusaha membuka pintu yang ternyata masih dikunci oleh Kenzie. “Bukain, Bang! Cepet, sebelum ada anak kampus yang liat.”

Kenzie menjawab santai, “Ya, tinggal bilang kita emang mau nikah. Kok, repot?”

Keisha membulatkan mata, lalu menunjuk kasar Kenzie dengan telunjuk mungilnya. “Pokoknya enggak!” pekiknya.

Bayangkan kalau semua orang tahu soal hubungannya dengan si dosen dingin ini. Semua aspek hidupnya pasti disangkutpautkan pada Kenzie. Syukur-syukur dia dapat nilai bagus karena otaknya yang cemerlang ini, tapi bisa jadi dia dituding dapat nilai oke karena dibantu Kenzie.

Idih. Lebih baik ia dapat nilai C, daripada menjadi bahan gosip satu kampus.

“Nih, ya, kita semobil aja nggak boleh ada yang tau, apalagi mau nikah!” Keisha kembali menyerocos. “Udah, cepetan buka ih pintunya….,” pinta Keisha lagi kini sambil merengek.

Keisha juga menundukan tubuh dan menutupi kepalanya dengan tas ketika ada beberapa mahasiswa yang melewati sambil mobil Kenzie. Karena ini sudah ada di dekat gedung utama, sudah pasti banyak mahasiswa Fakultas Seni yang berlalu lalang.

Akhirnya, Kenzie menekan tombol buka kunci, membuat Keisha tersenyum lebar dan mengacungkan jempolnya.

“Dah! Sampai ketemu di kelas!”

Namun, sebelum Keisha benar-benar keluar, Kenzie menahan lengan perempuan itu. Dosen muda itu menatap gadis di hadapan dengan ekspresi yang tak terbaca, seperti biasanya.

“Kenapa lagi?” desis Keisha cepat. Kepalanya menoleh ke sana kemari, waswas menatap sekitar.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Kenzie merogoh saku celananya dan mengambil cincin berlian dari sana. Keisha yang tadinya waswas langsung melongo saat menyadari apa yang saat ini ada di tangan Kenzie.

Namun, seperti tidak menyadari reaksi Keisha, Kenzie dengan santai memakaikan cincin itu di jari manis Keisha.

“Paling gak, kamu bisa pakai ini.” Kenzie melihat cincin itu sambil tersenyum tipis.

Ketika Kenzie melepaskan genggamannya, Keisha memandangi cincin itu. Cincin berlian itu terlihat sederhana. Mungkin teman-temannya juga akan menganggapnya imitasi nanti.

Ada perasaan aneh yang ia rasakan sekarang. Sebagai anak bungsu dan satu-satunya di keluarga, ia sering mendapatkan hadiah. Keisha juga pernah diberikan hadiah oleh mantan-mantan pacarnya, tapi kenapa perasaannya yang satu ini terasa berbeda?

“Saya harap mau kamu pakai cincin ini,” ujar Kenzie. “Mereka nggak akan bergosip hanya karena kamu pakai cincin, kan?”

Keisha mulai menyentuh cincin itu. Ditatapnya Kenzie yang masih menatapnya juga. Ia tidak tahu kalau sebuah cincin bisa membuat jantungnya berdebar seperti ini.

Kenzie mengusap kepala Keisha sambil tersenyum tipis. “Jangan hilang, ya.”

Perempuan itu mengangguk. Namun, kemudian tersadar.

‘Apa-apaan ini? Kenapa aku ngangguk?! Kenapa aku kayak anjing penurut gini?!’ Gadis itu membatin.

Keisha menggelengkan kepalanya dengan kuat, lalu segera keluar dari mobil. Wajahnya memanas, dan ia tidak mau Kenzie menyadari itu.

‘Kesambet apa Bang Kenzie tiba-tiba ngasih cincin? Apa dia…, suka sama aku, ya?'

Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Keisha panik sendiri. Membayangkan Kenzie benar-benar jatuh cinta padanya, membuat jantung Keisha berdetak tidak karuan. Bahkan kakinya mulai lemas, sampai dirinya hampir jatuh saat menaiki tangga.

Keisha berhenti sejenak di anak tangga untuk menetralkan jantungnya. Ia mengipasi wajahnya yang masih panas.

“Nggak, Kei. Kamu harus tetap jaga image!” Keisha berkata kepada dirinya sendiri. “Jangan sampai Bang Kenzie sadar kalau kamu suka sama dia dari lama.”

***

Satu jam berlalu dengan sangat lama. Keisha berusaha untuk fokus dengan materi yang disampaikan Kenzie di depan. Namun, karena celotehan dua teman di samping kanan dan kirinya, membuat Keisha jadi salah fokus.

“Kei, coba perhatiin, deh. Jakunnya aja ganteng banget…,” bisik Cindy, sahabatnya yang duduk di samping kiri.

Keisha jadi ikut melihat ke arah sana. Pada saat melirik, Kenzie ternyata sedang mengambil gelas di meja, lalu meminumnya beberapa tegukan. Jakun laki-laki itu bergerak naik turun seolah slow-motion di matanya.

Dan hal itu tanpa sadar membuat Keisha menelan ludah. Untuk sepersekian detik, Keisha tidak bisa melepaskan matanya dari Kenzie di depan kelas.

“Gila, dia minum!” seru Naura, sahabatnya yang lain di sisi kanan Keisha. Gadis itu bahkan sampai menutup mulutnya.

“Jangankan jakun, tangannya aja ganteng, cuy,” balas Cindy, membuat Keisha jadi kembali memperhatikan tangan Kenzie yang masih memegang gelas.

Keisha memang sudah lama menyukai Kenzie, sejak Reyhan memperkenalkan mereka ketika Keisha kelas 1 SMA. Namun selama ini, Keisha hanya menganggap kalau perasaannya ini hanya cinta sepihak.

Jadi, ketika teman-temannya memuji Kenzie terang-terangan, Keisha selalu pura-pura cuek walaupun hatinya ikut membayangkan.

“Kapan ya bisa nikah sama makhluk ganteng di depan?”

Walaupun kedua sahabatnya terus mengoceh, Keisha tidak menggubrisnya. Ia tetap bengong dengan tatapan menerawang ke arah Kenzie.

Keisha jadi membayangkan tangan itu mengelus wajahnya dengan lembut, atau ketika mengusap ujung rambutnya. Atau mungkin saja….

‘Gila... Orang itu bakal jadi suami gue....'

“Kei?”

Keisha mengedip sekali. Bibirnya tanpa sadar menggumam, “Minggu depan aku nikah.”

“HAH?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status