Share

BAB 7

Kenzie tidak langsung menjawab, malah menatap Keisha cukup lama. Tentu itu membuat Keisha semakin kesal dan mulai mencubit paha pria itu.

Barulah setelah itu, Kenzie menjawab sambil terkekeh. “Iya.”

Keisha langsung beralih ke arah ponsel dan menatap Reyhan canggung. “Tuhkan, Bang Rey denger, hehehe!”

Lalu, karena takut Reyhan menginterogasinya, Keisha buru-buru mengakhiri panggilan. “Nanti telepon lagi, ya, Bang! Dah! Aku mau lanjut ngerjain tugas dulu!”

Tut!

Sambungan diputuskan Keisha sepihak. Ia membuang napasnya, lalu menatap Kenzie dengan kesal. Kenapa pria ini suka sekali membuatnya panik tiba-tiba?!

“Belum bilang sama Rey?” tanya Kenzie tiba-tiba.

“Abang kan tau sifat Bang Rey gimana? Mana mungkin dia setuju-setuju aja sama pernikahan ini apalagi kalo tau alasan kita nikah?” decak Keisha. “Emangnya Abang mau dia terbang sekarang, balik ke Indo, cuma buat gebukin Bang Kenzie?”

Kenzie hanya mengangguk-angguk.

“Aku aja bilang ke Ibu supaya Bang Rey jangan dikasih tau dulu.” Keisha kembali menatap ke depan dan berkata dengan nada cemasnya. “Aku takut… Aku takut Bang Rey marah….”

Kenzie lagi-lagi mengangguk, lalu mengusap kepala Keisha dengan lembut. “Kamu nggak perlu khawatir. Selama saya ada di samping kamu, kamu akan baik-baik aja.”

Keisha masih merengut kesal, tapi hatinya perlahan tenang setelah mendengar kalimat Kenzie. Tak dipungkiri juga kalau hatinya kembali berdebar saat Kenzie mengusap kepalanya dengan lembut seperti ini.

***

Tiga hari kemudian.

Sudah dari pagi, Ibu menyuruh Keisha untuk fitting baju di butik teman ibunya. Hari pernikahan semakin dekat, tapi perempuan itu masih setengah hati menjalani serangkaian persiapan. Kalau bisa, ia berharap Kenzie saja yang fitting untuk gaun pernikahannya nanti.

Keisha sudah memberikan banyak alasan untuk menunda proses fitting baju itu. Namun, ibunya tetap bersikeras menyuruh Keisha ke sana. Ia bahkan terus menelepon walaupun Keisha masih di kampus.

“Bu, Keisha masih di kampus. Besok aja, deh, pas libur,” ucap Keisha malas sambil berjalan gontai di koridor.

“Ah, besok… besok. Mau besok kapan? Dari kemarin ngomongnya besok mulu! Udah, sana cepetan. Mumpung lagi di kampus juga. Tinggal ke ruangannya Kenzie, bareng deh ke sananya,” cerocos Ibu dari seberang telepon, membuat telinga Keisha langsung panas.

“Astaga, Bu… Ngomongnya udah kayak kereta, panjang banget.”

“Dengerin orangtua lagi ngomong, Keisha!” kali ini, Ibu membentaknya, sampai Keisha menjauhkan ponsel dari telinga. “Ibu udah janji pokoknya sama temen Ibu. Kamu jangan sampe nggak dateng. Ngerti?”

Keisha menghela napas gusar.

“Ngerti nggak? Jawab Ibu,” desak sang ibu.

“Iya… iya…,” balas Keisha pasrah.

Keisha memutuskan panggilan sambil mendumal kesal. Dengan ogah-ogahan ia beralih ke ruang chat Kenzie, dan mengabarkan pria itu.

[Bang, Ibu nyuruh fitting baju. Aku tunggu di parkiran.]

Tidak ada ucapan manis, tidak ada emoticon hati, Keisha hanya mengirimkan pesan seadanya. Begitulah tipikal Keisha. Ia tidak mau Kenzie besar kepala karena perempuan semanis dirinya selalu berdebar ketika berbalas pesan dengannya.

“Ke mana sih Bang Kenzie? Giliran aku yang nge-chat, dia balesnya lama. Kalo dia nge-chat, aku balesnya harus cepet. Nggak adil!” gerutu Keisha karena chat-nya belum juga dibaca padahal sudah menunggu hampir sepuluh menit.

Keisha bukan orang yang sabar, jadi dengan pikiran yang grasak-grusuk, ia berjalan menuju ruang dosen. Kebetulan juga keadaan kampus mulai sepi karena kelas sudah banyak yang selesai. Paling hanya ada beberapa mahasiswa yang melakukan kegiatan di pelataran, yang mana jauh dari gedung para dosen.

“Hehehe… Pak Kenzie bisa aja….”

Langkah Keisha terhenti ketika mendengar suara wanita manja yang memanggil nama Kenzie. Keisha melambatkan langkahnya, lalu mengintip dari balik tembok.

Di depan ruang dosen, ia mendapati Kenzie sedang bersama seorang wanita.

“Eh?” Ia memicingkan mata untuk melihat lebih jelas.

Wanita itu adalah Olive, seorang dosen jurusan Seni Tari yang masih muda dan terkenal cantik. Banyak pria yang mendekatinya, termasuk para mahasiswa. Bahkan Keisha dengar, beberapa temannya berebut mengambil kelas Olive.

“Mereka tuh emang sedeket itu ya? Baru tau,” Keisha mendengus. “Mana ketawa mulu lagi.”

Keisha melihat Olive tidak berhenti tersenyum, dan Kenzie menanggapinya dengan senyum tipis. Itu membuat Keisha semakin jengkel. Kepalanya mulai berdenyut karena emosi.

“Lama banget ngobrolnya, sih! Kayak lagi rapat semesteran aja!” gerutu Keisha lagi. Kakinya mulai menghentak-hentak lantai.

Lalu, mata Keisha membulat tiba-tiba ketika melihat Olive menyentuh lengan atas Kenzie dan mengusapnya dengan gerakan turun. Ia merasakan gejolak aneh sampai meremas tali tasnya. Jantungnya berdetak cepat, tapi bukan rasa yang menyenangkan.

‘Ih, kok aku kayak mau lempar kursi taman, ya?! Itu berdua kenapa gak selesai-selesai?! Kenapa pake sentuh-sentuh segala?!’

Entah setan apa yang merasuki Keisha, sampai membuat perempuan itu keluar dari balik tembok dan mendekati dua orang itu. Langkahnya semakin mantap ketika melihat Olive sekali lagi menyentuh Kenzie.

‘Enak aja nyentuh-nyentuh calon suami orang!’

Keisha berdeham pelan ketika berada di dekat Kenzie dan Olive. “Sore, Bu, Pak.”

Kenzie dan Olive sontak menoleh. Hidung Keisha sudah berkedut, ingin mendengus di depan wajah wanita itu. Namun, sekuat mungkin ia menahannya.

“Ada apa, ya?” tanya Olive. Gaya bicaranya berbeda sekali dari ketika mengobrol dengan Kenzie.

“Ada yang mau saya tanyain sama Pak Kenzie perihal tugas yang kemarin Bapak kasih,” ujar perempuan itu, melirik Kenzie dengan mengode lewat tatapan matanya

Untungnya, Kenzie cepat paham. Pria tersenyum ke arahnya, lalu menoleh pada Olive sejenak. “Besok saya kirim file-nya ya, Bu. Terima kasih sudah mengingatkan. Saya permisi.”

Olive tampak tidak rela Kenzie pergi. Namun, sebelum wanita gatal itu kembali berulah, Kenzie ternyata bergerak lebih cepat.

“Ayo, Kei. Kita bahas di sana saja,” ucap Kenzie sambil menunjuk sembarang arah, lalu melangkah pergi.

Keisha menunduk sedikit pada Olive sebelum mengekori Kenzie. Ia tersenyum tipis, penuh rasa puas melihat wajah kesal Olive.

Wanita itu boleh saja menggoda pria yang lain, tapi tidak boleh dengan calon suaminya.

Kenzie berjalan di depan Keisha tanpa berbicara banyak, membuat perempuan itu melirik sinis sambil berdecak.

‘Gak ada minta maaf, gak ada apa-apa. Ini cowok dingin banget sih?! Gak lihat apa aku lagi kesel gara-gara tuh dosen?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status