Share

Bab 0003

"Aku bisa pergi," kata Nathan sambil tersenyum. Dia berpikir, 'Kalau aku sudah menunjukkan sikap asliku, artinya aku nggak perlu bersikap baik lagi padamu.' Kemudian, dia bertanya, "Bu Marissa, seingatku, suamimu adalah seorang pekerja di bagian penjualan sebuah perusahaan, 'kan? Dengar-dengar, dia juga sering bepergian untuk urusan bisnis. Jumat malam, suamimu pasti nggak di rumah, 'kan?"

"Nathan, apa maksudmu?" tanya Marissa. Dia seketika tersentak. Jumat malam, suaminya memang pergi ke Kota Nordan untuk urusan bisnis dan akan pulang minggu depan. Semalam, karena tidak ada orang di gedung kantor, dia pun bersenang-senang dengan Patrick.

"Terima kasih, Bu Marissa, sudah memberiku banyak pekerjaan selama ini," kata Nathan dengan suara kecil, sambil melihat ke sekeliling. Meskipun dia bisa menggunakan hal ini untuk menunjukkan sikap aslinya pada Marissa, dia hanya bisa melakukannya secara diam-diam agar Marissa tidak lagi menyusahkan dirinya. Namun, orang lain tidak boleh mengetahui hal ini.

Jika kejadian antara Marissa dan Patrick diketahui oleh orang lain dan disebarkan ke mana-mana, Nathan tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun dan malah akan dihukum habis-habisan oleh Patrick.

"Jumat malam, sesampainya di rumah, aku baru teringat bahwa Bu Marissa mengaturkan banyak sekali pekerjaan untuk melatih kemampuan kerjaku. Jadi, aku kembali ke kantor. Tapi, aku malah melihat sesuatu yang nggak seharusnya kulihat. Luar biasa! Bahkan Pak Patrick pun memuji kemampuan Bu Marissa!" kata Nathan dengan ekspresi bangga.

"Nathan, kamu kira kamu bisa mengancamku dengan hal ini?" kata Marissa dengan gugup. Dalam hatinya, dia berpikir, 'Gawat! Kalau masalah ini tersebar ke luar, aku nggak akan bisa kerja di sini lagi!'

Namun, bagaimanapun, Marissa juga sudah berpengalaman, jadi dia masih mempertahankan ekspresi tenang di wajahnya. "Terus kenapa kalau kamu melihatnya? Tanpa bukti, memangnya ada yang akan percaya? Aku bahkan bisa menuntutmu atas pencemaran nama baik dan memasukkanmu ke penjara!"

"Jangan-jangan kamu nggak tahu, ya, kalau ponsel ini bisa merekam video?" Setelah memastikan bahwa tidak ada orang di sekitar, Nathan baru mengeluarkan ponselnya, menekan tombol untuk mematikan suara dan membuka video yang dia rekam itu.

Meskipun kualitasnya tidak terlalu bagus, penampilan Marissa terlihat dengan jelas. Wajah Patrick memang tidak terekam, tetapi siapa pun bisa melihat bahwa lokasinya berada di kantornya Patrick. Nathan melihat Marissa dengan bangga, lalu menarik tangannya sendiri ke belakang, sehingga Marissa gagal merebut ponselnya.

"Apa maumu?" Pada saat ini, Marissa baru mengalah. Jika rekaman ini tersebar ke luar, masing-masing keluarganya dan keluarganya Patrick akan hancur. Selain itu, mereka juga akan kehilangan pekerjaan mereka.

"Aku, ya?" Nathan mengamati tubuhnya Marissa dari atas ke bawah, terutama di bagian dadanya dan antara kedua kakinya. "Aku punya dua syarat. Pertama, aku mau menjadi karyawan tetap. Kedua, kamu bahkan bisa bersenang-senang dengan Patrick di belakang suamimu. Bagaimanapun, aku masih muda dan energik, jadi nggak masalah, 'kan, kalau kamu melakukannya sekali denganku?"

"Sialan! Kamu benar-benar menjijikkan!" seru Marissa. Dia bisa membantu Nathan menjadi karyawan tetap asalkan dia membicarakannya dengan Patrick. Namun, pemuda ini malah mendambakan wanita yang tidak bisa dia dapatkan! Seorang pekerja sementara yang kampungan ini malah ingin mendekati bosnya yang serius.

"Aku nggak semenjijikkan Pak Patrick yang sudah berusia 50-an tahun, deh?" kata Nathan. "Lagi pula, kamu bisa memikirkannya baik-baik. Menurutku, hanya kamu dan aku yang akan mengetahui hal ini. Orang-orang lainnya nggak akan mengetahuinya, 'kan? Atau jangan-jangan kamu ingin suamimu tiba-tiba mendapatkan paket dengan isi USB?" Seusai berbicara, Nathan langsung berjalan ke arah kantin.

"Sebentar!" Marissa berdiri di tempat sambil berpikir sejenak. Sekarang, dia sudah terjebak karena Nathan, dia tidak bisa menolak syarat itu. Daripada menunda-nunda lagi, sebaiknya dia langsung memuaskan pemuda ini supaya dia bisa tidur tanpa beban pikiran. "Kamu maunya kapan?" tanya Marissa.

"Tentukan saja!" Nathan bisa melihat bahwa Marissa sudah menjinak, dia pun merasa bangga. 'Karena kelicikanmu sendiri, aku juga akan memanipulasimu dengan cara yang sama!' pikir Nathan. "Aku punya waktu kapan saja, jadi tergantung waktumu," kata Nathan.

"Kalau begitu, jam delapan malam, deh." Setelah berpikir sejenak, sebagai seorang direktur, pekerjaan Marissa lebih banyak. Sekarang, mendengar ucapan Nathan, Marissa bahkan tidak bisa menentukan waktunya.

Selain itu, dia tidak tinggal di tempat ini, jadi mereka tidak punya tempat untuk melakukannya. "Komite Partai membantu Kantor Pengentasan Kemiskinan dan menyewa sebuah rumah di sisi selatan jalan untuk menyimpang barang. Kuncinya ada di aku. Tempat itu agak terpencil. Kita bisa pergi ke sana. Kebetulan, suamiku belum pulang, jadi aku mengemudi ke sini."

"Baiklah kalau begitu!" kata Nathan. Kemudian, dia berpikir sejenak. 'Yang penting aku bisa melakukannya. Tapi, ini masalah waktu. Selain itu, ucapan Marissa ada benarnya juga. Tempat itu lebih tenang. Kita nggak bisa pergi ke asrama. Di sini, semuanya kenalan kita. Selain itu, pada malam hari, tetap akan ada orang di asrama.'

Setelah kedua orang ini mencapai kesepakatan, mereka pun berpisah. Nathan berpura-pura pergi ke tempat pembuangan sampah dan pulang ke kantor pada jam makan siang. Secara kebetulan, dia bertemu dengan Sienna yang sudah pulang kerja. Sienna menyodorkan sebuah kotak bekal pada Nathan dan membiarkan Nathan untuk membantunya mengambilkan makanan ke asrama. Tentu saja Nathan akan membantu dewi ini dengan senang hati.

Pada saat ini, angin bertiup, sehingga Nathan bisa mencium wangi khusus dari tubuhnya Sienna. Rambut Sienna yang tergerai juga menyapu wajah Nathan dengan wangi tersebut, membuat Nathan merasa geli.

Dengan perasaan seakan-akan tangan Sienna yang lembut sedang mengelus wajahnya, Nathan pun berlari dengan cepat ke arah kantin.

Tidak lama setelah Nathan pergi, sosok Shawn muncul dari belakang sebuah pilar besar di depan gedung kantor. Dia memelototi punggungnya Nathan lekat-lekat dan berjalan menuju gedung asrama di belakang dengan ekspresi masam.

"Sienna yang imut, makananmu sudah datang ...." Nathan bersenandung dengan senang sambil berlari ke asramanya Sienna dan tersenyum. Namun, tubuhnya seketika menjadi kaku.

Shawn juga berada di asramanya Sienna, sedangkan Sienna tampak agak kesusahan. Melihat kedatangan Nathan, Sienna langsung tersenyum. "Pak Shawn juga ada di sini, ya!" seru Nathan.

Shawn tidak menghiraukan Nathan, dia hanya melihat Nathan dari atas ke bawah dengan ekspresi tenang, membuat Nathan merasa aneh. Dalam hatinya, Nathan berpikir, 'Aku bukan wanita, kenapa kamu melihatku seperti itu?'

"Pak Shawn, aku meminta Nathan untuk membawakan makanan untukku. Kamu bisa makan sendiri di luar. Terima kasih atas ajakanmu!" kata Sienna dengan agak malu pada Shawn.

Sebelum pulang kerja, Shawn pergi mencari Sienna untuk mengajak Sienna makan siang di luar. Beberapa hari yang lalu, Sienna mengatakan bahwa dia kurang enak badan. Oleh karena itu, hari ini, Shawn secara khusus membawakan sarang burung walet ke Restoran Mentari. Pada siang hari, dia menyuruh juru masak di dapur untuk memanaskan sarang burung walet tersebut, sekaligus mengajak Sienna untuk makan siang bersama.

Nathan tahu mengapa Shawn menatapnya dengan tatapan seperti ini. Shawn sangat picik, semua pria lajang di kantor mengetahui bahwa Shawn sedang mendekati Sienna, jadi semuanya menghindari Sienna.

Sedangkan Nathan adalah satu-satunya orang yang selalu tersenyum lebar saat dia melihat Sienna dan selalu melakukan apa pun untuk membantu Sienna. Selain itu, karena mereka berdua bekerja di kantor yang sama, mereka sering bekerja bersama, sehingga hubungan mereka lebih dekat.

Sebaliknya, Sienna merasa bahwa Shawn adalah seorang direktur, jadi dia harus mempertahankan rasa hormatnya dan menjaga jarak dengan pria ini. Oleh karena itu, Shawn tidak menyukai Nathan.

"Baiklah, lain kali aku akan mengajakmu makan lagi. Kamu nggak boleh menolak lagi, ya," kata Shawn. Dia tetap bersikap sopan di hadapan Sienna.

Namun, saat dia berbalik dan menatap Nathan, amarah di wajahnya terlihat sangat jelas. Dia memelototi Nathan dengan tatapan penuh kebencian, sebelum berbalik dan berjalan keluar dari gedung asrama.

"Terima kasih, Nathan!" Sienna baru membuang napas dengan lega. "Kalau bukan berkat kamu, aku bahkan nggak tahu harus bagaimana menolak Pak Shawn."

"Jangan pergi kalau kamu nggak mau pergi, kamu bisa langsung menolaknya!" kata Nathan. Kemudian, dia menunjuk kotak bekalnya Sienna dan berkata, "Sebenarnya, aku merasa bahwa makanan di kantin kita lebih aman. Siapa tahu minyak apa yang digunakan di restoran?!"

Setelah berjalan keluar dari asramanya Sienna, Shawn tidak buru-buru turun ke lantai bawah, melainkan berdiri diam di luar. Akhirnya, dengan ekspresi muram, dia berjalan ke bawah pohon di sudut gedung kantor, sehingga dia masih bisa mendengar suara canda tawa Sienna dan Nathan dari dalam asrama.

Setelah mengobrol sebentar dengan Sienna, Nathan baru keluar. Begitu dia turun ke lantai bawah, Nathan melihat Shawn yang berdiri di bawah pohon sambil melambaikan tangannya pada Nathan dengan ekspresi muram.

Nathan tidak terbiasa dengan sikapnya Shawn, tetapi dia tetap harus pergi. Namun, begitu dia berjalan menghampiri Shawn, Shawn langsung meraih kerah bajunya Nathan dan mendekatkan wajahnya yang galak dengan wajahnya Nathan.

"Dasar anak kampungan! Biar kuperingatkan! Menjauhlah dari Sienna. Lain kali, kalau aku melihatmu dengan dia lagi, aku nggak akan melepaskanmu lagi!" seru Shawn dengan penuh kebencian sambil mencengkeram kerah bajunya Nathan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status