All Chapters of Ikatan Yang Ditakdirkan: Chapter 141 - Chapter 150
213 Chapters
140. Menua Lah Bersama
"Aku hanya ingin!""Hah?""Aku hanya ingin melakukannya..""Oh!"Zayyad pun pergi meninggalkan kamar. Alina tertawa kecil seraya menggelengkan Kepalanya, "Hanya ingin?"Di malam harinya, makan malam berlangsung lebih hangat dari biasanya. Tidak hanya Alina, Erina dan Zayyad, tapi Irsyad juga ikut bergabung. Dua orang tua itu sesekali datang dengan obrolan ringan dan tertawa. Hanya Alina dan Zayyad yang menghabiskan piring dalam keheningan.Makan malam pun berakhir tanpa ada yang membahas mengenai pemunduran Zayyad dari jabatannya sebagai CEO perusahaan.Di dalam kamar ketika bersiap-siap hendak tidur. Alina dan Zayyad tidak lagi merasakan kecanggungan melakukan rutinitas bersama. Zayyad keluar dari kamar mandi dengan jubah tidurnya bewarna coklat gelap, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk dan Alina duduk di depan meja rias menyisir rambut panjangnya yang tergerai.Pemandangan itu tanpa keduanya sadari— menciptakan
Read more
141. Pasangan Yang Ditakdirkan
Erina pergi ke dapur, tidak menemukan batang tubuh Zayyad yang biasanya sudah bangun di pagi buta menyiapkan sarapan. Dapur terlihat lengang dan meja makan masih kosong. Sepertinya Zayyad tidak bangun awal karena ia tidak perlu bersiap ke perusahaan, "Ku harap anak itu dapat dengan mudah menerima keadaannya yang sekarang..." Dalam sehari Zayyad kehilangan jabatan dan pekerjaannya. Siapapun tidak akan mudah menerimanya. "Itu keahliannya" Irsyad muncul di dapur, tanpa sengaja mendengar gumaman Erina, langsung saja menyambung. Karena ia tau dituju pada siapa itu. "Kau sudah bangun?" Erina memutar kran dan menampung air. "Ya" Irsyad mengangguk. "Syukurlah, anak itu tidak mengusirku semalam" Irsyad membuka kulkas, mengambil botol air dan menuangkannya ke dalam gelas. "Sebelumnya dia mengusir mu?" Erina menutup kran air, membawa ceret yang sudah penuh dengan air ke atas kompor dan menyalakan api. "Ya, anak itu takut tidak mendapatkan
Read more
142. Ini Ruang Tamu
Alina menggeleng, matanya berkaca-kaca dan wajahnya terlihat cemas, "Tidak ada" "Kakek.." Zayyad teringat dengan kakeknya, langsung mengambil ponsel dan menelpon Irsyad. Tapi sebelum itu sebuah pesan muncul. 'Aku dan Erina sarapan diluar, jangan tunggu kami' "Mereka pergi sarapan diluar" "Apa?" Alina tidak tau apakah harus bernafas lega setelah mendengar hal itu,  "Kenapa mereka akhir-akhir ini selalu sarapan diluar..." Tepat pukul delapan pagi, Alina malas-malasan di atas sofa sambil menonton televisi. Zayyad menyiapkan sarapan di dapur. Ferdi baru saja tiba di vila dan sudah berada di depan membersihkan halaman. Alina memencet tombol remote, mengganti siaran. Aroma telur yang gurih dari dapur merayap masuk ke dalam hidungnya. Alina menduga Zayyad sudah selesai memasak,"Zayyad, bawa sarapannya kemari.." Jerit Alina dari ruang tamu, "Aku mau makan di sini.." Zayyad baru saja meletakkan omelette buatannya di atas piring
Read more
143. Dua Kurcaci Yang Ketakutan
Faqih sudah berada di vila Zayyad bersama Bakri yang berjalan di belakangnya. Faqih sebenarnya tidak berniat mengunjungi kediaman Zayyad hari ini, mengingat insiden yang tidak menyenangkan kemarin. Tapi hal tak terduga terjadi, membuat Faqih tidak punya pilihan selain datang menemui Zayyad. "Aku baru saja kembali, kenapa tiba-tiba aku harus menggantikan posisi kakak ku di perusahaan?" Hal yang tak terduga itulah yang membuat Faqih mau tidak mau harus segera bertemu Zayyad. "Bukannya sejauh ini kinerja kak Zayyad tidak pernah mengecewakan, hal apa yang membuatnya mengundurkan diri? Dia seseorang yang bertanggung jawab sampai akhir pada pekerjaannya, jadi ku rasa ia tidak akan melakukan itu"  Bakri yang berjalan di belakang Faqih, hanya mendengar ocehannya tanpa merespon sepatah katapun. Bakri mengenal Faqih, karena beberapa kali mereka pernah bertemu dan itu sudah beberapa tahun yang lalu. Kembali dipertemukan, ternyata bocah itu tidak banyak berubah.
Read more
144. Aku Gynophobic
"Kak Zayyad.." Sepasang mata Faqih membulat lebar tampak berkaca-kaca memohon. Penampilannya itu persis seperti anak kecil yang merengek meminta perdamaian. Alina menatap Faqih berkedip tak percaya. Ia ragu seseorang yang dilihatnya itu baru saja mendapatkan gelar magister. Jika diperhatikan, Faqih lebih seperti bocah ingusan dengan seragam putih abu-abu, 'Benar-benar bocah!' "Dia tiba-tiba datang ke rumah!" Faqih menunjuk Bakri, gaya bicaranya persis seperti anak kecil yang sedang melaporkan sesuatu yang tidak disenanginya pada sang ibu, "Tiba-tiba menyuruhku untuk ke perusahaan menggantikan posisi mu" "Lalu?" Zayyad menaikkan salah satu alisnya. "Aku menolak!" "Bawa dia pergi ke perusahaan. Karena ini hari pertamanya, perkenalkan padanya tempat-tempat di perusahaan dan sekilas sistem kinerja tiap divisi dan struktur organisasi" Titah Zayyad pada Bakri, mengacuhkan penolakan Faqih. "Baik pak" Bakri mengangguk sopan. "Kak Zayya
Read more
145. Rantai Makanan
Alina berjalan malas ke sofa dan duduk di samping Zayyad yang tengah tenggelam dalam bacaannya. Alina melipat kedua tangannya di depan dada, kepalanya menoleh tepat ke wajah tampan Zayyad yang tampak begitu tenang dan larut membaca buku di tangannya. Zayyad yang cukup fokus, tidak tau kalau Alina sudah duduk di sampingnya. Zayyad bahkan sama sekali tidak sadar akan sepasang mata yang terus memandanginya. "Zayyad" Alina yang sudah bosan menunggu Zayyad menyadari keberadaannya, akhirnya memanggil. "..." Zayyad membalik halaman buku, suara Alina yang cukup pelan tidak merusak konsentrasinya pada bacaan. Alina menghela nafas panjang, itu bukan kali pertama, "Zayyad" "..." Zayyad mengerutkan kening, sepertinya terjebak pada bagian sulit di bacaannya. "Zayyaadd.." Yang ketiga kalinya, Alina memutuskan untuk menaikkan suaranya tiga tingkat lebih keras. "Sejak kapan kau di situ?" Zayyad tertegun, menurunkan buku dari pandangannya, meno
Read more
146. Bukan Seorang Filsuf
Alina berpikir keras, apakah cocok menghubungkan ratai makanan dengan perbuatan baik manusia? Menurutnya itu.., "K-ku rasa itu tidak ada hubungannya" Mendengar itu bibir Zayyad melengkung ke atas, tersenyum cerah. Detik itu mata coklatnya tampak berbinar cantik. Di mata Alina yang melihatnya, itu cukup menawan. Alina nyaris terpaku beberapa detik, seakan senyuman indah itu berhasil menghipnotisnya. "Biarpun tidak ada hubungannya, tapi konsep rantai makanan dapat mengajarkan kita untuk tidak egois dan tidak perlu mengharapkan balasan atas setiap kebaikan yang kita lakukan" Tutur Zayyad, kata-kata terus mengalir dengan tenang dari mulutnya, "Seperti kebaikan rumput yang merelakan dirinya menjadi makanan kambing, telah membawa kemaslahatan pada organisme lainnya. Kambing menjadi gemuk, lalu dimakan serigala dan serigala mati menjadi santapan cacing dan belatung" "Jadi kau ingin berkorban seperti rumput yang hanya hidup untuk kebutuhan orang lain?" Alina sungguh
Read more
147. Sulap Andalan Wanita
"Kenapa kau bisa berpikir begitu? Jika Alina tau...anak itu pasti akan sangat kecewa" Irsyad sebenarnya merasa sangat bersalah. Sudah berapa kali ia harus berbohong pada Alina. Sungguh tidak tau bagaimana nanti, ia menghadapi Alina jika seandainya semua kebohongan itu terkuak. "Aku adalah neneknya, bagaimana mungkin aku tidak tau?" Ya. Hanya sesederhana itu. Karena Alina adalah cucu semata wayangnya. Yang besar dan tumbuh dibawah naungannya. Tentu saja Erina yang paling jelas tau seperti apa Alina. "Bukankah kau tau, nasib putri semata wayang ku yang kini dalam pusat rehabilitasi mental?" Irsyad mengangguk pelan, matanya menatap kearah lain. "Bukan tidak mungkin Alina akan begitu... dan peluang hal itu terjadi padanya juga cukup besar. Ada kemungkinan itu dapat menurun. Jadi, aku hanya ingin melenyapkan segala kemungkinan yang terjadi..." "Jadi kau khawatir apa yang dialami putrimu akan menurun pada cucumu? Erina, Alina mungkin tidak selemah y
Read more
148. Tidak Cerewet Sepertimu
Alina dan Zayyad sudah berada di supermarket. Persis seperti yang dikatakan Alina, orang-orang di sana ketika melihat bibir Zayyad yang penuh luka, tidak ada satupun di antara mereka yang menatap dengan lelucon. Daripada itu, mereka semua menyuguhkan tatapan kasihan yang berhasil membuat Zayyad tidak nyaman. Merasakan ketidaknyamanan Zayyad, Alina langsung menarik Zayyad lebih dekat dengannya, "Jangan pedulikan tatapan mereka, anggap saja semua itu tidak ada" "Rasanya sulit" Hampir di setiap langkah Zayyad bertemu dengan tatapan yang penuh tanda tanya atau mengasihani dirinya. Bagaimana bisa ia dapat dengan mudah menganggap itu tidak ada? "Kalau begitu bersikaplah acuh tak acuh seperti kali pertama kita bertemu, apa itu juga sulit?" "Oh!" Zayyad tertegun. 'Alina masih mengingatnya?' Zayyad langsung bersikap acuh tak acuh, tak menghiraukan tatapan orang-orang yang kian beragam tiap kali terpusat melirik ke bibirnya. "Ku rasa itu memang
Read more
149. Kau Rumahku
Setiba di vila, Alina belum berhenti tertawa mengingat kejadian di supermarket yang cukup menggelitik perutnya sampai sakit. Zayyad benar-benar menuruti ucapannya. Zayyad pergi memilih ikan segar dan daging yang berkualitas untuk kedua ibu-ibu itu. Alina masih ingat usaha keras Zayyad yang berjalan berjauhan dari jangkauan dua wanita paruh baya itu. Tapi yang Alina tidak habis pikir, ibu-ibu itu yang sepertinya tidak peka, hanya pergi berjalan lebih dekat ke Zayyad. Alhasil Alina melihat Zayyad berjalan cepat dan kedua ibu-ibu itu juga ikut melakukan hal yang sama hanya untuk mengimbangi langkah mereka dengan Zayyad. Tepat ketika mendapati tubuh Zayyad yang bergetar gugup, dua wanita paruh baya itu tersadar. Baru saat itu mereka mengerti situasi tidak nyaman Zayyad dan pergi mengobrol dengan Alina seraya menunggu Zayyad memilih. Membayangkan itu, Alina menggelengkan kepalanya tak percaya, "Ah, harusnya aku merekamnya tadi. Agar kau bisa melihatnya unt
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
22
DMCA.com Protection Status